Thirty

1.8K 140 21
                                    

Nad tahu, hal buruk itu pasti akan terjadi jika suatu saat ia sampai berkata jujur.
Bertahan sekian lama, malam ini, Nad berakhir dengan kengeluan yang luar biasa di dada.

Wajah James menegang kecil dan pria itu tak juga menoleh ke arahnya. Mungkin, terlalu bingung?

"James?"gumam Nad beringsut mendekat.

"Apa kau senang? Mempermainkan perasaanku?" tanya James menekan intonasi suaranya. Ia belum mau menoleh dan lebih memilih memainkan jemari tangannya sendiri.

"Kau terlalu berlebihan, selalu mengatakan hal yang luar biasa. Padahal, aku tidak seperti itu," ucap Nad mencari wajah James yang tertekuk ke bawah, menghindar seperti seorang anak pada ibunya.

"James, kau harus tepati janjimu. Maafkan Nilam. Seminggu setelah penangkapan tersangka penyeranganku terungkap, temui dia. Bagaimanapun, dia sudah banyak menolongku juga menolongmu. Nilam pantas mendapatkan pemberian maaf, James."

"Lalu? Apa yang kudapatkan dari semua itu? Mengatakan banyak hal bodoh di depanmu apa tidak ada apapun yang ku dapat Nad? Apa kau hanya akan minta maaf padaku?"

Ouch. Melihat cara bicara James, Nad yakin, pria itu sedang memancing negosiasi yang akan menguntungkannya sekarang.

"Kali ini kau tidak akan mendapatkan apapun. Memberi maaf pada seseorang, itu harus tulus. Aku memintamu, tapi tidak memaksamu."

James berdecak,"Nad, kau harus ingat, belum juga  dimaafkan, sekarang kau membuatku marah lagi."

Sial. Dia benar. Batin Nad mendesah kesal, "Lalu?"

"Aku perlu pembuktian. Kalau kau memang penulis puisi itu, coba bacakan satu bait saja. Di depanku. Sekarang."
Wajah serius James mendadak keras dan sarat intimidasi.

Nad gugup, menelan salivanya dalam-dalam, mencoba menjernihkan otaknya yang keruh." Baiklah."

Menekan sedikit rasa malu, Nad mencoba mengingat. Tapi, tak ada apapun di otaknya. Ia sama sekali lupa.

Ia menatap James, pria itu tengah menunggunya, penuh harap dan juga tidak yakin.

Hati Nad tiba-tiba berdesir.

"Jika ada, itu pasti dirimu.
Saat hujan mereda, engkau menjelma menjadi pelangi.
Membujur antara rindu dalam setiap alunan nafasku."

"Jika ada, pasti bukan diriku.
Pembawa puisi yang bersembunyi.
Kau tak akan memilihku, karena aku hanya tongkat ilalang persemaian.
Penganggum yang tidak mengenal kata kematian."

Ajaib. Menatap James sepersekian menit, dua bait puisi lawas yang pernah ia tulis di masalalu, meluap begitu saja dari hati dan berakhir di mulut.

James tersenyum, meraih wajah Nad.

Cup. Ia mencium kekasihnya. Beberapa kali hingga Nad harus menghindar agar lumatan dari bibir James berhenti.

"Kau tidak bisa bersembunyi lama-lama. Berikan bibirmu. Ayo sini, ini adalah hukuman."

Nad mencembik, percuma menolak, karena ia menginginkannya juga.

Terdorong ke bawah, Nad mengalungkan tangannya pada leher James. Itu adalah posisi paling gila. Memberi ruang pada otak lapar seorang lelaki yang dilanda asmara adalah kesalahan fatal.

Dan, benar saja. Belum sempat menjauh, ketukan penuh amarah terdengar dari kaca pintu mobil.

"James! Nad! Apa kalian memesan makanan dari Ong's delivery?"
Suara kencang Siby menghentak kesal, memecah deru nafas keduanya saat itu.

The Other Story of Jadine ( Di balik Layar Pembuatan OTWOL)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang