13

43 6 1
                                    

LAYAR televisi di atas bus kota itu menyala.

"Sungguh mengerikan kasus pemerkosaan yang terjadi tiga hari yang lalu. Seorang wanita digiring oleh sembilan pria. Sungguh tak manusiawi," ungkap seorang pengamat kasus asusila di layar televisi.

Pak Tiyo memperhatikan acara televisi itu. Dia sedang menuju Ibu Kota dengan menumpang bus kota.

Pengamat asusila terus bicara di layar televisi.

"Aborsi sudah menjadi bagian dari hal biasa dalam dunia modern ini. Tidak ada yang melarang, bahkan orangtua memberikan ruang kepada anaknya untuk melakukan hal yang demikian."

"Apa maksudnya orangtua memberikan ruang kepada anaknya untuk melakukan hal itu?" tanya seorang pembawa acara.

Pengamat kasus asusila itu adalah seorang Profesor yang sangat terkenal. Setiap hari dia mengadakan sosialisasi pendidikan seks pada anak-anak dan remaja. Dia selalu berharap anak-anak dan remaja tidak salah dalam melangkah, terutama dengan alat reproduksi.

Acara televisi seperti ini baru beberapa kali ditayangkan secara langsung. Sebelumnya, banyak orangtua yang melarang. Mereka beranggapan bahwa membicarakan tentang persoalan seks, pemerkosaan dan aborsi adalah hal yang tabu. Tak boleh dibicarakan pada publik secara terbuka. Kasus pemerkosaan dan aborsi itu membukakan mata publik tentang pentingnya menjaga anak-anak dan remaja. Pergaulan bebas sudah tak terbendung.

"Setidaknya, menurut catatan tahunan 2016 Komnas Perempuan, dari kasus kekerasan terhadap perempuan, kekerasan seksual berada di peringkat kedua, dengan jumlah 2.399 kasus (72%), pencabulan 601 kasus (18%) dan pelecehan seksual 166 kasus (5%)," Profesor itu menjelaskan data sebelum mengarah pada jawaban yang ditanyakan pembawa acara.

"Sementara itu, laporan tahun 2013 dari Australian Consortium For In Country Indonesian Studies yang lansir berbagai media menunjukan hasil penelitian di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia terjadi 43 persen aborsi per 100 kelahiran hidup," lanjut Profesor.

"Apa maksudnya orangtua memberikan ruang kepada anaknya untuk melakukan hal itu?" tanya pembawa acara kedua kalinya.

Profesor mengabaikan dan melanjutkan menjelaskan data.

"Aborsi tersebut dilakukan oleh perempuan di perkotaan sebesar 78 persen dan perempuan di pedesaan sebesar 40 persen. Perempuan yang melakukan aborsi di daerah kota besar Indonesia umumnya berusia remaja 15-19 tahun. Umumnya, aborsi tersebut dilakukan akibat kecelakaan atau kehamilan yang tak diinginkan."

Pembawa acara kembali menanyakan yang membuatnya penasaran.

"Apa maksudnya orangtua memberikan ruang kepada anaknya untuk melakukan hal itu, Prof.?"

"Saya tidak menyalahkan orangtua. Tapi saya hanya ingin mengingatkan bahwa anak itu harus dijaga, bukan hanya memberi sebatas kewajiban dalam mendapatkan pendidikan formal dan membesarkan. Tapi harus memberi ruang terbuka antara orangtua dan anak dalam hal seks. Hal ini tidak tabu. Maksud saya seperti ini, orangtua harus peka dalam mendidik anak. Mengerti apa yang sedang dibutuhkannya. Bukan dengan gampangnya mengizinkan seorang anak untuk berpacaran. Bahkan banyak orangtua yang memfasilitasi. Tentu ini salah satu kesalahan orangtua dalam mendidik anak," Profesor itu menjawab pertanyaan pembawa acara.

Pembawa acara mengorek lebih dalam.

"Lalu, Prof. Apa yang mesti dilakukan oleh orangtua? Supaya kasus pemerkosaan dan aborsi bisa diatasi, dan.....dst."

Orang tuaku sedang menonton televisi di rumah. Bapak sangat serius menyaksikan televisi dari sofa ruang tamu. Ibu yang sibuk membuat minuman untuk bapak juga dipanggil untuk menyaksikan acara televisi itu.

Pergi Yang Dirindukan (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang