9. Hari Sial

62 9 0
                                    

Memang benar apa kata orang, musuhan sama sahabat itu bikin susah. Semua hal kecil terasa berat. Sesuatu seperti inilah yang dialami Nofel sekarang, dia yang awalnya berencana minta tolong pada Salsa untuk mengantarnya pulang jadi batal karena percecokan dingin yang terjadi antara mereka berdua sewaktu di perpustakaan.

Sekolah sudah mulai sepi, hanya tinggal beberapa murid yang melewati koridor tempat Nofel duduk sambil mengutak-atik ponselnya.

“Ageess jemputtt” rengek Nofel mengirimkan pesan suara pada kakaknya.

Tapi jelas-jelas hasilnya nihil, Ages sudah wanti-wanti kepada Nofel tadi ketika masih di jalan menuju sekolah kalau dia tidak bisa menjemput Nofel karena kelas kuliahnya hari ini sampai pukul enam sore.

“Belum pulang lo Fel?” tegur seseorang cewek yang langsung duduk di samping Nofel.

“Eehh, lo Nur. Belum” jawab Nofel loyo.

“Kenapa?”

“Gue tadi gak bawa motor, kakak gue juga masih ada jam kuliah, kira-kira dua jam-an lagi lah.”

“Trus gimana dong?”

“Gatau.”

“Yaahh, sorry ya Fel. Gue juga gak bisa nganter lo. Lo tau sendiri kan kalo gue gak punya kendaraan” ucap Nuri merasa iba sekaligus tidak enak karna tidak bisa menolong sahabatnya yang sedang dalam kesusahan.

“Atau lo telfon Salsa aja, paling tuh anak juga masih deket-deket sini!” sambung Nuri memberi usulan.

“Ogah! Udah gapapa, santai aja. Gue nungguin kak Ages aja deh.”

“Sampe jam enam dong ?”

“Terpaksa” ucap Nofel pasrah. “Gue di kost lo yah nungguin kakak gue.”

Nuri tidak menjawab, hanya berdehem sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal.

“Kenapa? Gak boleh?” tanya Nofel.

“Bukan gitu Fel” Nuri memberi jeda “Besok kan libur” ucapnya kembali merasa bersalah.

Nofel mengerti maksud Nuri. Besok adalah tanggal merah, setelah itu hari Sabtu dan Minggu. Sudah jelas para anak-anak kost akan pulang kerumahnya masing-masing, apalagi Nuri.

“Nuriiiiiiiiii... Tega banget sih lo ama gue” rengek Nofel untuk kedua kalinya.

“Fel, duhhh sorry banget... Kalau gue nunggu sampe jam enam mana ada angkot yang masih jalan Fel, apalagi kekampung gue” tutur Nuri.

“Yaudah deh, gue sendirian aja disini. Kalo sampe gue kenapa-kenapa itu karna lo ya” ancam Nofel.

“Yaaa Fel, yaudah deh. Gue pulkam nya besok aja.”

Tawa Nofel keluar mendengar penuturan Nuri.

“Becanda kok, gue gapapa kali. Gue nunggu di warung depan sekolah kan bisa” ucap Nofel sambil menepuk bahu sahabatnya yang polos itu.

“Dasar, nakut-nakutin gue aja lo.”
Mereka berdua lalu beranjak dari koridor tersebut.

Hati Nofel sebenarnya tidak terlalu setuju kalau dia memang harus menunggu di warung depan sekolah karna biasanya banyak anak-anak dari SMK Bitra, sekolah khusus Putra atau yang biasa disebut STM berkumpul disana. Tapi mau bagaimana lagi, tidak ada tempat selain warung itu. Sangat tidak mungkin jika Nofel menunggu di sekolah sampai jam enam sore. Bisa-bisa dia parno sendiri.

Cause DanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang