Liliane meringkuk di sudut ruangan saat Lord Hamsford dengan gencar menggedor-gedor pintu. Liliane masih menangis, masih menyesali nasibnya, masih menyesali kebodohannya.
"Ms. Green? Ms. Green? Ini aku William Huntley, kumohon bukakan pintunya." Laki-laki itu, Lord Hamsford dengan keras kepala bersikeras ingin menemui Liliane.
"Ms. Green, kau dirumah?" ulang pria itu masih di depan pintu rumahnya. Tapi Liliane tetap ingin bungkam. Tetap pada keputusannya untuk tidak menemui laki-laki itu.
"Ah, permisi ma'am. Aku William Huntley teman Ms. Liliane Green. Aku sedang mencarinya. Apa dia ada di rumah?" Liliane mendengar Will bertanya pada seseorang.
"Ow...anda pastilah Lord Hamsford. Saya Patricia Blackwood. Suatu kehormatan apartemen kumuh saya ini dikunjungi oleh anda, my lord." wanita tambun itu menekuk lututnya sopan.
"Kalau begitu kebetulan sekali. Apakah Ms. Liliane Green ada di rumah?" Ulang Lord Hamsford.
"Ya, my lord. Sepertinya Liliane sedang kurang sehat. Tadi pagi-pagi sekali saya melihatnya turun dari kereta mewah milik anda lalu masuk ke rumah dengan wajah pucat."
Dari sekian banyak penghuni apartemen, kenapa harus orang itu? Gerutu Liliane dalam hati.
"Ngomong-ngomong, jika anda memang teman Ms. Green tolong beri tahukan kepada gadis itu untuk segera membayar uang sewa yang telah menunggak 2 bulan." ini yang ditakutkan Liliane. Mrs. Blackwood akan memeras Lord Huntley atas kebelum mampuannya membayar sewa rumah. Karena bagaimana pun penampilan pria itu memang menegaskan statusnya sebagai bangsawan terhormat yang kaya raya.
"Apa ini cukup?" Oh, Tidak. Lord Huntley yang baik hati pasti membayar tunggakannya. Padahal Liliane tidak ingin berhutang pada siapa pun. Dan sekarang dia memiliki hutang terhadap laki-laki itu. Dia benci ini.
"Terima kasih, Sir. Ini lebih dari cukup untuk membayar tunggakan Ms. Green dan sewa untuk 3 bulan kedepan." Liliane dapat mendengar langkah-langkah riang Mrs. Blackwood menghentak lantai kayu untuk menjauh.
Will adalah gentleman terhormat, seorang earl yg kaya. Sedangkan dirinya hanya gadis miskin yg hidup dari berjualan bunga. Mereka bagai langit dan bumi.
Apa yg terjadi kemarin malam adalah kebodohannya. Dia tidak menyalahkan Lord Hamsford. Tak ingin menuntut apa pun dari Lord tersebut. Yg terjadi hanyalah sebuah kesalahan. Liliane berniat ingin menghindari Lord Huntley untuk selamanya lalu menata kembali kehidupannya.
Apakah Liliane tahu konsekuensinya? Tentu. Ada ketakutan menyelimuti kalbu Liliane. Bagaimana masa depannya nanti? Apakah akan ada laki-laki yang akan menikahinya dengan status 'gadis bukan perawan'. Terlebih dia miskin dan yatim piatu. Air mata itu lolos lagi dari matanya.
Bertahun lalu saat usianya baru 16 tahun Bibi Jean berniat menjodohkan dirinya dengan anak pemilik ladang bunga di desa. Liliane menolak karena tidak mencintai pria itu. Sekarang Liliane menyesal. Andai saat itu ia menerima tawaran bibi Jean pastilah saat ini ia hidup bahagia dengan suami dan anak-anaknya, di sebuah rumah kecil yang ada di tengah-tengah ladang bunga. Seperti impiannya sejak kecil. Sedangkan cinta bisa tumbuh seiring waktu.
"Liliane...aku tahu ini semua kesalahanku. Kau pantas membenciku. Tapi terlebih dahulu kita harus bicara."
Baru kali ini lord itu memanggil nama depannya. Terdengar sangat manis.
Liliane menggelengkan kepalanya. Lalu meremas kasar wajahnya.
"Liliane?" suara itu semakin parau. Memanggilnya dari balik pintu. Benar-benar pria keras kepala.
Apakah harus selamanya seperti ini? Liliane menggigit bibir bawahnya. Jika laki-laki itu terus-terusan keras kepala dia selamanya tidak akan hidup lebih tenang. Sepertinya dia harus menerima tawaran laki-laki itu untuk bicara. Setelah itu barulah ia bisa menata hidupnya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be His Countess (END)
Narrativa Storica#7 in Historical Fiction (9.11.17) #4 in Historical Fiction (17.11.17) Liliane Green seorang gadis penjual bunga. Pertemuannya dengan William Huntley, Earl of Hamsford awalnya biasa saja layaknya seorang pembeli dan pedagang biasa. Seringnya sang ea...