25

951 48 2
                                    

Jimin pov

Aku membolak balikkan berkas yang berada di mejaku, aku memijat pelan keningku sambil membenarkan letak kaca mataku.

Aku berusaha fokus pada pekerjaanku yang menumpuk ini dan menanda tangani semua berkas ini, sangat melelahkan memang di tambah lagi aku terus terganggu dengan pikiranku kepada Sooyoon.

Aku memejamkan mata sebentar sambil menutup berkas yang ku baca tadi, kepalaku hampir pecah melihat semua kekacauan di hidupku ini.

Mulai dari appaku yang mulai terpengaruh dengan teman bisnisnya, aku harus cepat-cepat mengambil posisi appa atau kami akan terjerumus oleh permainan licik para pembisnis.

Dan juga pemikiranku kepada Sooyoon yang selau menjadi bebanku, aku belum mendapatkan kabar apapun dari keluarga Park sekarang. Aku harus cepat-cepat memperingati mereka.

Ku keluarkan benda persegi panjang dari sakuku, dan dengan lihai jariku memainkan layar benda berbentuk persegi panjang itu.

'Tuttt'

'Halo?'

'Halo tuan Park, saya Park Jimin. Bagaimana apa kalian sudah mengatakannya pada Sooyoon?'

'Ah Jimin, akan kami usahakan secepatnya'

'Kapan?'

Lawan bicaraku di sebrang sana terdiam dan aku hanya tersenyum sinis.

'Ingat kalau kau tidak secepatnya maka akan aku katakan semuanya pada Sooyoon, dan jangan harap kalian akan bertemu dengannya'

'Tapi perjanjian-'

'Aku tidak peduli dengan perjanjian itu keparat. Kalian jangan bermain-main denganku'

Langsung ku matikan sambungan telfon dengan tuan Park. Aku berusaha menstabilkan emosiku, dan membuka mataku lagi saat mendengar pintu ruanganku terbuka.

Aku menghela napas, apalagi yang akan dikatakan oleh pria tua ini.

"Jimin-ah" aku hanya menatapnya datar.

Dia duduk di kursi yang ada di depanku.

"Maaf menganggumu bekerja anakku" katanya dengan nada yang tidak aku sukai sama sekali.

"Cepat katakan apa perlumu" kataku dengan cepat.

"Aigoo.. jadi begini, bagaimana-"

"Bekerja sama dengan Tuan Byun?" Selaku cepat dan dia hanya membelakkan matanya.

Aku menghela napasku pelan berusaha menahan emosi.

"Kau sangat tidak becus dengan perusahaanmu  Kim Joonmyun, kau bahkan tidak mengerti bahwa perusahaanmu ini tidak stabil. Kau mau menyetujui kerjasama dengan tuan Byun? Kau mau kita jatuh miskin?" Kata ku dengan tajam.

"Tapi setidaknya menstabilkannya sedikit." Katanya dengan nada bodoh.

"Lalu apa gunanya aku Kim Joonmyun?" Kataku dengan penuh penekanan.

"Kau bahkan tidak memakai margaku dan memakai marga ibumu yang tidak berguna itu. Bagaimana bisa aku bisa mempercayakanmu untuk perusahaanku?" Katanya yang semakin membuatku emosi.

"Aku tidak mau menggunakan margamu karna margamu sangat kotor untuk perusahaan ini, kau berjudi berhutang sana sini. Kau pikir dengan aku memakai margamu dan pembisnis diluar negri tau ini perusahaanmu, apakah bisa kau terus mabuk-mabuk? Apakah kau bisa berjudi dan membayar hutangmu? Kau seharusnya sudah menjadi gelandangan yang tidak tau arah semenjak eomma meninggalkanmu" kataku dengan nada sedikit meninggi.

"JAGA MULUMU JIMIN!" Bentaknya sambil mengebrak mejaku. Aku hanya tersenyum sinis mencium bau alkohol dari mulutnya saat berbicara.

"Kau tersinggung aku mengatakan itu?" Tanyaku sambil menatapnya yang masih mengatur napasnya dengan dada naik turun.

"Cepat atau lambat aku akan mengambil alih perusahaan ini" kataku sambil berjalan meninggalkan ruanganku dan segera berjalan kearah lift untuk menuju parkiran.

Setelah sampai dimobil aku segera menancapkan gas ku dan pergi kemana saja mobilku ini membawaku.

Kenapa sangat berat sekali hari-hari ku ini? Aku marah melihat appaku seperti tadi yang tidak ada sedikitpun mempercayaiku dan juga aku marah kenapa dunia ini tidak adil? Setidaknya Tuhan memberikanku seseorang untuk aku luapkan semua rasa sedih yang ada dalam hidupku.

Aku berhenti di pinggir sungai han, aku duduk di sebuah bangku sambil menatap kosong kedepan dan tanpa sadar air mataku membasahi pipiku. Rasanya sangat berat untukku.

Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku dan aku dengan cepat menepis dan menatap orang itu tajam. Tetapi tatapanku berganti dengan tatapan terkejut. Bagaimana dia ada disini?

"Jimin oppa, kau menangis?" Suara Sooyoon menyadarkanku dan cepat-cepat ku hapus air mataku.

"Tidak, aku tidak menangis" aku dengan cepat berbalik dan kulihat dia duduk di sampingku sambil menatapku.

"Kau sangat kacau oppa" katanya dengan nada hati-hati.

Aku hanya diam menatap kedepan.

"Jangan memendamnya sendiri, ceritakan padaku bila itu membuatmu sedikit tenang" suaranya sedikit menyejukkan hatiku, aku menoleh kearahnya sambil tersenyum miring.

"Boleh ku pinjamkan bahumu?" Tanyaku dan mendapat anggukan dari nya.

Dia segera memelukku dan menepuk-nepuk punggungku pelan.

"Ceritakan oppa" aku hanya terdiam dan mulai menangis. Biarpun aku tidak bisa menceritakan semuanya pada Sooyoon tapi setidaknya ini sedikit menenangkanku.

Pelukan hangat yang selama bertahun-tahun tidak pernah ku rasakan, pelukan yang sama seperti pelukan ibuku saat menenangkanku. Dia benar-benar adikku.

"Sooyoon-ah aku merindukan eommaku" kataku lirih dan aku mendapatkan anggukan darinya.

"Oppa tenanglah aku akan mendengar apapun yang menjadi beban oppa, aku akan meminjam bahuku untukmu oppa" sungguh suara dan kata-kata yang menenangkanku.

'Aku semakin menyukaimu Sooyoon-ah'

TBC

Choose me - Kim Taehyung ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang