Bab 42 - republish

4.2K 190 4
                                    

Rona merah bercampur orange terlihat mempesona di langit sebelah timur, sedari tadi mata Dara tidak mengalihkan pandangannya dari sinar matahari yang mulai naik, langit gelap yang mulai menghilang digantikan dengan cahaya terang.

"Hangat." ucap Dara lirih saat sinar matahari itu menerpa kulit pucatnya.

"Pelan, orang mau nyebrang tuh." kata Rio memperingatkan Davi, sejak mereka mulai meninggalkan rumah Rio terus merasa was-was dengan cara Davi mengemudikan mobil yang sering mengerem mendadak.

"Yaaaa." jawabnya patuh, dan menurunkan laju mobilnya secara perlahan dengan wajah yang sangat serius.

"Motor sama mobil kan sama aja, kok lo canggung gini sih." protes Rio untuk yang kesekian kalinya.

"Sama apanya?" matanya melirik tajam pada Rio namun hanya sebentar karena dia harus kembali fokus pada jalan di depannya.

"Eh dia masih belum bisa parkir loh." tambah Dara dari arah belakang kemudian tertawa pelan.

"Payah." ejek Rio.

"Sialan lo, awas aja ntar gue ajakin balapan motor." tantang Davi tidak terima.

"Ayo." balas Rio tidak mau kalah.

"Jangan macem-macem, jatuh baru tahu rasa kalian." cegah Dara.

"Namanya juga cowok." jawab mereka kompak.

"Awas kalau bener balapan, gue bilang Papa." ancam Dara pada keduanya.

"Dasar, aduan lo."

"Biarin."

Mobil itu melaju dengan kecepatan 20 km per jam, sawah dan deretan pohon di pinggir jalan terlihat bergerak pelan.

"Ngebut Vi, udah laper nih." protes Dara karena sebelum meninggalkan rumah mereka hanya minum segelas teh hangat.

"Katanya tadi suruh pelan, gimana sih." ucap Davi dengan konsentrasi penuh.

"Eh bego, kan yang nyebrangnya udah lewat." kesal Rio pada laki-laki bertato di sebelahnya itu.

"Oh ya bilang dong kalau suruh ngebut lagi." jawabnya acuh, dan mulai menaikan kecepatan mobilnya kembali.

"Kok kesel yah." ujar Dara dan menghempaskan tubuhnya, yang kemudian dijawab dengan cengiran konyol saudara kembarnya.

Lagi-lagi Rio mendesah pasrah, ternyata bukan cuma Dara yang kadang tingkahnya sulit di tebak tapi ternyata Davi juga sama aja.

Jalan mulai menanjak, udara pun terasa mulai sejuk bahkan lebih terasa dingin. Tak berapa lama kemudian terlihat sebuah bangunan dua lantai dengan jejeran pohon cemara di bagian depannya yang di fungsikan menjadi pagar, memisahkan banguan tersebut dengan jalan utama.

Mobil yang dikendarai Davi berbelok memasuki halaman penginapan tersebut, berbelok ke samping dengan jalan lebih kecil dan berhenti di depan teras depan.

Davi melepas seat belt, kemudian membuka pintu sebelum dia berhasil keluar, Rio terlebih dahulu mencekal tangan kirinya.

"Parkir yang benar." katanya meminta Davi untuk tidak turun.

"Duluan ya semuanya." Dara terlebih dahulu turun meninggalkan dua laki-laki itu.

"Hehehe kan enggak bisa Yo, lo aja ya. Ntar lagi deh gue belajarnya." Davi hendak melarikan diri, kakinya sudah turun menginjak tanah.

"Gue ajarin sekarang, buruan." tahan Rio.
"Ah elah." keluh Davi merasa malas, namun tetap saja dia menuruti perintah Rio, menutup kembali pintunya dan memposisikan diri siap untuk memarkirkan mobilnya.

ANANDARA ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang