12

4.8K 103 8
                                    

Bukannya keluar Ara malah masuk kedalam kamar mandi. Dia bukan hanya ingin membersihkan tubuhnya, tapi juga fikirannya. Dia harus membangun lagi benteng agar bisa kuat menahan segala tingkah laku Al. Dengan berbaring didalam bathtub bersama guyuran air, Ara tak hentinya berfikir dan berharap agar Al bisa kembali seperti saat pertama kali mereka saling bertemu.

♡♡♡

"Erghts... suara berisik apa lagi sih itu? Ngelakuin apa lagi sih lo Ar? Shit!!" Al terbangun dari tidurnya karna mendengar suara guyuran air. Dengan amarah yang kembali memuncak Al segera beranjak ke kamar mandi.

"ARA!!! MATIIN AIRNYA!! GUE GABISA TIDUR!!" Namun, teriakan Al tidak membuat Ara bergeming. Ara masih saja tidak menjawab teriakan Al, karna sudah sangat kesal Al langsung mendobrak pintu kamar mandi tersebut.

"Astaga... Ara?" Al sangat terkejut saat melihat kondisi Ara. Dengan tangan yang gemetar Al membawa Ara keluar dari bathtub, tubuh Ara yang mulai membiru dan terbujur kaku membuat Al semakin khawatir.

Dengan kecepatan tinggi, Al langsung melajukan mobilnya menuju ke rumah sakit terdekat. "Ar, lo harus bertahan. Gue mohon."

Setelah sampai dirumah sakit, Ara segera ditangani oleh dokter. Ara yang masih belum sadarkan diri, membuat Al semakin dibuat khawatir. Jika saja saat itu Al tidak segera membawa Ara, mungkin saja nyawa Ara tidak akan terselamatkan. Kini, Ara sudah berada diruang perawatan. Wajahnya yang masih pucat terlihat sangat memprihatinkan. Al terus menemani Ara karna tidak ingin sedikitpun meninggalkannya.

Hampir 2 jam Ara tak sadarkan diri. Bahkan sampai pukul 3 pagi Al juga masih belum tidur, karena dia masih setia menunggu Ara sadar.

"Erghtss...."

"Ara? Astaga akhirnya lo sadar juga." Al langsung memeluk Ara dengan erat. Kali ini dia hampir saja membuat Ara kehilangan nyawanya, dan itu yang membuat Al merasa sangat bersalah.

"Maafin gue Ar, maafin gue." Al tak henti-hentinya meracau meminta maaf kepada Ara, dia tidak ingin hal ini terjadi kembali. Tanpa Al sadari dia terus meminta maaf dengan air mata yang mulai menetes dipipinya.

Al? Nangis? Sebegitu khawatirnya kamu sama aku? Akhirnya kamu kembali Al, kembali menjadi Al yang seperti dulu. Terima kasih Tuhan, terima kasih.

"Sst.. udah Al. Jangan salahin diri kamu sendiri, lagian semua ini karna kecerobohan aku." Ara mencoba menghapus air mata yang ada di pipi Al.

"Kenapa kamu juga nangis Ar?"

"Karna aku seneng kamu khawatir sama aku Al, bagi aku ini adalah hari terindah buat aku---"

"Stop!! Ngapain kamu bilang ini hari terindah? Hari ini kamu hampir kehilangan nyawa kamu dan kamu masih bisa bilang ini hari terindah?"

"Aku gak keberatan jika harus kehilangan nyawa aku sekalipun, kalau hasilnya bisa membuat kamu kembali seperti dulu---"

"Sst..." Al segera membungkam bibir Ara dengan bibirnya. Ciuman yang lembut, sentuhan yang hangat seakan mengatakan bahwa Al tidak ingin kehilangan Ara.

"Permisi saya ha-------" Saat sadar ada Suster yang telah masuk Al langsung menghentikan ciumannya.

"KAMU BISA GAK KALO MASUK KETUK PINTU DULU HAH?"

"Ma-af pak. Sa-ya ti-dak ber-mak-sud ti-dak so-pan. Saya sudah mengetuk pintu, bahkan sampai berkali-kali. Karna tidak mendapat jawaban jadi saya fikir anda tertidur."

"Alah! Alas-----"

"Ssstt.. udah Al jangan marah-marah, lagian ini salah kita. Silahkan masuk Sus, maaf bila perkataan suami saya menyinggung perasaan Suster."

"Tapi Ar------."

"Udah Al, mending kamu urus administrasi aku. Soalnya aku pengen pulang sekarang. Sus boleh tidak jika saya pulang hari ini?"

"Untuk itu sepertinya harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan Dokter. Tapi menurut saya lebih baik ibu dirawat dulu sampai 2 atau 3 hari disini."

"Tuh denger kan Ar? Udah jangan dulu pulang, sebelum kondisi kamu bener-bener sehat. Sus kalo udah meriksanya langsung keluar lagi ya, saya mau melanjutkan apa yang tadi sempat tertunda." Al mencoba menggoda Ara, Suster yang mendengar ocehan Al hanya bisa tersenyum.

"Al kamu apaan sih?" Ara menutup wajahnya yang mulai memerah karna malu dengan tingkah Al.

"Iya Pak, ini juga sudah selesai kok. Apa saya perlu meminjamkan kunci kamar untuk bapak?"

"Hahaha." Mendengar Suster yang menjawab permintaan Al membuat tawa Al pecah seketika. Sedangkan Ara masih menutupi wajahnya yang masih memerah karna menahan malu.

Tak lama kemudian Suster pun meninggalkan Ara dan Al, melihat Suster yang telah beranjak pergi Al langsung menghampiri Ara.

"Aww, duh Ar sakit---." Melihat Al yang tiba-tiba merintih kesakitan membuat Ara langsung khawatir.

"Hah? Sakit kenapa? Mananya yang sakit? Kenapa bisa sakit kayak gitu?"

Cup! Tak tahan melihat wajah Ara yang mencemaskannya, membuat Al gemas sendiri dibuatnya.

"Aku bohong kok, hehe. Cie khawatir sama aku ya?"

"Ih apaan sih? Gak lucu tau Al."

"Yah, jangan ngambek dong Ar. Aku cuman bercanda aelah gitu aja ngambek."

"Au ah! Malesin!"

"Araa ih, jangan marah! Maafin aku-----"

Cup! Kini giliran Ara yang mengecup bibir Al.

"Aku juga bohong kok, aku gak marah. Jadi, satu sama ya."

"Idih, mulai berani ya kamu. Aku cium gak berhenti baru tau rasa kamu."

Mendengar kata cium, Ara langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Tingkah Ara yang seperti anak kecil semakin membuat Al gemas. Pagi itupun mereka habiskan dengan terus bercanda satu sama lain, tak lama kemudian Al tertidur dengan pulas dipangkuan Ara. Sambil terus mengelus rambut Al, Ara tak henti-hentinya bersyukur dan mengucapkan rasa terima kasih.

Terimakasih Tuhan karna telah mengembalikan Al menjadi seperti dulu. Semoga kebersamaan ini bisa terus berlanjut sampai maut memisahkan kami.

































Tbc

It's HurtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang