25. Filosofi cendol

53 5 5
                                    

~Karna yang penting itu rasa, Bukan wujudnya~ ^^^

Nofel dan Dana tengah menuju perpustakaan daerah. Entah apa yang di pikirkan Nofel sebelumnya, ia benar-benar membolehkan Dana untuk pergi bersamanya. Sekarang Nofel jadi canggung sendiri dengan perasaannya.

“Eh, Fel. Gue laper, makan dulu yok!” ajak Dana. Tanpa menunggu balasan dari Nofel, Dana sudah menepi dan berhenti di salah satu gerobak Es Cendol tepi jalan.

“Ngapain nanya gue kalau gak mau denger jawabannya?” balas Nofel sambil turun dari motor.

“Karna lo pasti gak nolak” jawab Dana cepat sambil mengantongi kunci motor Nofel.

Dana langsung memesan dua porsi es cendol lalu duduk di meja yang di sediakan dekat gerobak Cendol tersebut.

“Makasih...” ucap Nofel kepada penjual es setelah mendapatkan pesanan.

“Katanya laper? Kok malah makan es cendol?” tanya Nofel sambil menyuap es cendol tersebut masuk ke mulutnya.

“Emang kenapa? Gak cuman nasi doang kan yang boleh dimakan waktu laper?” balas Dana balik bertanya.

Nofel menaikkan sebelah bibirnya mendengar jawaban sok diplomatis Dana. Dan hal itu berhasil membuat tawa Dana keluar.

“Fel...?” panggil Dana mengalihkan matanya pada Nofel.

“Hmm” balas Nofel tanpa menoleh pada Dana.

“Lo tau nggak filosofi es cendol?”

Sekarang giliran Nofel yang tertawa karna pertanyaan Dana. Yang Nofel tahu hanya kopi yang punya filosofi.

“Emang ada?” cibir Nofel menanggapi pertanyaan Dana.

“Ya ada lah. Gak cuman kopi yang punya filosofi” tutur Dana.

“Hheeuu...” balas Nofel mendengar kembali jawaban diplomatis seorang Dana.

“Udah abis belom?” tanya Dana setelah terjadi hening beberapa saat.

“Iya, udah” balas Nofel cepat setelah sendok terakhir masuk ke mulutnya.

“Yaudah, bayar sana!”

“Kok gue yang bayar? Kan lo yang ngajak?” ucap Nofel sewot karna sudah merasa dimanfaatkan.

“Gak cuman yang ngajak yang...” ucapan Dana terpotong karna langsung di balas oleh Nofel.

“Ya...ya...ya...!” potong Nofel cepat karna tidak ingin lagi mendengar ocehan kampanye Dana.

Dana kembali tertawa melihat ekspresi dan tingkah Nofel. Ia benar-benar bahagia bisa terlibat dengan emosi dan perasaan Nofel. Ia bahagia ketika harinya bersama dengan Nofel.
Dana mengikuti Nofel menuju ke penjual es dan berdiri di sampingnya memastikan wujud dari wajah Nofel sekarang.

“Hm, pak. Saya cocok gak sama dia?” ucap Dana tiba-tiba pada penjual es.
Penjual es cendol yang tadinya mau memberikan uang kembalian pada Nofel jadi batal memberikannya.

“Cocok mas, cocok. Apalagi ini mbaknya cantik, masnya juga ganteng banget” jawab penjual es sambil terkekeh.

“Tapi pak, dia suka jahat sama saya. Dia sering mukulin saya pak, nyubit saya juga pak sampe biru-biru nih lengan saya” lanjut Dana dramatis sambil mengusap-usap tangannya yang bahkan tidak kenapa-napa.

Cause DanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang