bab 10

6.8K 352 2
                                    

Hari minggu pagi, seperti yang sudah direncanakan mereka berdua sudah siap pergi dari jam enam pagi. Mobil yang dikendarai Rio bergerak ke arah timur kota Bandung. Dalam perjalanannya Mario tidak banyak bicara, dia hanya fokus pada jalanan yang dilaluinya. Setelah perjalanan yang sangat panjang mobil yang dikendarai Rio memasuki jalan yang lebih kecil hanya muat untuk satu kendaraan, mobil berbelok ke kiri memasuki area pemakaman umum.

Mario keluar lebih dulu, Dara berjalan mengikutinya dari belakang tapi baru beberapa langkah berjalan Mario berhenti kemudian berbalik dan meraih tangan Dara, menggenggamnya pelan namun terasa nyaman.

Mereka berjalan menyusuri beberapa blok pemakaman hingga Rio mulai mengajaknya memasuki area pemakaman di bagian dalam dan berhenti di samping nisan yang bertuliskan Sofia Ambarwati.

Mario berjongkok di samping nisan tersebut. " Assalamualaikum ma, apa kabar ? " ucapnya seraya mencabuti rumput liar di sekitar makam. " Maaf sudah lama tidak kesini " suaranya mulai bergetar. " Hari ini Rio gak datang sendiri " dia pun melirik Dara yang ada di sisi kanannya.

" Kenalkan ini Nanda, calon istri Rio " katanya membuat Dara terkejut dan ingin protes. " Gimana ma, cantikan ? " tanya Rio pada nisan ibunya membuat Dara merasa sedih mendengar Rio terus berbicara sendiri.

Dara menarik tubuh besar Rio, memeluknya dari samping dan tangisan Dara mulai pecah membuat Mario ikut menangis bersamanya.

Belum pernah Dara merasa di tinggalkan oleh keluarganya, melihat Mario yang begitu merindukan ibunya membuat perasaanya ikut terluka. Pikirannya berkelana jauh bagaimana nanti jika dia di tinggalkan oleh orang tuanya, Mario saja laki-laki yang terlihat angkuh dan otoriter begitu rapuh di hadapan nisan ibunya.

" Kita berdoa dulu ya Nda " ajak Rio yang sudah bisa menenangkan diri dan menyeka air mata di wajah Dara.

Mario memimpin doa yang cukup panjang, sementara Dara hanya menunduk diam hanya melafalkan al-fatihah saja karena sisanya yang di ucapkan Rio tidak di ketahuinya.

Selesai membacakan doa mereka mencabuti rumput liar yang tumbuh di sekitar makam, angin sejuk perlahan berhembus membuat perasaan mereka sedikit lebih tenang. Mario duduk bersila diatas tanah, menatap kosong pada nisan ibunya.

Matahari sudah berada di puncak saat Dara hampir tertidur karena angin sepoi-sepoi yang bertiup di sekitar pemakaman sedangkan Mario masih betah duduk di samping nisan ibunya.

Krucuk krucuk terdengar suara aneh membuat Mario berpaling, dan Dara meringis menahan malu.

" Duh maaf, waktunya kawanan singa makan ya " ujarnya lalu mengusap rambut Dara dengan sayang. " Ma, kita pulang dulu yah, nanti kita datang lagi " katanya berpamitan.

Mereka meninggalkan area pemakaman yang cukup luas itu, Rio menjalankan mobilnya menyusuri jalanan yang sama seperti tadi. Lalu lintas di kawasan Bandung Timur memang selalu padat setiap hari, lampu merah yang lama juga menjadi salah satu penyebab kemacetan. Mario berhenti di tempat makan terdekat yang mereka lihat, sebuah rumah makan khas sunda menjadi pilihannya.

" Makan di sini gak masalah Nda ? " tanyanya sambil mematikan mesin mobil,

" Mau ikan bakar Yo " Dara melepaskan seat belt nya dengan cepat dan meraih tasnya.

" Kebiasaan, pertanyaan dan jawaban gak pernah singkron " kata Rio sembari turun dan menutup pintunya perlahan.

" Eh, masa sih " jawab Dara tak sadar tapi tetap saja cuek berjalan menuju rumah makan.

" Tahu ah, kamu aneh " Rio merangkul bahu Dara, wajahnya sudah tidak semuram tadi.

" Tapi suka kan ?" godanya pada Rio yang di balas dengan cubitan pelan di pipi mulus Dara.

Suasana rumah makan begitu ramai ketika Dara dan Mario masuk, mereka berkeliling mencari meja yang kosong, hingga menemukan satu meja di bagian luar yang berbatasan dengan kolam ikan.

Setelah memesan beberapa menu makanan mereka berdua mengobrol santai tentang banyak hal, di lihat dari caranya bicara perasaan Mario sepertinya sudah tidak seburuk tadi siang.

***

Matahari sudah condong ke barat ketika Mario mengantarkan Dara pulang lalu dia berpamitan setelah memastikan gadis itu masuk ke dalam rumah dengan aman.

Ada sebuah pesan dari Davi yang masuk setengah jam yang lalu. " Kenapa gak pulang, nanti gue ke rumah bawa masakan mama " bunyi pesan tersebut, yang segera di balas Dara karena ada urusan pribadi.

Akhir pekan yang melelahkan telah berlalu, Dara mengistirahatkan tubuhnya setelah perjalanan panjang dari timur ke utara.

Hari senin, hari yang baru. Mario memasuki lobby Yash Corp, beberapa orang yang berpapasan dengannya menunduk memberi hormat sementara Mario tetap berjalan dengan angkuh menuju lift. Sesampainya di ruangannya di lantai tujuh belas, Mario sedikit terkejut karena Pak Iskandar sudah menunggunya di salah satu sofa sedang membaca surat kabar pagi.

" Pagi pah " sapanya lalu duduk di sebrangnya.

" Papa ke rumah kamu kemarin " balas Pak Iskandar sembari meletakkan surat kabarnya diatas meja.

" Oh, lalu ? " tanya Rio merasa bisa menebak kemana arah pembicaraannya, bukan mengenai pekerjaan pasti karena wanita tempo hari.

" Kalau kamu punya pacar, bawa ke rumah kenalkan sama papa dan Ibumu " Pak Iskandar berdiri, merapikan jasnya hendak keluar ruangan.

" Papa udah kenal sama orangnya " katanya santai berjalan ke arah meja kerjanya.

" Siapa ? " tanya Pak Iskandar penasaran.

" Nanti saja di rumah " jawabnya tanpa melihat ke arah orang tuanya.

Pak Iskandar hanya menarik nafas panjang, dia hanya berharap sikap Rio setidaknya berubah.


ANANDARA ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang