Twelve

6.1K 621 14
                                    

.
.

"Naruto kau mau berjanji padaku kan?" Naruto menggelengkan kepalanya ketika sang Kakak mulai menutup mata secara perlahan.

"Tidak, Kakak! Kakak! Tidak seperti ini, kumohon bukalah lagi matamu, kak. Kakak!"

Naruto tersentak, ketika dirasanya seseorang memanggil namanya.

"Naruto!"

Untuk beberapa detik pemuda bermata biru itu ling lung. Ia gelalapan dengan nafas yang menderu. Entah karena efek terjaga dalam keadaan tidak siap atau karena mimpi buruk yang di alaminya barusan.

Mimpi?

Mimpi?

Astaga, Naruto berusaha menetralkan deru nafasnya yang memburu.

"Kau baik-baik saja?" tak ada kata-kata yang bisa terucap oleh bibirnya, ketika tubuhnya dalam keadaan menggigil. Naruto hanya memberi sebuah anggukan kecil.

"Tidak apa-apa kak."

Syukurlah, Naruto membathin, tadi itu dia benar-benar takut. Mimpinya barusan seperti nyata, dia yang berbicara dengan Kyuubi tidaklah seperti di dalam mimpi.

"Sebaiknya kau pulang saja Naruto, biar aku yang menginap disini. Kau bisakan membawa Haru bersamamu?"
.
.
Naruto masih kepikiran dengan mimpi yang dialaminya beberapa hari yang lalu, apakah itu adalah sebuah pertanda? Begitulah pertanyaan yang ada di kepalanya.

Naruto menghentikan langkahnya ketika berada di tepi danau, ada sebuah kursi memajang disana, ia pun berinisiatif untuk mengistirahatkan sejenak kakinya yang lelah berjalan.

Masih meneruskan lamunannya seseorang muncul secara tiba-tiba dan membuatnya terlonjak ketika orang itu menepuk bahunya.

Uchiha Sasuke lagi? Berdiri di depannya.

Naruto memicingkan mata, berharap ia tidak salah lihat.

"Bukankah seharusnya kau sudah pulang?"

Naruto menatap hamparan danau buatan didepannya. Menikmati semilir angin yang bertiup lumayan kencang dengan suasana sedikit canggung karena Sasuke duduk di sebelahnya.

"Aku menunda kepulanganku, merasa jika aku masih memiliki urusan disini." Sasuke menjawab.

Dengusan kecil terdengar dari Naruto yang kini tersenyum mencemooh.

"Terserah, akan tetapi kuminta agar kau tidak muncul lagi di hadapanku. Bisakan?"

Sasuke menggeleng lemah.

"Bagaimana jika kukatakan urusan penting itu berhubungan denganmu?"

Naruto terdiam, matanya tidak lagi melihat kedepan.

"Jika itu berkaitan dengan apa yang dulu terjadi. Sebaiknya kau tidak lagi mengungkitnya Sasuke. Aku sudah tidak peduli lagi, aku tidak memiliki waktu untuk melayanimu dan juga masa lalu."

Naruto berdiri, "Aku yang sekarang sangatlah sibuk memikirkan masa depanku. Aku tidak ada waktu untuk melihat kebelakang."

Sasuke menahan tangan sang Uzumaki ketika dirasanya pemuda bersurai pirang itu akan pergi meninggalkannya. Kali ini Sasuke ingin jujur, ia ingin mengatakan semuanya pada si pirang.

"Aku tidak pernah bisa untuk tidak memikirkannya Naruto. Aku selalu teringat dengan apa yang terjadi di masa lalu. Memang bukan apa yang terjadi di antara kita.. Aku tidak pernah bisa meluoakanmu."

Sasuke menatap tangannya yang masih memegang pergelangan Naruto.

"Aku..."

Drrrt ddrrrt ddrrt

Sasuke melepaskan genggamannya ketika Naruto menarik tangannya dengan kasar.

"Halo?" si pirang mengangkat poselnya yang bergetar.

Meski hanya dari sudut matanya tapi Sasuke bisa melihat tubuh Naruto yang menegang. Sepertinya Naruto mendapat kabar yang tidak baik.

Kepala si Uchiha pun dipenuhi pertanyaan 'kenapa?' saat genggaman Naruto pada ponselnya melemah dan menyebabkan benda persegi panjang itu jatuh ke atas tanah.

Sasuke baru saja ingin bertanya apa yang telah terjadi saat Naruto tiba-tiba berlari meninggalkannya.

Sasuke berniat mengejar, namun matanya terpekur pada ponsel Naruto yang masih tersambung dengan seseorang. Ponsel itu masih mengeluarkan suara.
.
.
"Apa yang terjadi?" lirihnya bertanya.

Naruto tidak bisa merasakan kedua kakinya lagi, tubuhnya juga terasa lemas.

Didepan sana Isteri dari kakak sepupunya menangis, menangisi sesuatu yang di tutupi sepenuhnya oleh kain berwarna putih. Naruto jatuh terduduk dengan tatapan tidak percaya. Ia tahu apa yang ada dibalik kain putih itu.

"Tidak mungkin."

Rasanya sakit, sakit sekali. Dadanya terasa sesak. Rasa sakit yang sama ketika dulu ia melihat kedua orang tuanya yang bersimbah darah. Rasa sakit yang sama ketika kedua orang tuanya tidak kunjung membuka mata.

Naruto mengacuhkan beberapa perawat yang menghampirinya, suara mereka terdengar namun tidak begitu jelas. Telinganya sedang tidak bisa mendengar dengan baik karena mendengung, yang terdengar jelas adalah tangisan Shion yang meminta suaminya untuk bangun. Perempuan itu bahkan tidak mengacuhkan puteranya yang juga menangis dalam gendongan salah satu perawat.

Akhirnya Kyuubi pergi meninggalkan mereka.

Tolong bangunkan dia jika ini adalah mimpi buruk yang sama dengan yang sebelumnya.

Love Is You ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang