Ten

1.9K 134 17
                                    

James tahu, pendengarannya tidak rusak. Namun, perkataan Sufa yang menurutnya tidak masuk akal, malah membuatnya berharap telinganya sedang bermasalah.

Nad? Sahabat Nilam? Apa itu mungkin? Setahu James, Nilam tidak pernah menganggap siapapun lebih penting dari dirinya sendiri.

"Kenapa lagi?" tanya Roland masuk lalu menutup pintu mobilnya. Sudah hampir setengah jam James menyendiri di dalam mobil. Ia hanya diam menatap Nad dari kejauhan.

Pria itu mendesah, menutup sedikit matanya untuk berpikir,"Kau boleh meledekku hingga mati, tapi bisakah kau mengumpulkan info tentang Nad?"

Roland mengernyit," Apa ada sesuatu? "

"Tidak, bukan apa-apa. "

"Sepertinya serius."
Roland mengamati perubahan wajah James yang ambigu.

"Kau ingat Nilam? Ada yang bilang, Nad dulu adalah sahabatnya,"kata James membalas tatapan Roland yang mendelik tak percaya. Raut wajah Roland perlahan mengeras. Antara bingung dan tidak yakin.

"Jadi, apa kau mau bilang kalau Nad pernah mengenalmu? Itu mustahil James! Kita menghabiskan belasan tahun tinggal di daerah ini. Jika Nad memang pernah tinggal di sini, setidaknya kita pernah melihatnya."

"Roland, ayolah! Itu sudah hampir 10 tahun yang lalu! Kita sudah lupa dan banyak sekali orang yang tinggal. Memangnya kita bagian dari sensus?" kata James kesal. Sungguh, baginya Roland sangat konyol.

"Baiklah, aku harap itu tidak benar James. Aku sudah tidak ingin kau berurusan dengan wanita berbahaya itu."

"Aku harap juga begitu," bisik James kaku. Mendengar nama Nilam saja, ia sudah muak.

---

"Kenapa Nad?" tanya Siby saat melihat Nad menoleh ke arah mobil James dengan pandangan memusuhi," Tidak," kata Nad berpaling ke arah lain. Sebenarnya ia tahu, James terus mengamatinya dari kejauhan.

Hanya Tuhan yang tahu, apa yang dipikirkan pria murahan itu. Batin Nad melirik mobil James yang telah tertutup.

Tak lama kemudian, perhatian Nad  teralih pada ponsel yang disodorkan oleh Ebay. Sebuah nomor lokal terlihat di layar ponsel yang tengah berdering itu. Tanpa pikir panjang, Nad menekan tombol hijau.

"Oh ya, tentu saja. Berikan aku alamat rumah sakitnya juga. Aku ingin menjenguk anakmu nanti," sahut Nad setelah lama terdiam untuk mendengarkan suara seseorang dari seberang

"Siapa?" tanya Siby saat Nad sudah mengakhiri panggilannya.
"Hanya teman lama," jawab Nad singkat lalu mengangsurkan ponselnya pada Ebay.

Meski penasaran karena Nad sempat bicara soal rumah sakit, tapi Siby tak bertanya lagi. Ia lebih memilih menyelesaikan pekerjaannya dengan mengatur ulang jadwal Nad untuk tiga hari ke depan.

-----

"Sudah, cukup. Jangan terlalu tebal,"kata Nad menghentikan sapuan blush on di pipinya.

Ebay mundur, memberikan ruang agar Nad merapikan make upnya sendiri. Benar kata Siby, Nad sering memprotes apapun akhir -akhir ini. Walaupun hanya wawancara radio, ada juga wartawan lokal yang menyempatkan diri untuk melihat aktivitas Nad. Jadi, tidak ada salahnya Nad tampil cantik.

Sepuluh menit kemudian, Nad berjalan beriringan dengan James menuju ruang siaran. Keduanya melempar senyum palsu di depan kerumunan media lokal yang telah menanti mereka di lorong untuk berfoto sebentar.

"Hai," sapa seorang pria berkemeja yang menanti kehadiran keduanya di pintu ruang penyiaran.

Belum sempat tangan James terulur. Nad memekik keras.
"Arlemo? Julius Arlemo?“

The Other Story of Jadine ( Di balik Layar Pembuatan OTWOL)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang