Writer's POV
Yoonri duduk di kursinya, di samping tempat tidur Hongbin. Disangganya dagunya dengan kedua tangan.
Wajah Hongbin tidak pernah membosankan biar sudah berjuta-juta kali dipandang. Mengundang kedamaian. Meski Hongbin sedang tidak sadarkan diri dan tidak ada yang tau apakah dia sedang kesakitan atau apa, dia masih terlihat seperti tersenyum. Yoonri menggenggam tangannya.
"Hongbin, aku kembali. Maaf sudah meninggalkanmu sejak pagi." Itulah yang selalu diucapkan Yoonri sesampainya di kamar. "Terima kasih kau masih mencoba untuk hidup."
Sampai beberapa hari lalu, Yoonri menceritakan segalanya pada Hongbin, termasuk pertemuannya dengan Sanghyuk. Tapi di hari pertama Yoonri bercerita tentang pria itu, reaksi Hongbin sungguh mengejutkan.
Monitor pendeteksi menunjukkan kalau jantung Hongbin berdetak amat sangat lemah. Pria itu seolah mendengar Yoonri dan mencoba menjawab, memprotes.
Yoonri panik dan memanggil perawat. Sampai lima menit garis-garis di monitor hampir menyerupai flat line. Setelah dipicu dengan alat kejut jantung, akhirnya garis-garis itu kembali membentuk gunung dan lembah yang stabil. Yoonri tidak dapat menyembunyikan perasaan bahagianya saat dia berterima kasih pada dokter dan perawat. Dengan penuh air mata dia menggenggam tangan Hongbin.
Sejak itulah, Yoonri memilih hanya menceritakan kenangan mereka berdua. Yoonri terbang ke masa lalu. Dia kadang membawa album-album lama ke sini.
"Hmm..." Yoonri menarik napas setelah bercerita panjang-lebar. "Yeobo, biasanya kita bahagia mengingat masa lalu. Tapi, kumohon maafkan aku, jangan marah... aku ingin menceritakan hariku hari ini."
Sunyi mengiyakan Yoonri.
"Aku tadi jalan-jalan ke kamar bayi," Yoonri memulai. "Melihat bayi-bayi meggemaskan membuatku merindukan anak kita, Seul, yang tidak pernah ada."
"Aku menangis, ya, memang tadi aku menangis lagi. Tapi aku mendapat kekuatan. Syukurlah. Sekarang aku tidak lagi marah. Yang ada, aku malah merindukan Seul. Aku ingin kita punya anak lagi. Aku ingin mencoba lagi. Karena itu, sadarlah, Hongbin. Cepat kembali. Ya? Kau tidak ingin aku terus-terusan sendiri, kan?"
Kata-kata Yoonri berakhir lirih. Lama-lama hilang ditelan angin.
-
An hour later, 13.00 KST
Manik mata cokelat Sanghyuk menatap sosok yang tertidur di atas kursi. Kedua tangan wanita itu menggenggam erat tangan orang yang berbaring di atas tempat tidur. Sama tidak sadarnya. Sanghyuk menggigit bibirnya. Wanita itu begitu cantik. Wajah mungilnya terlihat bercahaya di atas tubuh semampainya. Rambutnya panjang, bergelombang. Sekarang jatuh dengan lembut di pundak dan lengannya. Sekali lagi, wanita itu cantik. Wanita itu benar-benar pantas untuk dicintai.
Yoonri pantas untuk dicintai, sekali lagi Sanghyuk menekankan.
Juga pantas untuk dimiliki. Tetapi, sepertinya kesempatan Sanghyuk untuk memilikinya benar-benar sangat sempit, bahkan mendekati nol.
Sanghyuk menatap iri pada sosok di ranjang.
-
Yoonri's POV
Selain taman, tempat yang sering kami—aku dan Sanghyuk—jadikan markas adalah atap rumah sakit.
Tidak banyak yang ada di sana. Atap rumah sakit ini justru sedikit berdebu karena tidak dipakai. Tapi dari sini kau bisa melihat gedung SMA yang jaraknya tidak jauh dari rumah sakit. Maka, ketika Sanghyuk mengajakku berdiri di dekat pagar atap, kami dengan leluasa mengenang masa sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Escapism: Love At 21st Century
Fanfic"Aku tahu, aku sakit. Aku bahkan sudah menyusun kata-kata jika akhirnya merasa perlu pergi ke dokter." "Dokter, aku jatuh cinta pada seorang wanita. Yah, berkali-kali sudah aku jatuh cinta pada wanita, dan aku pernah memberikan semua kasih sayang ya...