bab 9

6.9K 346 2
                                    

Mario bangun setelah tidur cukup lama. " Jam berapa nih ? " tanya nya yang sedang merenggangkan ototnya karena kaku tidur dalam posisi tidak nyaman.

" Jam setengah dua " jawab Dara menoleh dari balik monitor. " Habis ini aku mau ke supermarket beli stok makanan " kata Dara tanpa di minta.

" Saya mandi dulu kalau begitu " Mario pun beranjak ke kamar mandi.

Sepertinya Dara harus membiasakan diri dengan kehadiran Mario di sekitarnya entah itu di rumah atau bisa saja dia muncul di tempat kerjanya, tidak menutup kemungkinan karena sifatnya yang seperti itu, sedikit posesif jika di pikirkan lebih jauh.

Hanya butuh waktu lima belas menit dan Mario sudah siap untuk pergi, dia menggunakan t-shirt warna abu dan celana panjang hitam. Mario menghampiri Dara sambil mengeringkan rambutnya menunggu Dara yang sedang membereskan beberapa buku di atas meja. Dara dapat menghirup aroma tubuh Rio yang mandi menggunakan sabun serta shampo miliknya.

" Pergi sekarang ? " tanya Rio yang ikut menyimpan buku ke rak yang berada di dekat meja.

" Ayo " Dara meletakan buku terakhir lalu meraih sling bag yang sudah berisi ponsel dan juga dompet.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga puluh menit karena terjebak macet, kini mereka sudah berada di swalayan terdekat dengan Mario yang mendorong keranjang belanjaan sedangkan Dara berjalan di sampingnya memilih barang apa saja yang di butuhkan.

" Kamu ada alergi sesuatu ? " tanya Dara yang sedang memilih beberapa ekor udang.

" Gak ada " jawabnya lalu mengambil beberapa ekor cumi " Enaknya di apain ya Nda ? " tanyanya sambil mengangkat cumi berukuran besar itu ke arah Dara.

" Di bakar juga enak tuh " jawab Dara lalu memilih udang lagi sedangkan Mario memasukan dua ekor cumi ke dalam plastik.

Setelah itu mereka mencari bahan-bahan lain seperti sayuran dan buah-buahan serta makanan ringan dengan jumlah yang tidak sedikit.

" Ini untuk stok berapa lama ? " tanya Rio saat melihat keranjang belanjanya hampir terisi penuh.

" Sayur dan buah paling lama dua minggu, cemilan dan lainnya bisa sebulan " Dara menambahkan dua kotak jus jeruk ke dalam keranjang. " Udah yuk " katanya berjalan menuju kasir.

" Yakin gak ada yang mau di beli lagi ? " tanya Mario memastikan.

" Kalau ditanya gitu, kita bisa keliling di sini sejam lagi loh " jawab Dara sambil berbelok ke arah kiri menghampiri freezer es krim, Mario mengikutinya dan tertawa pelan melihat ucapan dan tindakan Dara yang tidak singkron.

Ketika Dara sedang memilih beberapa es krim, terdengar seseorang memanggil Mario membuat Dara refleks menoleh ke sumber suara. Di belakang mereka berdua seorang wanita berpenampilan rapi dan elegan berjalan menghampiri.

" Kamu weekend ini bisa pulang ke rumah ? " tanyanya setelah jaraknya semakin dekat.

Mario hanya berdiri kaku tanpa berencana menjawab, rahangnya sedikit mengeras seperti menahan emosi. Dara memperhatikan interaksi keduanya, mereka terlihat canggung lalu wanita itu mengalihkan pandangannya ke arah Dara.

" Siapanya Rio nih, kok gak di kenalin ? " katanya pada Rio tapi tangannya bergerak untuk menyalami Dara.

" Bukan urusan anda " jawab Rio ketus lalu menarik lengan Dara dan mendorong keranjang belanja mereka.

Dara menoleh meminta maaf atas sikap Rio, wanita tersebut hanya tersenyum maklum.

Selama perjalanan pulang, Mario sama sekali tidak berbicara, raut mukanya masih terlihat tidak bersahabat dan Dara memilih untuk tidak ikut campur atau sekedar menanyakan apapun. Setelah sampai di rumah, Rio membantu membawakan kantong belanja lalu berjalan ke halaman belakang meninggalkan Dara yang menata belanjaannya.

" Rio " panggil Dara dengan sekaleng minuman dingin di tangannya.

Mario yang duduk bersandar membelakangi pintu menoleh. Dara sedikit terkejut karena melihat sebatang rokok terselip di jarinya. " Sini duduk " katanya dan mematikan rokok tersebut.

Dara duduk di sampingnya menyodorkan kopi instant yang dibawanya tanpa berkata apapun, rasanya tak pantas untuk bersikap lebih akrab kalau Mario tidak membuka diri lebih dulu.

Rio meneguk minumannya, diam sejak lalu terdengar hembusan nafas berat. " Yang tadi istri kedua papa " katanya dengan suara dingin.

Pernyataan itu membuat Dara tersedak air liurnya sendiri, untuk memastikan Dara menoleh pada pria di sampingnya yang sedang menatap kosong ke arah dinding.

Lama Rio terdiam. " Gak usah cerita sekarang kalau memang sulit " ujar Dara mengelus pelan lengan Rio karena merasa iba ternyata orang seperti dia pun menyimpan masalah tersendiri.

Mario menarik lengan Dara membawa tubuh kecil itu ke dalam pelukannya. " Sebentar aja, tolong tetap begini " katanya dengan suara lirih melingkarkan kedua tangannya di pinggang Dara.

" Yo, kamu mau makan apa ? kita belum makan siang " tanya Dara mencairkan suasana.

" Hmm, cumi yang tadi please " pinta Rio perlahan melepaskan pelukannya.

" Ok, tunggu sebentar " Dara beranjak ke dapur meninggalkannya sendirian.

Kemampuan Dara di dapur memang tidak bisa di bilang pintar, dia hanya bisa masak beberapa macam makanan sederhana. Untuk mengolah cumi yang rencana nya akan dia bakar itu pun dia menghabiskan waktu setengah jam untuk mencari resep belum lagi menonton tutorial membersihkan tinta cumi. Dara hanya berharap kalau cuminya tidak meninggalkan bau amis yang begitu kuat.

Dara mengelap keringat di pelipisnya, membuang nafas kasar karena untuk memasak cumi saja dia menghabiskan waktu satu jam setengah dengan beberapa bagian yang menghitam karena terlalu lama di bakar.

***

" Wah, kamu bisa lihat view begini setiap malam " ujar Rio memandang jauh ke depan.

" Dari rumah mu harusnya jauh lebih bagus " Dara berdiri di samping Rio dengan secangkir coklat panas.

" Di rumah viewnya bukan city light, tapi hutan pinus " Rio memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana, menghalau rasa dingin karena angin yang berhembus kencang. " Ngomong-ngomong kenapa suka lihat city light ? " tanya Rio penasaran.

" Entah yah " Dara terlihat sedikit berfikir. " Setiap kali aku lihat lampu-lampu itu bersinar dari jauh rasanya tenang, perasaan aku rasanya penuh " lanjutnya lalu meminum perlahan coklat panasnya.

Semakin malam angin berhembus semakin kencang membuat udara terasa jauh lebih dingin, Dara dan Mario kini duduk bersebelahan di sebuah ayunan kayu dengan selimut menutupi badan mereka berdua.

" Mama sudah lama meninggal " kata Rio perlahan setelah mereka diam cukup lama. " Waktu itu saya masih umur sepuluh tahun" lanjutnya dengan pandangan menerawang ke masa lalu.

" Bahkan sebelum empat puluh hari, papa membawa wanita lain ke rumah dengan anaknya yang sebaya dengan saya " terdengar sangat jelas perasaan terluka ketika Mario menceritakan hal tersebut, Dara mendekat melingkarkan tangannya ke tangan Rio lalu menyandarkan kepalanya di sana.

" Saya gak suka ketika mereka berdua mengambil tempat di rumah kami, membuat papa membagi perhatiannya dan meminta saya untuk menerima kehadiran mereka sebagai keluarga " tangan Rio bergerak pelan mengelus rambut Dara yang bersandar padanya.

" Dengan anaknya pun saya tidak pernah akrab, rasanya kesal ketika mereka menikmati hasil kerja papa dengan sesuka hatinya " tangan Mario terasa menegang mungkin karena luka di masa lalunya yang kembali di ungkit. " Besok nengok mama yuk " Rio menatap Dara.

" Ayo, kamu kangen yah " tanya Dara dan sorot mata Rio mulai melembut.

" Besok berangkat pagi ya, karena tempatnya lumayan jauh dari ini " katanya lalu menatap langit gelap yang tak berbintang.

ANANDARA ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang