7. Guru Besar

92 14 0
                                    

Pagi ini Nofel berangkat lebih awal. Insiden yang terjadi padanya kemarin sudah membuatnya sedikit kapok.

“Dah.. Aku masuk dulu kak” pamit Nofel pada Ages.

Hari ini Nofel diantar oleh Ages, dengan seribu alasan bundanya, terutama karena tadi malam meriang di badan Nofel cukup tinggi. Walau pagi ini sudah tampak jauh lebih baik. Awalnya Nofel menolak, bahkan sangat ngotot untuk membawa sendiri sepeda motornya ke sekolah, tapi bukan bunda Nofel namanya kalau perintahnya bisa dibantah.

“Iya dedek. Belajar yang bener, biar nanti bisa kayak kakak” pesan Ages sambil mengacak rambut Nofel.

Nofel menyingkirkan tangan kakaknya itu sebelum rambutnya menjadi sangat berantakan.

“Rese amat sih, sono pergi!” omel Nofel pada Ages yang masih mencoba menggodanya.

Nofel langsung balik kanan meninggalkan kakaknya bersama motor tua yang menurut Nofel payah untuk setingkat anak kuliahan, padahal ayahnya sudah menawarkan kakaknya mobil, tapi ditolak karna alasan dia menyukai motor tua itu. Hah... Ages memang payah.

Koridor sekolah masih tampak sangat sepi, ini memang terlalu pagi hanya untuk sekedar terhindar dari kata terlambat.

Karena sebelum berangkat Nofel sudah sarapan, maka kantin bukan tujuan yang pas untuk saat ini. Mungkin udara segar pagi hari bisa jadi santapan atau modal untuk lebih giat belajar, setidaknya untuk hari ini.

Jadi pilihan Nofel jatuh kepada rooftop gedung kesenian.
Setelah sampai diatas, Nofel langsung merenggangkan tubuhnya. Menikmati udara pagi memang salah satu kesukaan Nofel.

Ponsel yang ada disaku kemeja Nofel bergetar, dia lalu meraih dan mengeceknya. Sial! Satu pesan hanya dari operator card.

Nofel mencek kembali ponselnya, kali ini matanya tertuju pada angka-angka yang ada di bagian kanan atas ponsel. Pukul 07:01, waktu masih bersisa 14 menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai.

“Ke kost-an Nuri aja deh sambil liat perkembangan edit video kemarin, mana tau tuh anak udah nyeleseinnya” ucap Nofel sambil meletakkan kembali ponselnya ke dalam saku kemeja.

Baru dua langkah Nofel berjalan, Indra penciumannya menangkap bau seperti terbakar dari arah sudut rooftop. Langkah kakinya berubah haluan, Nofel mencoba menelusuri sudut yang ada di rooftop gedung kesenian itu.

Benar saja, segumpal asap tampak mengudara di depan Nofel. Dengan hati-hati Nofel melangkah menuju sekat tempat asal asap tersebut.

“Dana!” refleks perkataan itu keluar dari mulut Nofel. Perasaannya campur aduk melihat hal yang benar-benar tidak biasa dilakukan murid di lingkungan sekolah. Apalagi disekolahnya.

Merasa ada yang menyebut namanya, Dana si murid pindahan dari ibukota itu sedikit membuka mata. Headshet yang bertengger di telinganya ia lepaskan satu bagian.

Nofel masih syiok melihat pemandangan yang ada di depan matanya.

“L-lo ngapain?” tanya Nofel dengan suara bergetar.

Dana tampak santai mendapati Nofel memergoki aksinya. Satu hisapan meluncur dari sebatang rokok yang terselip pada jari tunjuk dan jari tengahnya.

“Ngerokok” ucap Dana santai.

Nofel hanya mampu menelan ludahnya mendengar jawaban dari ketenangan Dana. Ini benar-benar diluar akalnya, dia mendapati murid sedang merokok di lingkungan sekolah tepat di hadapannya.

Cause DanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang