Bab 22 : Last

205 12 7
                                    

Hampir tengah malam. Feno yang mengenakan baju pasien sedari tadi sibuk merangkai kain demi kain flanel hingga membentuk bunga. Beli mungkin lebih mudah. Tapi, itu tidak akan berkesan. Dan, dibanding bunga asli yang hanya bertahan dalam hitungan hari. Feno memilih bunga buatan yang pastinya akan bertahan lebih lama. Ia harus segera menyelesaikannya. Karna, besok ia akan pergi bersama teman-temannya untuk membuat karangan bunga.

"Ck. Dilanjutkan besok saja. Kasihan badanmu." tegur Rafly.

"Mas, aku ini bukan kena sakit kanker atau apapun itu yang nggak boleh kelelahan." jawab Feno.

"Iya, aku tau. Tapi, orang sehat sekali pun juga butuh istirahat."

"Nanti, kalau aku sudah selesai, aku akan istirahat." jawab Feno yang tetap fokus pada karyanya.

"Ya sudah!" ujar Rafly mengalah. "Fen," panggil Rafly pelan.

"Iya." jawab Feno.

"Sebenarnya, pengobatanmu bukan dirawat seperti ini. Infus dan alat medis ini nggak akan berpengaruh. Yang harus kamu lakukan adalah menjalani terapi psikologi." Rafly menyampaikannya dengan pelan dan tenang.

Feno menganggukan kepalanya. "Aku akan melakukan terapi, pasti!" jawab Feno disertai senyuman.

Rafly tersenyum lega. Ia benar-benar bersyukur pada tuhan atas semua ini.

"Oh ya, aku mau tanya. Apa, teman kecilmu ada disini?" tanya Rafly.

"Ada! Dia duduk di sofa itu. Tadi, dia juga membantuku." jawab Feno dengan menunjuk tempat yang ia maksud.

Rafly menatap ke arah sofa yang ditunjuk oleh sepupunya. Hatinya seketika terenyuh. Setitik air mata jatuh membasahi pipinya. Tidak ada siapapun disana. Memang, saat berada diluar, Rafly memperhatikan Feno seperti berbicara dengan seseorang. Tapi, tak ada siapa pun di dalam ruangan. Hanya Feno yang bisa melihatnya. Karna, seseorang itu muncul dari imajinasi Feno.

"Dia, baik, ya?" tanya Rafly lagi. Matanya masih menatap lurus sofa yang kosong itu.

"Iya. Dia sangat baik. Lihat! Dia melambaikan tangan ke Mas Rafly."

Rafly mengangkat tangannya perlahan, lalu melambai kecil. Seperti membalas lambaian tangan seseorang. Tidak, ia tidak bisa melihatnya. Hanya ingin membuat Feno senang. Ya, hanya itu. Perlahan, ia akan membuat Feno untuk menghapus sosok itu dari imajinasi Feno. Hingga Feno bisa sembuh dan kembali hidup normal.

***

Zara melambaikan tangannya pada Feno. Sejurus kemudian ia berlari menghampiri Feno yang sampai dirumahnya lebih dulu. Yap, mereka akan membuat karangan bunganya dirumah Zara. Dan Zara baru saja pulang membeli perlengkapan yang diperlukan. Tak lama setelah itu, Aira dan Indah datang berbocengan. Dengan tas belanja yang banyak pula. Zara terdiam sejenak. Bukan tanpa alasan, matanya melihat tangan kiri Feno seperti tengah menggenggam tangan seseorang. Apa, itu yang dimaksud Rafly? Benarkah? Jadi, sakit seperti itu benar-benar ada? Zara bergegas mendekati Feno dan meraih tangan kiri Feno lalu menggenggamnya erat-erat.

"Eh?" Feno terlihat sedikit bingung.

"Kenapa?" tanya Zara.

Feno menggelengkan kepalanya. Tapi, pandangan matanya tertuju ke sisi kiri Zara.

"Awas!!!!" teriak Daren sambil membawa papan yang sudah dibuat sedemikian rupa untuk menempelkan bunga-bunganya nanti.

"Woi!!" teriak Daren saat Gian mengerem mendadak.

"Hati-hati dong, Ren!" marah Indah.

"Salahin Gian yang bawa motornya." jawab Daren.

"Udah, nggak usah ribut." lerai Aira.

Our DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang