18. Karna Dana

67 7 8
                                    

Nofel tertunduk bersama hampir seluruh murid kelas XI DKV-2, berusaha mendengarkan ikrar gratis wali kelas mereka pagi ini.

“Bukan hanya kamu yang akan menanggug akibatnya Dana, tapi kita semua yang ada di kelas ini, termasuk saya sebagai wali kelas kamu. Kepala sekolah sudah menegur saya dari kemaren, saya tidak tahu hukuman apa yang pantas untuk kamu” ucap guru itu dengan nada bicara yang terus naik.

Dana yang duduk di kursinya hanya terlihat santai dan sesekali menggaruk kepalanya yang tidak gatal, berbeda dengan murid lain yang tampak cemas. Entah sudah berapa lama pak Zal, wali kelasnya itu berceloteh panjang lebar untuk murid baru yang terus bermasalah di sekolahnya.

“Sekarang kamu ikut saya menghadap ke ruang BK!" ujar pak Zal yang sudah tidak tahu lagi apa yang harus dia katakan pada muridnya itu.

“Iya pak” jawab Dana berdiri dari kursinya.

“Nofella, kamu juga ikut ke ruang BK!”

Seketika semua murid yang ada di kelas itu menatap ke arah Nofel. Nofel yang tadinya sedang berbicara dengan Ary jadi langsung mengarahkan pandangannya ke arah wali kelasnya itu.

“Saya pak? Kenapa?” tanya Nofel memang tidak mengerti. Dia memang terlibat dalam perkelahian Dana dan Dantos kemaren, tapi itu bukan sesuatu yang bisa membuatnya mendapatkan hukuman.

“Saya tahu kamu tidak terlibat secara sengaja dengan permasalahan kemaren, tapi kamu juga harus tetap ada disana. BK mungkin juga memerlukan info dari kamu” jawab Pak Zal.

Nofel menatap pada Ary selaku orang yang ada di sampingnya sekarang. Kemudian berdiri untuk berjalan menuju dua orang yang ada di depan kelas.

“Maaf pak! Saya rasa Nofel tidak harus mempertanggung jawabkan apapun dalam masalah ini. Dia hanya korban” bela Ary tiba-tiba bangkit dari duduknya.

“Ary, bapak sudah bilang, BK mungkin butuh informasi dari Nofel, karena ada Nofel diantara perkelahian Dana dan Dantos kemaren” jawab pak Zal.

Tidak ada lagi yang bisa dibantah dari pernyataan Pak Zal. Nofel akhirnya juga terseret ke ruang BK bersama Dana.

“Itu tuh, model-model cewek yang sok mau jadi pahlawan kesiangan. Akhirnya dia juga kan yang kena” Nasya berkoar di kursinya setelah kepergian Nofel, Dana, dan Pak Zal.

Ferin yang mendengar jelas kalimat Nasya itu langsung emosi. Tidak terima sahabatnya di jelek-jelekan.

“Kalau gak tau masalahnya diem aja. Bilang aja lo ngiri sama Nofel karena bisa pergi bareng Dana. Heehh, kasian ya, dicampakin masih aja gak tau diri!” balas Ferin penuh emosi, mengingat Dana yang dulu langsung pindah tempat duduk setelah Nasya mengambil tempat duduk Nofel di sampingnya.

Kata-kata Ferin berhasil menyulut emosi Nasya. Dua cewek yang masuk dalam kategori cecannya sekolah itu memang lawan seimbang untuk adu mulut.

“Gue gak pernah kok ngerasa di campakin, Dana cuman butuh waktu buat lebih deket sama gue. Sahabat lo aja tuh yang kecentilan sama Dana, Iiuuhhh” balas Nasya tak mau kalah.

“Masih aja gak tau malu ya? Nyadar diri dong jadi cewek!” papar Ferin dengan intonasi yang sangat jelas.

“Nyolot lo ya...”
Nasya langsung berhambur ke tempat Ferin, bersiap mencakar muka cewek yang sudah membuatnya naik darah.

“Eh...eh... Cewek gue jangan lo pegang-pegang...!”
Rafa datang bagai pahlawan membela Ferin, tubuhnya menghadang Nasya agar tidak bisa menyentuh pacar kesayangannya itu.

“Awas gak! Gue mau garuk mulut pacar songong lo itu” teriak Nasya tepat di depan Rafa.

“Enak aja lo, gue aja belum pernah garuk mulutnya. Lo mau jadi yang pertama? Sorry yee!” balas Rafa masih dengan menjadikan kedua tangannya tameng agar Nasya tidak bisa menjangkau Ferin.

Cause DanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang