Feno mengangkat tangannya yang dipasangi infus. Ia letakkan kembali tangannya disertai helaan nafas panjang. Kenapa harus berakhir di rumah sakit? Helaan nafas panjang kembali terdengar. Feno mengangkat kepala sesaat setelah mendengar suara pintu terbuka.
"Om!" teriak Nazriel yang berlari menghampiri Feno.
Feno tersenyum lemah. Tangan kanannya terulur menyentuh kepala Nazriel yang sudah berada tepat disampingnya. Meski sering melihat Nazriel, tapi rasa rindu tetap melanda Feno. Karna hampir seharian kemarin ia tak bermain bersama Nazriel. Tangan Feno bergerak, mengusap lembut kepala Nazriel.
"Kamu baik-baik aja, 'kan?" tanya Dini mendekat.
Feno mengangguk kecil. Lalu melemparkan senyuman lembut.
"Kamu kenapa sih, Fen, bisa tengggelam?" tanya Aira.
Feno tak langsung menjawabnya. Hingga beberapa detik. "Aku kram." jawabnya.
"Tapi, kata dokter kamu nggak kram." sanggah Gian.
"Kan kramnya tadi, waktu berenang. Sekarang udah nggak." jawab Feno sekenanya.
Feno mengedarkan pandangannya, memandangi satu persatu orang yang didalam ruangan itu. Tunggu, kenapa rasanya ada yang kurang. Orys dan Daren tidak ikut menemuinya.
"Orys bilang mau ke toilet sebentar tadi." ucap Aira yang seolah mengerti dengan apa yang Feno pikirkan saat ini.
"Ciieee!" Zara mencolek lengan Feno.
"Tadi, Orys yang pertama menyadari kalau kamu tenggelam." ucap Indah.
"Iya?" tanya Feno yang dijawab anggukan oleh teman-temannya. Senyumnya seketika terkembang. Senyum yang terkesan malu-malu. Membuatnya semakin dikecengi teman-temannya.
Dini hanya diam dan mengembangkan senyum saat ada yang menatap ke arahnya. Senyum yang terkesan dipaksakan. Ditariknya nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Mungkin, keputusan yang sudah ia pikirkan semalam itu paling tepat.
***
Orys menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga. Ia pejamkan mata sejenak. Menenangkan pikiran yang kacau. Setelah dirasa cukup, Orys membuka mata dan langsung berjingkat kaget. Bagaimana tidak, tiba-tiba Daren ada dihadapannya. Seperti hantu yang muncul tiba-tiba. Dan, langkah kaki Daren juga tidak terdengar. Atau karna dirinya yang memang tidak fokus?
"Kenapa malah kesini? Mau kencing dibawah pohon?" tanya Daren dengan cengiran jail.
"Heh? Mas Daren, apaan sih. Ngawur." gerutu Orys.
"Ya kamu bilang mau ke toilet. Tapi, malah kesini. Aku pikir kamu mau kencing dibawah pohon. Hehe." Daren cengengesan.
"Ck... memangnya aku hewan apa." dumel Orys. "Lagian, kenapa Mas Daren kesini? Bukannya ikut masuk?" tanya Orys menatap Daren.
"Kenapa kamu malah kesini? Bukannya kamu bilang mau ke toilet?" Daren balik bertanya. Ia tunggu hingga beberapa detik, tak ada jawaban dari orang disampingnya itu.
Daren menghela nafas panjang. Ia dudukkan dirinya pada bangku panjang yang sudah disediakan pihak rumah sakit untuk bersantai. Kedua tangannya ia rentangkan sepanjang sandaran bangku itu. Yah, walau tetap panjang bangkunya dibanding rentangan kedua tangannya. Daren melirik Orys sejenak.
"Saat kamu bilang mau ke toilet, tapi arah langkahmu bukanlah ke toilet. Jadi, aku mengikutimu." ujar Daren yang mulai terdengar serius.
Orys menganggukan kepalanya. Ia beranjak dari tempatnya berdiri. Lalu, duduk berdekatan dengan Daren. Satu hal yang kini ia tau dari sosok seorang Daren. Daren mudah menyadari sesuatu. Hanya dengan melihatnya saja, Daren sudah bisa mengetahuinya. Seperti punya ilmu membaca pikiran seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Days
Teen Fiction#19 General, 01/08/2018 'Dia.... tertawa.' batin Orys. Sungguh, Orys tak menyangka Feno bisa tertawa. Tidak-tidak, semua manusia memang bisa tertawa. Tapi, untuk ukuran orang seperti Feno, rasanya itu sangat sedikit sulit. Tapi, hari ini, ia melihat...