15. Promise Is Promise

13.5K 1.2K 57
                                    

Liliane menghembuskan nafas lelah. Ia melepas mantel bulu lalu menyerahkannya pada Albert.

"Apa anda menginginkan sesuatu my Lady?"

"Tidak Albert. Tolong sampaikan saja pada Charlotte aku ingin mandi sebelum bertemu anak-anak."

"Baik my lady." Albert membungkuk patuh.

Liliane baru saja berkunjung ke rumah Mrs. Emma. Mrs. Emma sedang sakit. Liliane ingin sekali membantu tapi Mrs. Emma menolaknya. Katanya mereka tak ingin merepotkan. Tapi demi Tuhan... Mrs. Emma terlihat sangat lemah. Kristy sangat kerepotan mengurus Mama dan adiknya. Sampai-sampai beberapa hari dia tidak masuk kerja baik di toko roti milik Mr. Johanson atau butik milik Madam Elsa. Akhir-akhir ini London memang sedang dihantui wabah penyakit. Belum ada yang tahu penyakit apa itu. Tapi yang rentan terserang adalah masyarakat kalangan bawah. Banyak kematian menghantui mereka.

"Perlukah kita mengirimkan dokter Claymore untuk memeriksa Mrs. Emma?" Tawar William ketika Liliane menceritakan tentang penyakit wanita yang sudah seperti bibinya sendiri itu.

"Kurasa iya. Tapi...aku takut beliau menolak."

"Tidak jika aku yg memintanya. Jika perlu  kita bawa Mrs. Emma ke klinik dokter Claymore agar dirawat dengan layak. Sedangkan Kristy dan Ben sebaiknya tinggal disini."

"Kau sungguh baik Will."

"Jangan berlebihan. Aku hanya berbuat yang seharusnya."

"Tidak Will. Kau benar-benar pria baik sejak awal." puji Lily tulus. "Kau sudah banyak membantuku dan keluarga Mrs.  Emma. Kau juga bersedia menampung Edward disini sampai Violetta menjemput."

"Sudah...sudah...jangan memujiku terus. Aku tak ingin jadi besar kepala." William tersenyum tapi ia sengaja menunduk untuk menyembunyikan rasa tersipunya.

Liliane terkekeh.

Semua yang dikatakan Liliane adalah kebenaran. Will benar-benar orang yang baik. Liliane sempat berpikir William Huntley adalah jelmaan malaikat. Ia beruntung menjadi istrinya.

Istrinya? Ya. Setidaknya Ia akan menjadi istri dari pria baik ini untuk 3 bulan kedepan. Keinginannya untuk lepas dari seorang earl of Hamsford sudah tidak semenggebu dahulu. Perlahan segala perlakuan pria itu membuatnya nyaman. Dan rasanya ia tak tega meninggalkan putranya Lord Christ pada perawatan seorang pengasuh. Tapi janji tetaplah janji. Ia sudah berjanji akan pergi bersama Lily kecil, 3 bulan lagi saat bunga-bunga mulai bermekaran di awal musim semi.

Walau dalam hati kecilnya Ia menginginkan laki-laki itu menahannya pergi. Sebuah lalimat saja dan Ia akan bertahan demi anak-anak, juga egonya.

Sebuah kalimat saja...

Lily segera menggeleng-gelengkan kepala untuk menepis segala keraguannya. Dengan segera Ia keluar dari bak mandi yang airnya mulai mendingin. Charlotte telah menantinya untuk membantunya berdandan.

Malam ini mereka akan kedatangan tamu istimewa. Kedua orang tua Edward akan datang menjemput bayi tampan itu, Violetta dan Philip McDuncan. Dan Philip ternyata adalah adik dari Shane McDuncan, laird dari klan McDuncan. Sungguh semuanya tidak terduga.

Lily mengenakan gaun malam biru tosca, dengan leher yang tidak terlalu rendah. Lengan pakaiannya membungkus sampai ke siku dengan lace warna senada di ujung-ujungnya. Bagian depan roknya juga dihiasi lace berwarna sama dengan ukuran yang lebih besr. Sementara rambutnya disanggul sederhana dengan sirkam berhias mutiara tersemat yang serasi dengan anting mutiara dan kalung mutiara yang bertengger anggun di leher jenjang sang countess.

Terdengar ketukan di pintu. Charlotte segera membukakan pintu kamar countess. Lord William telah berdiri di balik pintu dengan setelan hitam, kemeja putih dan lagi-lagi cravatnya sengaja disamakan dengan warna gaun countessnya. Aura berwibawa seorang earl kental menguar dari tubuhnya.

Be His Countess (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang