Author's POV
Kandungan Ainayya kini sudah menginjak 9 bulan. Menurut Dimas -Dokter pribadi Ainayya- Ainayya akan melahirkan di minggu-minggu ini.
Ini adalah minggu ketiga dari bulan Desember. Ini adalah tanggal 22 Desember dimana hari ini adalah hari ibu.
Ainayya mengelus pelan perutnya. Ari ada di sampingnya. Ari sengaja memutuskan untuk mengambil cuti karena takut Ainayya akan melahirkan sekarang.
"Ri, nanti kalo anak kita udah lahir, kamu harus jagain dia ya, jangan sampe dia kenapa-kenapa," ucap Ainayya lirih.
Ari tersenyum, "Aku pasti bakalan jagain dia dan juga kamu. Kita bakalan sama-sama ngerawat dia sampe dia tumbuh besar," ucap Ari.
Ainayya tersenyum tipis. Lalu, ia merasakan nyeri pada perutnya dan merasakan ada yang mengalir di pahanya.
"Loh, Nayya. Kamu pipis? Kok celana kamu basah?" tanya Ari.
Ainayya menggeleng. Lalu meremas kuay lenhan Ari dan wajahnya sudah dipenuhi oleh keringat.
"Ainayya? Kamu kenapa, sayang? Hei!" ucap Ari.
Lalu Ainayya mengeluarkan air mata, "Sakit, Ri! Hiks, sakit banget," ucap Ainayya.
"Astagfirullah, Ainayya! Ketuban kamu pecah," ucap Ari dan langsung menggendong Ainayya ke mobil dan melajukannya ke rumah sakit.
Selama perjalanan Ainayya hanya bisa merapalkan istigfar dan mengelus perutnya. Tak lama mereka sudah sampai di rumah sakit.
Suster datang dengan membawa brankar, tak lama Dimas pun datang dengan wajah khawatir.
"Suster, cepat bawa dia ke ruangan bersalin ya! Ada dokter Syiffa yang akan menangani," ucap Dimaa pada salah satu suster.
Suster itu mengangguk dan berlalu. Lalu, Dimaa menepuk pelan bahu Ari yang sedang kalang kabut, "Lo haru sabar bro! Sebentar lagi, lo bakalan jadi calon ayah! Cepetan, lo mau ikut masuj?" tanya Dimas.
Ari mengangguk. Lalu ia berlari dan mengikuti para suster yang membawa Ainayya ke ruanhan bersalin.
Di dalam ruangan, Ari tidak tega melihat Ainayya yang kesakitan. Ia hanya bisa terdiam dengan air mata yang bercucuran.
"Ainayya! Kamu harus kuat ya. Sebentar lagi, kamu bakalan jadi seorang ibu," ucap Ari.
Ainayya hanya tersenyum tipis. Lalu dokter Syiffa menginterupsi Ainayya untuk mengatur nafasnya dan harus mendorong kuat bayinya.
"Ya, sebentar lagi mbak! Ayo mbak lebih kuat," ucap dokter Syiffa.
Tak lama suara tangisan bayi terdengar. Memecahkan susana di ruangan yang tegang itu. Tangisan Ari dan Ainayga pun pecah.
"Selamat, putra kalian berjenis kelamin laki-laki. Aku turut senang! Kalo begitu, bayinya biar suster di mandikan dulu ya," ucap dokter Syiffa sambil tersenyum.
Ari mengangguk. Lalu mengecup kening Ainayya pelan dan lama. "Terima kasih untuk semuanya, Ainayya."
Seluruh keluarga juga sudah datang dan menunggu di luar. Bahkan para teman dan sahabatpun ada yang datang.
Bayi Ainayya dan Ari sudah di bersihkan lalu suster menaruhnya di atas dada Ainayya dan membiarkan putra mereka mencari susu ibunya.
Ainayya menatap Ari. Lalu tersenyum. "Ri, makasih untuk semuanya. Aku harap, kamu bisa jagain dia. Dan dia bernama, Athif Refat Shakeer Harir. Panggil dia Athif," ucap Ainayya sambil tersenyum dan mengelus kepala Athif -bayi mereka-.
"Iya, kita akan menjaga dia bersama bukan?" tanya Ari sambil tersenyum.
Ainayya menggeleng lemah, "Tidak. Aku titipkan dia padamu, aku harap kamu bisa mencari istri yang baik dan bisa menjaga Athif dan kamu, Ri. Jaga baik-baik, aku akan merindukan kalian," ucap Ainayya sambil memberikan Athif pada Ari untuk dogendong.
Perlahan mata Ainayya menjadi sayu dan menutup dengan sempurna. Namun, senyumannya tidak luntur dari wajahnya yang cantik dan bersinar. Ari hanya bisa memandang wqjah Ainayya dengan tangisan yang mengalir di wajahnya.
"Ainayya, aku mohon jangan pergi, hiks. Aku butuh kamu untuk merawat Athif. Kenapa kamu meninggalkan kami? Athif membutuhkanmu, Ainayya."
Dokter Syiffa kembali datang ke ruangan Ainayya. Lalu mengecek jantung, nadi dan nafas Ainayya dan itu semua sudah berhenti.
Ari kembali menangis. Lalu ia keluar dari rungan Ainayya dengan berat hati dan wajah sembab.
Diluar semua keluarga sudah menunggu. Ari hanya menatap kosong ke arah mereka.
"Ri, kamu kenapa? Kenapa wajahmu begitu?" tanya bunda Ari.
"Ainayya, sudah tiada," ucap Ari singkat dan dingin.
Semua orang yang ada disana menggelengkan kepalanya tanda tak percaya. Lalu keluarga Ainayya dan Ari memasuki ruangan untuk melihat jenazah Ainayya.
Ari dipeluk oleh Azka. Sahabatnya. "Lo, yang sabar ya! Semua juga butuh proses, gue dan yang lain bakalan bantuin lo buat jagain bayi kalian," ucap Azka.
Kini bayi Ari ada di dalam gendongan Rasyifa. "Namanya siapa, Ri?" tanya Rasyifa sambil menangis.
"Athif Refat Shakeer Harir. Ainayya yang nagsih namanya. Bagus kan?" tanya Ari sambil tersenyum.
Azka, Dimas, Kefan, Ajil, dan Rasyifa mengangguk. Lalu Azka kembali memeluk Ari.
Dimas pun masih tak percaya Ainayya akan meninggalkan dirinya. Ainayya, sahabat manjanya yang pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Jenazah Ainayya di keluarkan dari ruangan lalu dibersihkan di di sholatkan disana. Dan siang nya mereka langsung memakamkan Ainayya.
Tbc
Hah, 2 chap lagi end. Chap 30 sama epilog. Maaf kalo ekspetasi kalian tidak sesuai realita. Dan ini tuh ngawur banget.
Arham
Kamis, 11 Mei 2017 // 9:04 a.m.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] When Mr Badboy Love Miss Muslimah • Ariirhamm
Fanfiction[COMPLETE] Tentang Ari dan Ainayya Tentang mereka, sepasang sahabat sejak kecil yang akhirnya saling mencintai. Banyak halangan dan rintangan dalam kisah mereka. Tapi, akhirnya mereka harus berpisah juga. Sebuah perpisahan yang amat menyakitkan bagi...