17. Tarung

63 9 8
                                    


Nofel tergesa saat memarkirkan motornya di parkiran. Bagaimana tidak, dia sudah terlambat hampir dua puluh menit. Dapat disimpulkan, semalaman dia tidak bisa tidur.

Sahabatnya yang sangat-sangat super kepo itu membuat Nofel harus rela di interogasi selama berjam-jam sampai tengah malam. Nofel sebenarnya ingin mengabaikan semua pertanyaan mereka, tapi dengan sangat pintarnya sahabat-sahabatnya itu bilang akan membuat gosip tentang dia dan Dana kalau tidak menceritakan apa yang terjadi padanya dan Dana. Untung saja Nofel pandai mengarang cerita, hingga dia tidak harus menceritakan apa yang sebenarnya betul-betul terjadi. Apa yang akan di pikirkan sahabat-sahabatnya itu kalau mereka tahu bahwa Nofel terlibat dalam perkelahian antara Dana dan Dantos kemaren.

Dan disinilah Nofel sekarang, berkeliling sekolah untuk menyiram seluruh tanaman berpot yang ada di seluruh teras kelas.

“Astaga!” ucap Nofel saat di lihatnya seseorang sedang mengamatinya sambil bersandar di tembok kelas tempatnya selesai menyiram tanaman.

“P-permisi kak” lanjut Nofel terbata dan segera beranjak dari tempatnya.
Nofel yakin cowok yang ada di tempatnya sekarang masih memperhatikannya.

“Aduhh... Kenapa gue bisa ketemu dia? Mati gue mati” rengek Nofel dalam hati.

“Wow, gue gak nyangka bakal ketemu sepagi ini” ucap Dantos sambil memperhatikan Nofel. “Tapi ternyata lo anak pembangkang juga, pagi-pagi udah kena hukum” ejek cowok itu terdengar sangat memuakkan.

Lo yang pembangkang, begajulan, brengsek, preman, Dantos taik!”

Umpatan itu hanya sampai pada tenggorokan Nofel, mana mungkin dia berani pada cowok satu itu, bahkan guru pun akan berpikir dua kali jika berurusan dengan Dantos. Beruntung kakeknya punya pengaruh cukup besar untuk masalah keuangan sekolah, kalau tidak mungkin orang semacam Dantos sudah di depak sejak awal kedatangannya.

“Woi! Gue lagi ngomong sama lo bego!”

Nofel merasakan ember yang sejak tadi dia gunakan untuk wadah air penyiraman terbang begitu saja dari genggamannya.

“Lo gak punya kuping, ha?” bentak Dantos tepat di hadapan Nofel. Untung saja jam pelajaran sedang berlangsung, kalau tidak Nofel dan Dantos sudah menjadi bahan tontonan yang menghibur bagi banyak murid.

Nofel meneguk salivanya kasar, ini kali kedua dia berhadapan dengan Dantos. Dulu, bahkan Nofel tidak berniat menatapnya sama sekali.

“Maaf kak, saya harus nerusin pekerjaan saya.”

Nofel mengambil ember yang tadi di tepis Dantos hingga air yang ada di dalamnya tinggal sedikit.

Tangan sebelah kiri Nofel di cekal saat dia berhasil membuat ember itu berada pada tangannya yang satu lagi.
“Sama kayak pacar lo, gak tau diri. Taik!” bentak Dantos.

Pacar? Siapa yang dia maksud. Nofel bahkan tidak punya pacar. Manusia yang sungguh sok tau.

“Lepas!” ucap Nofel. Dia sudah tidak memikirkan lagi siapa sosok yang sekarang ada di hadapannya.

“Kalau gue gak mau?” balas Dantos dengan seringai kebanggaannya, tangannya semakin kuat mencekal tangan Nofel.

Byuuurrr...

Sedikit air yang ada di ember Nofel dapat membasahi wajah dan juga bagian krah kemeja Dantos. Nofel tepat sasaran mengguyur wajah tampan si biang onar itu.

“Brengsek!” umpat Dantos murka.

Tangannya yang semula mencekal tangan Nofel beralih mengusap air yang ada di wajahnya. Dia benar-benar memerah.

Cause DanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang