Bisakah sekarang Kau memanggilku Tuhan? Tidakkah Kau lihat? Betapa tidak adilnya kehidupanku saat ini. - Ara
♡♡♡
Karna amat sangat terpukul dengan keputusan orang tuanya, Ara terus menerus naik turun taksi. Dia ingin pergi sejauh mungkin, pergi ketempat dimana dia tak perlu lagi bertemu dengan orangtua ataupun Kakaknya.
Sampai akhirnya waktu kini telah menunjukkan pukul 08.00 malam, Arapun memutuskan untuk memasuki sebuah diskotik. Seharian ini hp Ara dimatikan, sedikit penasaran muncul dibenaknya. Apakah ada orang yang peduli saat dirinya tiba-tiba pergi.
Alvaro: Ar, lo dimana? Jadi kan kita berangkat bareng?
Alvaro: Gue udah nelfon lo berkali-kali tapi hp lo gak aktif.
Alvaro: Lo dimana? Nyalain hp lo!! Dikampus gak ada, dirumah juga gak ada.
Alvaro: Awas aja kalo lo ngelakuin hal konyol lagi, gue gak akan maafin lo Ar!!
Sedikit senyum terukir dibibir Clara, ternyata masih ada orang yang mengkhawatirkannya sekalipun itu bukan salah satu anggota keluarga.
Wine, minuman yang Clara pesan untuk menghilangkan stres yang kini mulai menyerangnya. Pelan tapi pasti, Ara mulai merasakan efek dari minuman yang masuk kedalam tubuhnya.
Tanpa Ara sadari, sekarang Al sudah berada di hadapannya dengan ekspresi yang tidak bisa ditebak. Terlihat khawatir, namun juga sedikit terlihat memperhatikan Ara dari ujung kepala sampai kaki.
"Sejak kapan lo disini Ar? Dari tadi lo kemana aja pas hp lo gak aktif?"
"Dari mana lo tau keberadaan gue hah?"
"Ponsel, bukannya ponsel lo udah nyala? Dengan begitu gue bisa tau dimanapun lo berada, sekalipun itu diujung dunia."
"HAHA! Ngapain lo nyari gue Al? Lo mau ngasihanin keadaan gue yang sekarang? Lo boleh ketawa sepuas yang lo mau. Hidup gue sekarang hancur Al. Hiks.. hiks.."
Tangis Arapun pecah, baginya terlalu sakit jika ingat keputusan yang telah diambil oleh orangtuanya.
"Apa yang bikin lo kaya gini Ara? Lo cerita sama gue! Mereka berantem lagi?"
"Eng-gak!"
"Terus kenapa?"
"Mereka mau cerai Al."
"Hah cerai?"
"Aaaaarghtsssss!!!!! Gue benci sama hidup gue!!!! Hikss.. hikss.."
Clara terus menangis meratapi kesedihannya. Kakaknya masuk penjara, orang tuanya sebentar lagi akan bercerai. Baginya, semua itu terlalu sulit untuk dia hadapi. Rasa sakit yang terus menerus menguasai hatinya seakan tak pernah bisa hilang. Seiring dengan kehancuran yang sedikit demi sedikit mendekatinya.
"Stop crying Ara. Sebanyak apapun air mata yang lo keluarkan gak akan pernah bisa ngerubah segalanya."
"Gue tau Al, gue tau! Tapi, kenapa semuanya harus terjadi sama gue Al? Kenapa?"
"Sstt... lo harus tenangin diri lo Ara."
"Gu--e, gu--e.."
Bruk!!!
Karna terlalu banyak minum Clara pun sampai tak sadarkan diri. Melihat keadaan Clara membuat Alvaro mau tidak mau harus segera membawanya.
"Duh, gila! Lo berat banget Ara."
"Lo defresi ya Ar? Iya? Sampe-sampe lo kaya gini."
"Kayaknya gue harus sedikit bermain sama lo Ar."
Alvaro membawa Clara kesebuah kamar hotel. Karena keadaan Clara yang tidak sadarkan diri, membuat Al bisa melakukan apapun sesuka hatinya.
Clara dibaringkan disebuah kasur dan perlahan Al mulai melucuti satu persatu pakaian Ara. Wajah Ara yang begitu tenang membuat Al semakin nafsu untuk menjamah tubuh Clara.
"Erghtss.." Clara mengigau karna merasakan sakit dibagian tubuhnya.
"Ssstt... diem Ar, lo cukup diam dan nikmatin aja oke."
Al terus menerus menciumi tubuh Clara yang kini sudah tidak berbusana. Dia harus melakukan gerak cepat sebelum Clara sadar dari mabuknya.
"Awwwwwww. Eng-hh sa-ki-t."
"Ssusshh.. sakitnya cuman sebentar Ar, ntar juga lo terbiasa." Al kembali melumat bibir Clara dengan ganas, seakan membungkam mulutnya agar tidak bisa mengeluh tentang rasa sakit yang dia rasakan.
Sedangkan dibalik jeruji besi Dafa tiba-tiba teringat akan sosok adiknya. Clara, satu-satunya adik Dafa yang tak pernah muncul dihadapannya setelah Dafa masuk penjara.
Gue harap lo baik-baik aja Ar. - Dafa
Sekarang lo gak bisa lepas dari gue Ara.
- AlvaroMalam itupun menjadi saksi. Saksi dimana Clara harus kehilangan keperawanannya oleh sahabatnya sendiri.
Tbc
Vote and comment guys
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Hurts
RandomMengenalmu adalah kesalahan pertama dalam hidupku. Menjadikanmu sahabat adalah kesalahan kedua dalam hidupku. Mempercayaimu adalah kesalahan ketiga dalam hidupku. Kesalahan-kesalahan tersebut akan selalu aku sesali selama sisa hidup ini.