bab 37 - republish

4.2K 213 1
                                    

Restaurant dengan interior bertema industrial yang di dominasi warna hitam dan putih di kawasan Bandung Utara ini tidak hanya menyajikan makanan yang nikmat tapi juga pemandangan yang luar biasa bagus, dengan dinding yang hampir seluruhnya menggunakan kaca sehingga para pengunjung dapat menyaksikan pemandangan city light dari atas sana.

Seorang waiters membawakan dua mangkuk sup yang berisi potongan daging dan sayuran seperti wortel, paprika, dan kentang yang disajikan dengan saus tomat dan beberapa potong roti, saat Dara dan Rio baru saja akan menikmati hidangannya, seorang wanita dengan gaun longgar masuk ke restaurant dan memandang berkeliling. Dia memilih meja di dekat Rio lalu meletakan tasnya.

Beberapa saat setelah dia duduk, dia berseru kaget saat melihat ke arah meja Rio. Kemudian bangkit kembali dan menghampiri meja itu.

"Hai." sapanya dengan suara riang, Dara menoleh dengan sangat enggan dan menatapnya tanpa berniat untuk menjawab sapaan wanita itu.

Rio melihat sikap Dara yang antipati terhadap wanita dengan gaun longgar bermotif floral yang berdiri diantara mereka, pandangan yang ditunjukan Dara seolah merasa jijik dia sama sekali tidak tertarik untuk tersenyum.

"Apa kabar Ra?" tanya wanita itu lagi dengan senyum yang semakin merekah, Dara kembali mengabaikannya.

Dara meraih sendoknya dan memilih untuk melanjutkan makan malamnya yang tertunda karena kedatangan orang tersebut, merasa tidak di tanggapi wanita itu pun berbalik melihat Rio yang sedari tadi hanya memperhatikan dua wanita yang sepertinya tidak berhubungan baik itu.

"Pak Mario dari Yash Corp bukan ya?" tanyanya tanpa merasa canggung.

Tangan Dara berhenti diudara saat mendengar ucapan wanita itu, dia meletakan kembali sendoknya. Menatap Rio dengan alis terangkat. Sementara Rio hanya tersenyum simpul.

"Dalam rangka apa nih makan malam berdua sama Anandara?" kembali tanpa merasa malu wanita itu bertanya dengan rasa ingin tahu yang tidak bisa ditutupinya.

"Mau apa lo? pergi sana, ganggu tau enggak." usir Dara dengan nada ketus, merasa jengah dengan sikap tidak tahu diri dari wanita itu.

"Kenapa sih Ra?" tanyanya lembut yang justru membuat Dara semakin merasa muak.

"Ayo makan sayang, nanti supnya dingin." ucap Rio menghentikan perdebatan dua wanita muda itu.

"Sayang?" wanita itu terkejut mendengar ucapan Rio yang ditujukan pada mantan temannya itu.

Dara tersenyum sinis merasa menang atas situasi yang menjengkelkan itu.

"Bisa tolong tinggalkan kami?" pinta Rio terdengar sopan namun penuh penekanan.

Wanita itu masih berdiri di sana sampai beberapa saat kemudian seseorang menghampirinya, bertanya dengan suara yang sangat tidak asing bagi Dara.

"Rania ngapain kamu disini?" suaranya terdengar tidak suka. Dan berhasil membuat Rio menatap padanya.

"Cuma nyapa teman lama aja." jawabnya acuh dengan sangat riang kemudian mendekat pada laki-laki yang baru saja datang "Ayo sayang." ajaknya lalu mengapit tangan pria itu.

Pria itu berusaha menjauhkan tangannya dengan gerakan yang sangat halus, tapi Dara menyadari hal itu dan tersenyum sinis.

"Bawa cewek lo pergi." ucap Rio dengan suara dingin. Lalu mereka berjalan menuju meja di sampingnya, duduk di sana dan memesan makanan.

Dara kembali meraih sendoknya, sebelumnya dia melihat Rio terlebih dahulu menelisik raut wajahnya setelah kedatangan dua orang yang sangat tidak ingin ditemuinya tapi Dara tidak menemukan ekspresi apapun disana, wajahnya terlihat tenang dan serius seperti biasa. Dan Dara selalu terpesona dengan wajah serius itu.

"Mari makan." ucap Dara dengan senyum terbaiknya.

Udara malam terasa dingin dan menyegarkan, diantara ramainya pengunjung restaurant malam itu di salah satu meja yang agak jauh dari pandangan orang lain duduk seorang pria sendirian menikmati makan malamnya dengan santai tapi matanya tidak pernah lepas dari dua orang yang duduk tidak jauh dari tempatnya berada.


***


Langit siang itu jernih tanpa awan tapi matahari tampak ragu-ragu untuk menunjukan dirinya, Dara sampai di pelataran parkir Yash Corp dengan Gilang yang selalu menemaninya. Dara melangkah dengan penuh percaya diri menghampiri meja receptionist.

"Saya ada janji dengan Ibu Maria dari divisi Purchasing." ucap Dara dan menyodorkan kartu identitasnya.

Wanita cantik itu mengambil kartu identitas milik Dara "Baik, ditunggu sebentar." lalu berkata dengan senyumnya yang menawan. Kemudian dia duduk di depan komputernya mengetikan sesuatu untuk beberapa saat.

"Silahkan." suara lembut itu mengintrupsi Dara yang sedang memeriksa buku catatannya, dia melihat wanita itu memberikannya sebuah ID card untuk pengunjung, Dara meraihnya lalu berjalan menuju lift.

Wanita dengan blazer dusty pink itu sedikit menunduk seperti memberi hormat pada Gilang yang berada di belakang Dara.

"Kok Pak Gilang sama cewek yang tadi?" tanya receptionist itu pada rekannya.

"Dia yang waktu itu pernah nyariin Pak Mario juga bukan?" wanita yang lain menimpali dan mereka bertiga menatap kepergian Dara dengan rasa ingin tahu.

Sesampainya di lantai tujuh, ruangan besar itu masih sangat ramai dengan suara riuh rendah dari berbagai sudut. Begitulah ruangan yang penghuninya kebanyakan kaum wanita. Kali ini Gilang menunggu di sofa yang terletak di dekat jendela, dari sana dia bisa melihat jelas ke bagian dalam ruangan di depannya.

Dara menghampiri salah satu dari mereka yang tengah mengobrol. "Permisi, mejanya Bu Maria disebelah mana yah?"

"Tuh meja di baris ke empat yang ada vas bunganya." jawabnya cuek, lalu tanpa berterima kasih Dara pun meninggalkan wanita itu yang masih asik mengobrol tanpa peduli dengan jam istirahat yang sudah berakhir sepuluh menit lalu.

Wanita dengan kemeja garis-garis berwarna biru tua itu mempersilahkan Dara duduk di hadapannya tanpa suara karena dia sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya.

"Saya minta barangnya dikirim hari ini ya Mbak sesuai pembicaraan kemarin." katanya dengan orang di seberang sana.

"Ya, terima kasih." lalu wanita yang sudah kelihatan berumur itu mengakhiri panggilan teleponnya. Tersenyum ke arah Dara dan mengulurkan tangan "Maria, dengan Mbak Anandara betul?" wanita itu memperkenalkan diri dengan sopan.

Dara membalas jabatan tangannya yang terasa hangat, "Betul Bu." jawabnya seraya tersenyum.

"Maaf mengganggu waktunya, tapi ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan untuk keperluan pembuatan program baru." kata Dara mengeluarkan buku catatan berwarna coklat gelap dari dalam tasnya.

"Oh iya kemarin saya sudah dihubungi oleh AjvideGlo yah, memang sebetulnya untuk program yang sedang kami pergunakan saat ini agak kurang efisien, terlalu berbelit-belit sementara saya butuh yang lebih praktis." ucapnya kemudian membenarkan letak kaca matanya yang menurun.

"Betul, maka dari itu saya ingin mendengar dari pihak Ibu, prosedurnya seperti apa agar bisa kita buatkan program yang lebih bisa membantu." Dara mencondongkan sedikit tubuhnya, siap untuk mendengarkan penjelasan dari wanita yang berkarakter tegas itu.

"Kita tidak bisa membuat Purchase Order jika RAPnya belum di input ke program, sementara RAP itu bukan bagian dari tanggung jawab saya. Dan untuk Purchasing sendiri kita ada sepuluh prosedur dan dua belas form." Maria mengambil jeda sebentar lalu mengamati wajah Dara yang sedang menulis di bukunya.

"Bisa tolong di sebutkan masing-masing prosedurnya?" Dara bertanya sekali lagi, dan kali ini dia tidak sengaja melihat Maria yang dengan jelas sedang memperhatikannya, membuat Dara merasa tidak nyaman dengan tatapan menyelidik itu.

"Baik, saya jelaskan secara rinci." Maria menarik nafas panjang sebelum memulai menjelaskan berbagai macam prosedur yang dijalankan Yash Corp untuk divisi Purchasing yang dipimpinnya.

Tanpa disadari ruangan yang tadinya riuh rendah oleh berbagai obrolan kini sedikit terdengar tenang, suara tuts keyboard terdengar lebih mendominasi meskipun beberapa celotehan masih terdengar dari beberapa meja.

Dara sibuk mencatat semua penjelasan yang diberikan Maria, alur kerja yang sedikit rumit dibandingkan perusahan lain yang pernah ditanganinya. Semua form memiliki format tersendiri yang membutuhkan approval dari orang yang bertanggung jawab atas semua itu.

Maria meminta Dara untuk melihat contoh-contoh form yang biasa digunakannya, setidaknya dibutuhkan empat tanda tangan untuk satu form pembelian. Sementara pembelian itu pun dibagi lagi menjadi beberapa sub divisi. Alat, material, dan kebutuhan office ditangani oleh orang yang berbeda.
Dara membaca dengan serius semua dokumen yang diberikan Maria padanya, dia ingin hari ini segera berlalu karena merasa tidak nyaman dengan tatapan Maria yang seolah bersahabat tapi terlihat mencurigakan.

Tiba-tiba saja ruangan besar itu hening, hanya ada suara beberapa orang yang sedang melakukan panggilan telepon untuk melakukan konfirmasi pemesanan barang. Tentu saja itu membuat Dara merasa lebih nyaman dan lebih mudah untuk memahami semua dokumen pembelian itu.

Terdengar langkah sepatu yang beradu dengan marmer berjalan mendekat ke arah meja Maria, tapi Dara mengabaikannya merasa tidak berkepentingan dengan orang lain, dia tetap fokus pada apa yang sedang dikerjakannya sekalipun dia melihat ujung sepatu hitam mengkilap berdiri tepat di sampingnya.

"Cowok ternyata." pikir Dara, kemudian dia membalik halaman bukunya.
Dara memekik terkejut dan tubuhnya refleks mundur saat tangan dari orang yang berdiri di sampingnya itu membelai kepalanya.

"Ada kesulitan Nda?" tanyanya dengan suara lembut yang tidak pernah dia tunjukan pada karyawan di perusahaan itu.

"Ya allah, bikin kaget aja." balas Dara dengan suara pelan dan matanya mencuri pandang pada Maria yang menatapnya penuh penasaran.

Tangan Mario masih berada di kepala Dara, mengelusnya dengan sayang di hadapan para karyawan wanita yang menyukainya.

"Yo, bentar lagi selesai nih. Kamu tunggu di luar aja, di liatin orang-orang tuh." pinta Dara sedikit merajuk, yang justru semakin membuat orang-orang yang berada di dekatnya penasaran dengan hubungan yang mereka miliki.

Tanpa menghiraukan permintaan pacarnya, Rio meraih kertas-kertas yang sedang dibaca Dara. Tangan kirinya dia letakan di bahu Dara dengan santai. Sementara Dara merasa khawatir dengan tatapan orang lain karena urusannya dengan Yash Corp masih belum selesai, kemungkinan besar dia masih akan sering bertemu dengan mereka.

"Oh, sial." umpat Dara pelan, yang sebenarnya masih bisa di dengar Mario.

"Kenapa sayang?" tanya Rio dengan sengaja, wajahnya tersenyum yang sekali lagi tidak pernah ditunjukan pada siapapun di perusahaannya.


ANANDARA ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang