15. Tawaran Ary

61 8 2
                                    

Pelajaran Bahasa Indonesia berlangsung menyenangkan di kelas DKV-2, hal ini disebabkan karena Bu Nisfa lebih banyak menceritakan tentang pengalaman dan pelajaran hidup daripada membahas tentang materi yang harus dipelajari. Hal ini merupakan suatu alternatif yang dilakukan guru Bahasa Indonesia itu agar muridnya tidak bosan dalam mengikuti pelajarannya. Dan hal seperti itu memang berhasil.

“Baiklah anak-anak, karena bel istirahat sudah berbunyi maka pelajaran kita kali ini berhenti sampai disini. Selamat beristirahat...” ucap Bu Nisfa dan dijawab oleh semua murid yang ada dikelas, kemudian berlalu meninggalkan kelas.

Nofel membereskan buku-buku yang berada diatas meja. Beristirahat sebentar sebelum nantinya ke kantin untuk mendapatkan asupan.

“Fel...” tegur Ary yang berada di samping Nofel.

“Hm, iya Ry, ada apa?” balas Nofel beralih menatap Ary.

“Kamu udah tau belum kalau sekolah bakal ngadain seleksi buat lomba ngelukis?”

“Enggak Ry, aku belum tau. Emang kapan, trus dalam rangka apa?” balas Nofel antusias. Melukis adalah salah satu hobi yang sangat di gemari Nofel, dan dia juga berbakat dalam hal itu.

“Rencananya sih sebelum anak kelas tiga mulai ujian, lomba ini diselenggarakan untuk mencari bakat buat di adu di tingkat nasional.”

“Oh ya, berarti gak cuman sekolah kita aja dong?”

“Iya, dan sekolah cuman boleh kasih peserta maksimal dua orang buat dikirim ke tingkat provinsi, abis itu baru di adu lagi” jelas Ary. Selaku wakil ketua Osis Ary memang lebih tahu tentang perkembangan yang terjadi di sekolahnya dibandingkan murid lain.

“Berat dong Ry, banyak saingan?” jawab Nofel lesu kehilangan kepercayaan dirinya.

“Heiii... Pada ngomongin apaansih? Serius amat?” celoteh Salsa yang tiba-tiba telah berada di samping meja Nofel dan Ary.

“Yee, nyambung aja mak lampir” balas Nofel sewot karena kehadiran Salsa yang langsung menimbulkan keributan.

“Kantin yok!”

“Bentar lagi deh!” tolak Nofel.

“Laper.....Banget.....” balas Salsa dengan tampang memelasnya.

Nofel tertawa melihat ekspresi sahabatnya itu. Salsa memang paling bisa mengambil hati orang dengan cara yang menggemaskan.

“Dasar ya... Yaudah, hayok deh” Nofel langsung berdiri dari kursinya dan merangkul pundak Salsa untuk mengikuti permintaannya. Sebelum pergi Nofel pamit pada Ary yang masih setia duduk di kursinya.

“Kami ke kantin dulu ya Ry, makasih infonya.”

“Iya Fel, sama-sama. Jangan lupa kamu harus ikut seleksi sekolah. Kamu punya bakat besar loh disana!” saran Ary.

Nofel tertawa mendengar pujian yang dilontarkan Ary. “Pikirin nanti deh” balas Nofel sambil tersenyum, dan lalu menarik Salsa untuk pergi meninggalkan Ary.

“Seleksi apaansih?” tanya Salsa penasaran.

“Nanti juga tau kok.”

“Cihhh, main rahasiaan” cibir Salsa sambil mencubit perut Nofel.

“Sakit monyet!” balas Nofel. “Oh iya, Ferin, Nuri sama si Rafa mana?” lanjut Nofel baru menyadari ketidakhadiran sahabatnya yang lain.

“Nuri ama Ferin katanya mau ke perpus, Rafa tadi diajak sama Dana keluar, gatau kemana.”

“Dana?” ulang Nofel memastikan.

“Iya.”

Seketika ingatan Nofel kembali pada kejadian Dana dan Dantos tadi malam. Dia memang tidak menceritakan kejadian itu pada sahabatnya. Karena itu tidak begitu penting menurut Nofel. Nofel juga melihat keadaan Dana yang juga tampak sehat pagi ini, seperti dia tidak mengalami apapun tadi malam.

“Kok bengong?” tanya Salsa menyadarkan Nofel dari lamunanya.

“Eh, enggak. Gapap kok” balas Nofel sambil menampilkan deretan gigi putihnya.

Mereka berdua sudah sampai di kantin. Suasana dikantin tidak seramai biasanya, tidak banyak murid yang mengantri untuk mendapatkan makanan. Jadi Nofel dan Salsa tidak perlu berlama untuk segera mendapatkan pesanan mereka.

“Oh ya, lo tau gak gosip pagi ini?” tanya Salsa di tengah aktivitasnya mengunyah bakso.

“Enggak” balas Nofel.

“Lo mau tau gak?” kompor Salsa melihat reaksi cuek Nofel.

“Apaan emang?”

“Ini tentang Dana dan Dantos.”
Nofel mulai menghentikan aktivitasnya mengunyah bakso.

“Penasaran kan lu?” balas Salsa sambil tertawa melihat perubahan Nofel setelah menyebutkan nama Dana.

“Ih, biasa aja” jawab Nofel kemudian kembali memakan baksonya.

“Orang-orang bilang Dana ama Dantos balapan semalam, trus mereka berdua jatoh” ungkap Salsa santai.

Nofel yang sedang mengunyah bakso yang baru ia masukkan ke mulutnya jadi tersendak dan batuk. Dia kemudian mengambil minuman yang tadi dipesan dan langsung meminumnya sampai habis.

“Kenapa sih?” tanya Salsa lagi-lagi heran melihat tingkah sahabatnya itu.

“Terus gimana? Ada yang bilang gak siapa yang nolongin mereka?” ucap Nofel mengabaikan pertanyaan Salsa.

“Nolongin apaan? Lo gak liat kalau tadi dia di kelas masih kayak biasa aja, sehat walafiat gitu dibilang jatoh kecelakaan. Itu palingan cuman gosip doang.”

Nofel akhirnya bernafas lega mendengar tidak ada lanjutan dari gosip yang dibicarakan Salsa. Jangan sampai ada yang tahu bahwa Nofel yang menolong dan membawa Dana dari tempat kecelakaannya semalam.

“Eh tunggu-tunggu...” ucap Salsa sambil menatap lekat mata Nofel.

“Jangan bilang kalau itu bener-bener terjadi, dan yang nolongin mereka itu elo? Lo tau kejadiannya?” lanjut Salsa menunggu jawaban dari Nofel.

Nofel bagai membuka rahasianya sendiri. Dia baru sadar pertanyaan yang tadi dia lontarkan pada Salsa. Itu sangat jelas bahwa Nofel tahu akan kejadian tersebut.

“H-huh, eh, ya enggak lah. Gue mana tau, lagian gue juga ngapain keluar malem-malem. Lo ada-ada aja sih, kayak gak tau nyokap gue” elak Nofel mencoba menyingkirkan prasangka yang ada di kepala Salsa.

Salsa diam saja sambil menatap dengan tatapan yang tidak dapat di artikan pada Nofel. Nofel benar-benar merasa terjebak karena situasi sekarang ini.

“Gue mencium bau-bau kebohongan” gumam Salsa sambil melanjutkan makannya.

Nofel diam saja walau dia mendengar jelas gumaman Salsa yang ditujukan padanya. Untuk saat ini, Nofel benar-benar harus lebih hati-hati dalam mengatakan apapun. Apalagi kepada Salsa, sahabatnya yang memang super kepo itu

Cause DanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang