Daren dan gengnya selesai menyantap makanan yang disediakan. Hanya tinggal makanan yang dipesan Orys yang belum dimakan. Sejak tadi, Orys tak kunjung kembali, padahal ia sudah memesan makanam juga minuman.
"Orys kemana, sih?" tanya Aira seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Mencari keberadaan Mahasiswi Bisnis itu.
"Seoertinya, nggak balik, deh." sahut Zara.
"Ren, coba telepon Orys." usul Gian.
Daren menganggukan kepalanya. Dikeluarkannya ponselnya dari dalam saku celananya. Mencari nomor Orys di daftar kontaknya, lalu menghubunginya. Cukup lama Daren menunggu jawaban dari Orys, hingga akhirnya panggilan Daren dijawab. Daren langsung menanyakan dimana Orys berada. Beberapa detik kemudian, Daren mendongakkan kepalanya. Benar, Orys ada di atas sana, seperti yang baru saja Orys katakan. Orys berada di balkon lantai dua penginapan. Ia tak sendirian, melainkan bersama Feno. Keduanya baru saja mengganti pakaian karna basah tadi. Dilihatnya Orys melambaikan tangannya padanya.
"Ck.. anak itu, malah berduaan." decak Aira.
"Jangan-jangan ngambil hp cuma buat alasan berduaan tadi." sahut Indah.
"Biarkan sajalah, cocok juga, 'kan?" sahut Gian.
Daren menjauhkan ponselnya dari telinga. Dengan ragu, bibirnya membentuk seulas senyuman. Dengan perlahan ia mengalihkan pandangannya. Meraih gelas yang ada didekatnya dan menyeruput minumannya yang masih tersisa.
♡♡♡
Feno berulang kali mengacak-acak rambutnya supaya cepat kering. Membuat rambut hitamnya terlihat berantakan. Tapi, itu sama sekali tak mengurangi ketampanannya. Yah, seperti yang selama ini diketahui, orang tampan mau dibagaimanakan juga akan tetap terlihat tampan, bukan? Mungkin itu juga yang terlihat dari sosok Feno dimata Orys. Sedari tadi, senyum Orys tak lepas saat memandangi Feno.
Feno berhenti mengacak rambutnya dan melirik gadis yang ada didekatnya. "Kenapa?" tanyanya.
Orys menggelengkan kepalanya dan tersenyum malu. Malu, karna ketahuan terus-terusan memandangi pria dihadapannya itu. Salahkan saja Feno yang punya aura kuat, membuatnya tak pernah lelah dan bosan memandanginya. Apalagi saat kedua sudut bibir pria itu terangkat ke atas. Rasanya, tak ingin lepas sedetik pun matanya memandang pria itu.
"Sejak awal, aku menyadarinya. Kamu terus memandangiku, kenapa?"
Orys tampak berpikir sejenak, lalu ia menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tau!" jawabnya. "Tapi, aku suka melihatmu. Caramu bicara, caramu tersenyum, caramu memandang. Magnet dalam dirimu terlalu kuat, tahu!"
Feno terkekeh mendengar jawaban Orys. Matanya kini menatap lurus Orys. "Aku suka melihatmu seperti ini." ucapnya.
"Seperti ini?" tanya Orys dengan dahi mengernyit.
Feno menunjuk gelungan rambut Orys. Rambut hitam panjang Orys yang hanya digelung sekali dan membiarkan sisanya dengan bebas terjuntai kebawah. Entahlah, Feno sangat suka melihat perempuan dengan gaya rambut seperti itu. Dari dulu. Baginya, perempuan dengan gaya rambut seperti itu terlihat dewasa, elegan dan berwibawa. Itu juga, mengingatkannya akan ibunya. Ya, ibunya.
Orys terpaku ketika melihat senyum diwajah Feno hilang begitu saja. Kenapa? Perasaan ia tak mengatakan apapun. Kenapa senyuman yang sangat ia sukai itu tiba-tiba menghilang.
"Kenapa?"
Feno tak langsung menjawabnya. Ia terdiam untuk beberapa detik. Bola matanya juga mulai bergerak tak menentu.
"Aku, teringat ibuku." jawab Feno dengan suara pelan. "Dia, sering sekali menggulung rambutnya seperti itu."
"Teringat..., ibumu?" ujar Orys dengan pandangan mata yang tak lepas menatap pria tampan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Days
Teen Fiction#19 General, 01/08/2018 'Dia.... tertawa.' batin Orys. Sungguh, Orys tak menyangka Feno bisa tertawa. Tidak-tidak, semua manusia memang bisa tertawa. Tapi, untuk ukuran orang seperti Feno, rasanya itu sangat sedikit sulit. Tapi, hari ini, ia melihat...