6. Sakit

142 10 0
                                    

Azan waktu Sholat Isya telah berkumandang, sedangkan Nofel masih meringkuk di dalam selimut tebalnya.

Setelah mandi sore tadi ia mulai merasakan meriang pada sekujur tubuhnya. Bagaimana tidak, tadi pagi sewaktu berangkat sekolah ia nekat menerobos gerimis yang lumayan lebat untuk segera sampai ke sekolahnya, walau akhirnya tetap terlambat.

Tuk... Tuk... Tuk

“Fel, makan malam dulu Fel!” pintu kamar Nofel diketuk diiringi suara seorang wanita yang menyuruhnya makan.

Nofel mendengar suara itu, tapi ia enggan untuk keluar dari selimut tebalnya. Badannya masih menggigil akibat perbuatannya memakai seragam lembab dan membiarkannya kering alami di badan selama berada di sekolah.

Wanita dari seberang pintu itu mengulang kembali ketokan dan panggilannya dengan suara yang lebih di keraskan.

Masih tidak ada jawaban dari Nofel. Setelah sekian detik akhirnya terdengar suara pintu dibuka.
Sosok wanita paruh baya muncul dari balik pintu tersebut. Mengamati sebentar ruang kecil milik putri satu-satunya dan lalu bergerak menuju ranjang.

“Fel, Nofella. Bangun sayang!” ucapnya sambil mengelus puncak kepala anaknya.

Yang dielus hanya berdehem sambil mempererat tarikan selimut di tubuhnya.

“Kamu kenapa sih fel?” tanya wanita paruh baya itu, tangannya kini bergerak menuju dahi anak kesayangannya.

“Astaga nak, kenapa kepala kamu panas begini” cemasnya, tangannya terus bergerak menyentuh bagian kepala dan leher Nofel. “Kamu sakit? Kenapa bisa sakit sihhh?” omel wanita paruh baya yang Nofel panggil bunda itu.

“Tadi waktu berangkat sekolah kena gerimis bun” jawab Nofel terdengar berat masih dalam keadaan mata yang tertutup, “baju aku lembab trus sampe sekolah males gantinya” lanjutnya.

“Kok bisa seceroboh itu sih kamu? liat kan sekarang jadi sakit” kecemasan terdengar sangat kentara pada nada bicara wanita itu.

Nofel tidak menjawab lagi, dirinya sibuk mengulum selimut untuk tubuhnya.

“Ages mana lagi? adeknya lagi sakit malah gak ada disini” kali ini bunda Nofel mengomel untuk anak sulungnya, kakak semata wayang Nofel.

Wanita paruh baya itu lalu beranjak dari tempat tidur anaknya lalu mengotak-atik benda persegi yang baru saja ia ambil dari atas meja belajar. Nada sambung dari ponsel Nofel berbunyi, tapi belum ada jawaban dari orang seberang yang dituju.

“Hah. Apaan dek?” suara seorang cowok terdengar dari speaker benda tersebut. Bunda Nofel tampak sengaja mengaktifkan speaker nya agar anaknya yang kini tengah sakit dapat mendengar pembicaraannya dengan Ages Febri Anola, kakak sulung Nofel.

“Ini bunda, adek kamu lagi sakit” memberi jeda, lalu bundanya melanjutkan “kamu lagi dimana? Cepat pulang, trus nanti jangan lupa mampir dulu ke apotik beli obat buat adek kamu, dia demam” tutur bunda Nofel panjang pada anak sulungnya itu.

“Sejak kapan dia sakit? iya-iya bun, aku pulang sekarang.”

Tut... Tut... Tut...

°°°
Suara yang berasal dari seorang cowok yang tak lain adalah kakak satu-satunya terus masuk kedalam indra pendengaran Nofel. Sejak hadirnya cowok itu di kamarnya, tidak ada lagi ketenangan yang di dapat Nofel.

“Duhhhh.... Lo berisik banget sih kak! Kayak emak-emak tau gak?” bentak Nofel bangkit dari tidurnya. Kupingnya sudah tidak tahan lagi mendengar ocehan kakaknya itu.

“Nah gitu dong!” balas kakaknya sumringah “jangan tidur mulu kebo” lanjutnya sambil mengambil selimut yang tadi dilemparkan adiknya itu dan membuangnya begitu saja ke lantai.

“Selimut gueeee!” rengek Nofel tidak terima benda yang sangat di butuhkannya saat ini dibuang begitu saja.

“Udah, demam biasa juga. Gak usah kayak eyang-eyang mau mati besok lo.”

“Ihhhh... Agesss!!!” Nofel memukul-mukul bahu orang yang sedang duduk di sampingnya itu.

Ages hanya membalas pukulan adik satu-satunya itu dengan cibiran. Tangannya lalu menjangkau mangkuk yang berada diatas meja samping dia duduk.

“Udah-udah, nih makan! Gue belinya pake uang jajan gue sendiri. Gak usah makasih lo” ucap Ages menyodorkan semangkok ramen pada Nofel.

Mata Nofel langsung melebar melihat makanan kesukaannya berada tepat di hadapannya.

“Aigo-aigo... Kakak ku sayang.. Kamsahamidaaa... Gomawo Oppa...” girang Nofel sigap mengambil makanan itu dari tangan kakaknya.

“Dasar alay!” balas kakaknya “Dikasih ramen aja sembuh lo.”

“Biarin” cibir Nofel dengan mulutnya yang penuh dengan makanan khas Korea yang memang sangat dia sukai.
Ages lalu mengacak rambut adik tersayangnya itu. Bagi Ages, Nofel adalah adik yang sangat berarti dalam hidupnya.

Cause DanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang