Hari yang ditunggu-tunggu tiba, akhir pekan! Semua karyawan sudah stand by didepan kantor. Siap untuk berangkat ke Bali. Ceria, itu yang terpancar di wajah para karyawan. Jarang-jarang mereka mendapat liburan gratis seperti ini. Tidak pasti setahun sekali. Ada yang membawa ayah/ibunya, ada yang membawa adik/kakaknya, ada pula yang membawa istri/suami masing-masing.
"Om!" teriak Nazriel sembari berlari menghampiri Feno.
Dengan sigap Feno menangkapnya dan langsung menariknya ke dalam gendongan. Feno sedikit membenarkan kerah baju Nazriel yang berantakan.
"Om, temanku ikut!" ucap Nazriel dengan penuh semangat.
"Oh ya? Mana?" tanya Feno.
"Itu!" Nazriel menunjuk anak kecil yang sepertinya usianya tak beda jauh dengannya. "Namanya Aran." sambung Nazriel.
"Ah, Aran." Feno mengangguk-anggukan kepalanya.
"Om, nanti duduk sama Ajil, ya?" pinta Nazriel.
"Ajil, nggak boleh gitu." tegur Dini. "Om Feno duduk sama Tante Orys. Kamu juga 'kan ada Aran. Kasian Aran kalau kamu tinggal." sambungnya.
"Tapi..."
"Ajil, inget apa kata mama. Jangan manja, jangan nakal!" marah Dini.
Nazriel memasang wajah cemberut. Ia sembunyikan wajahnya dileher Feno.
"Nggak papa, kok mbak. Ajil biar sama aku." ujar Feno.
"Nggak bisa begitu dong, mas. Mas jangan terlalu menuruti apa mau Ajil. Nanti dia jadi manja."
"Tapi, dia masih anak kecil."
"Justru dari kecil harus di didik dengan baik." ucap Dini. "Ayo sekarang Ajil turun, main sama Aran." pinta Dini dengan nada bicara yang terdengar galak.
"Mbak, nggak papa kok. Kasian Ajilnya. Lagian, Ajil cuma manja sama Kak Feno, kan?" ucap Orys mulai angkat bicara. Ia juga kasihan melihat Nazriel yang terlihat sangat sedih.
"Nggak! Ajil nggak boleh manja. Ajil harus inget kalau dia nggak punya papa." ucap Dini yang langsung membuat Feno dan Orys terdiam.
Dini menarik Nazriel dari gendongan Feno. Nazriel menolak, dipeluknya erat leher Feno untuk mempertahankan diri supaya tak lepas dari gendongan Feno.
"Ajil!" gertak Dini.
"Mbak!" lirih Feno. Sungguh, ia tak tega melihat Nazriel diperlakukan sedikit kasar oleh Dini. Tapi, ia tak punya hak untuk melarangnya. Nazriel adalah anak Dini, Dini yang lebih tau bagaimana cara mendidik anaknya.
💝💝💝
Orys melepas headset ditelinganya. Telinganya terasa sakit karna terlalu lama mengenakan headset. Perjalanan ke Bali masih setengah perjalanan. Hufftt, dan baterai ponselnya tinggal 45%, menyedihkan sekali.
Orys menoleh ke sisi kanan, ia terpaku. Matanya fokus menatap pria yang duduk disampingnya. Seketika Orys tersenyum, bukan tanpa alasan, wajah tertidur Feno sangat lucu. Ya, saat ini Feno tengah tertidur. Kepalanya yang berasandar pada bangku terus bergoyang-goyang karna guncangan mobil. Rasanya, tak pernah bosan baginya memandangi Feno. Ada daya tarik tersendiri yang membuatnya terus dan ingin terus memandang Feno.
Terlintas ide bagus di otak Orys. Ia mengeluarkan ponselnya, untuk mangabadikan wajah tertidur Feno. Orys sedikit kesulitan untuk mengambil gambar Feno. Karna sedari tadi mobil tak berhenti berguncang. Meskipun jalanan terlihat rata, tapi tetap saja akan ada guncangan guncangan kecil. Setelah dirasa pas, jarinya bersiap untuk menekan tombol pada layar ponselnya. Tapi, mobil tiba-tiba berguncang cukup kuat dan membuat tubuhnya condong ke arah Feno. Karna kedua tangannya memegang ponsel, Orys tak dapat menahan tubuhnya dan alhasil tubuhnya menimpa tubuh Feno. Orys memejamkan matanya dengan tangan yang sedikit mengepal. Pasti Feno akan marah padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Days
Teen Fiction#19 General, 01/08/2018 'Dia.... tertawa.' batin Orys. Sungguh, Orys tak menyangka Feno bisa tertawa. Tidak-tidak, semua manusia memang bisa tertawa. Tapi, untuk ukuran orang seperti Feno, rasanya itu sangat sedikit sulit. Tapi, hari ini, ia melihat...