Mark Tuan.

3.7K 266 2
                                    

Mark Tuan 17 tahun

Suara erangan beberapa orang yang sedang kesakitan, terdengar memenuhi ruangan ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Suara erangan beberapa orang yang sedang kesakitan, terdengar memenuhi ruangan ini. Beberapa orang berseragam nampak mondar-mandir membawa berkas-berkas yang aku tak tahu apa.

"Nama?"

Aku masih terduduk malas memegangi pipiku yang lebam, dan kuperhatikan sesorang sedang duduk dihadapanku dan leptop di depannya sambil menanyaiku beberapa pertanyaan.

"Nama?" bentaknya lagi.

Aku memperbaiki posisi dudukku, yahh, dimana lagi? Aku sedang berada di kantor polisi, ini yang ke 4 kalinya selama beberapa minggu ini.

"ahjussi kan sudah tahu nama saya, kenapa masih bertanya lagi?, kemarin saya ada disini, 2 hari lalu saya juga ada disini, belum tahu juga nama saya siapa?"

Pak polisi dengan papan nama Park Woojin itu berdiri, dan memukulkan kedua tangannya pada meja kemudian menunjukiku dengan wajah marah...

"Mark..." teriaknya "sudah berapa orang yang kau pukuli sampai sekarang? Ha? Mau jadi preman yah?"

Semua orang terdiam, memperhatikan sumber suara, termasuk 7 orang yang katanya menjadi korban atas ulahku. Apakah aku senakal itu? Atau sejahat itu? Aku hanya berusaha melindungi diriku, 7 lawan 1, benar-benar tidak adil.

Aku membuka kancing seragam sekolahku yang penuh noda, jika eomma tahu tentang seragam sekolahku yang penuh bercak darah, dia akan membuangnya ke bak sampah kemudian menggantinya dengan yang baru, benar-benar pemborosan, mana peduli dia tentang masalahku.

Tiba-tiba, suara pintu terbuka dengan keras, mengambil perhatian semua orang, seseorang berseragam mewah dengan pangkat kolonel memasuki ruangan diikuti 2 ajudannya.

Laki-laki itu melangkah ke arahku. Aku berdiri dari tempatku duduk. Aku tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

Hening.

Tamparan keras menghantam pipi kiriku.

Ini sudah yang kesekian kalinya, aku sudah terbiasa, jika satu huruf saja keluar dari mulutku maka tamparan yang lebih keras akan menghantam pipi yang satunya lagi. Jadi kali ini aku tidak akan protes.

🚨

Namaku Mark Tuan, 17 tahun. Anak bungsu dari 2 bersaudara, kakaku  Reiyan Tuan adalah seorang yang genius, dia kuliah kedokteran di LA. Kami tidak pernah terlihat akrab, aku tidak pernah merasa punya saudara laki-laki.

Ibuku kerja di kejaksaan sedangkan papaku adalah seorang jenderal, mereka terlalu sibuk hingga tak punya waktu hanya sekedar menanyakan kabarku baik atau tidak.

Sekarangpun begitu, disini ditempat ini, di kantor polisi, selalu ada masa dimana aku menghabiskan waktu sehari dua hari berada disini, bukan sebagai polisi atau kolonel seperti papaku tapi sebagai penjahat atau semacamnya, karena alasan aku masih dibawah umur, mereka memilih untuk tidak memberiku hukuman berat.

Aku terlalu kekanak-kanakan bukan.

Papaku, Raymond Tuan, seorang jenderal yang sedang punya tugas khusus di negara orang, mendadak kembali ke negaranya, dan menjemputku disini, terlalu dramatis, ini peristiwa langkah.

Dengan kaku aku menyandarkan punggungku di kursi belakang dalam mobil milik papaku sambil memandang keluar jendela, sedangkan papaku yang duduk tepat diseblahku tetap tegak duduk sambil memandangi supirnya, seperti mengawasinya dari belakang.

"Mark.." ujar papaku tiba-tiba.

Aku menoleh, sudah 3 bulan aku tidak mendengar suara ini.

"Papa sudah membaca berkasmu selama 3 bulan ini, luar biasa" ujarnya menekankan kata luar biasa diakhir kalimatnya

Papa tidak sedang memujiku, aku tahu dia sedang marah. Kualihkan kembali perhatianku keluar jendela, mobil ini dari tadi belum melaju juga, masih betah terparkir rupanya.

"Mau jadi apa kamu?" ujar papaku lagi.

Aku masih diam, kubuka pintu mobil dengan cepat, ingin keluar dari tempat pengap ini, tapi supir papaku lebih lincah mengunci pintu lebih cepat. Akupun mendengus sebal.

"Kamu itu selalu bikin masalah, jika bukan di sekolah, di luar, jika bukan di luar di rumah,  apa maumu sebenarnya? Mau jadi jagoan? Liat darah di seragammu..!" bentaknya menunjuki bercak darah di seragamku "Bagus kamu tidak membunuh orang, kalau sampai itu terjadi, papa sendiri yang akan turun tangan menghabisimu"

Aku masih diam, memandang ke arah supir yang sejak tadi melirikku dari balik kaca mobil, karena kesal kubuka seragamku, menyisahkan kaos oblong putih dan kulempar dengan kasar ke arah supir itu "kenapa melihatku seperti itu?" bentakku kasar. Alhasil supir itu mematung dan aku dapat tendangan dari papaku.

"Aaaaghhhuuu" aku mengaduh kesakitan, tendangan itu tepat di tulang keringku, sial

"Mark.... Mau sampai kapan kamu kekanak-kanakan seperti ini? Aku malu punya anak sepertimu, seharusnya kamu membuat bangga seperti Reiyan, bukan membuat masalah"

Lihat? Setiap kali papa marah padaku, dia selalu membanding-bandingkanku dengan Reiyan.

"ini melelahkan.." ujarku kemudian.

"lelah kamu bilang? Wajar saja, hari ini kamu memukuli 7 orang sampai luka-luka dan papa yang harus tanggung biaya rumah sakit mereka"

Aku kesal, kenapa setiap kali aku melakukan hal seperti ini, selalu saja aku yang salah? padahal aku adalah korban, memangnya papa tidak melihat bahwa aku juga butuh perawatan? Ujarku dalam hati sambil memegangi wajahku yang lebam.

"Sampai papa keluar negeri kamu tidak akan kemana-mana! Paham?"

Aku menoleh, apa maksudnya? "Besok aku sekolah" ujarku cuek.

"tidak ada sekolah-sekolah, ini hukuman"

Aku menganga, alisku naik turun dan masih belum paham, kenapa aku jadi dibatas-batasi seperti ini? Sebelum pertanyaanku keluar, papaku lebih dulu membuka pintu dan mendorongku keluar dari mobil, aku keluar dari mobil dalam keadaan bingung dan masih mempelototi papaku dari balik jendela mobil, jendela itu terbuka dan tas sekolahku melayang keluar, papa melemparku dan aku menangkapnya dalam keadaan masih bingung.

"Kamu kembalilah ke rumah dengan mobil patroli, papa sudah bicara dengan tuan Park, jika sampai kamu punya niat kabur, awas saja, kamu akan mendekam di penjara sampai kamu tidak bisa bicara apa-apa"

Aku menoleh ke arah mobil polisi yang terparkir tidak jauh dari tempatku berdiri, disana tuan Park sudah berdiri sedari tadi seperti ingin memukulku.

A Story Of Why I Love You✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang