17

29 6 0
                                    

MASIH liburan. Menyisir setiap sudut Spanyol. Tapi tinggal sebentar lagi Nami akan kembali pulang.

"Mas Hari! Aku besok akan pulang ke Indonesia. Mungkin ada yang perlu disampaikan pada Embun?" Nami memberitahu Hari lewat telepon. Sudah seminggu Nami di Spanyol.

"Iya ada, Nami. Tunggu, ya," jawabnya.

Tak lama kemudian. Hari tiba di hotel tempat Nami menginap. Nami sedang sibuk packing.

Hari membawa titipan pada Nami. Tapi bukan untuk aku. Tapi untuk Nami. Nami tak tahu titipan itu untuknya. Dia menerima dan menggabungkan dengan barang bawaannya.

Selesai packing. Mereka berdua pergi mencari tempat yang nyaman. Hingga larut malam untuk menunggu waktu keberangkatannya. Hari membawa Nami ke tempat pertama kali bertemu di Spanyol. Tempat yang akan menjadi sejarah untuk mereka berdua. Cordoba tujuan mereka berdua.

Lagi-lagi Hari berfilsafat dalam godaan cintanya. Dia menunjukkan salah satu pasangan yang sangat romantis. Pasangan itu sedang berkunjung ke Cordoba. Dia melihat mereka berpegangan tangan sepanjang jalan. Laki-laki yang mendampinginya terlihat ceria.

Begitu juga dengan perempuannya yang menyaksikan anak kecilnya berjalan. Terlihat bahagia. Orang yang berkunjung merasa senang melihatnya.

"Nami! Apa kamu ingin seperti mereka?"

Nami mengalihkan pembicaraan. Dia pesimis dengan cinta yang diperjuangkannya. Nami merasa tak ada cinta untuknya. Apatis dan tak mau tahu tentang cinta.

Dia takut dituduh sebagai perebut Hari. Hari menanyakan lagi.

"Hello, any problem with my statment. I am sorry, Nami. Atau jangan-jangan kamu ngelamun lagi, ya?"

Nami menjawab santai, "Hanya orang gila yang tak mau seperti itu. Aku juga berharap mendapat jodoh seperti laki-laki itu. Menerima perempuannya dengan senang hati. Tanpa merasa canggung di dekatnya. Bukan orangnya. Tapi sifatnya."

Malam semakin larut. Tapi tak menyurutkan niat mereka untuk kembali ke hotel. Mereka menghabiskan malam berdua di megahnya bangunan Cordoba.

Nami sedang menikmati minuman hangat. Orang berkunjung tak henti-hentinya. Terus berdatangan dan memenuhi jalanan.

Pasangan romantis bukan hanya yang ditunjukkan oleh Hari pada Nami. Tapi masih banyak yang terlihat saling berpelukan dan berciuman mesra. Biasa, negara Eropa yang dikenal dengan negara bebas.

Hari berkata sambil memperlihatkan muka melas, "Aku nggak berharap ada orang yang mencintaiku lebih. Tapi cukup seperti aku mencintai diriku sendiri. Apakah ada orang yang seperti itu di dunia ini, Nami?"

Nami tersenyum melihat Hari. Dia menatap mata Hari dengan dalam. Pandangannya seperti memberikan kode bahwa dirinya menginginkan kata-kata itu. Bola matanya berbinar-binar. Nami selalu ceria ketika bersama Hari. Dia seperti tidak memikirkan waktu.

Padahal waktu keberangkatan pulangnya yang tinggal menghitung jam. Dia merasa nyaman. Apalagi bersama Hari. Waktu membunuh pertemuan mereka. Malam itu adalah waktu kebahagiaan singkat mereka.

Begitu dengan Hari. Dia sangat khawatir kepulangan Nami. Dia khawatir Nami akan diambil orang lain. Hari menginginkan Nami selalu ada di genggaman.

Belum sempat dijawab pertanyaan Hari. Nami sudah dijemput oleh tim Kepresidenan. Nami langsung pergi meninggalkan Hari. Pamit dengan senyuman indah di wajahnya. Dia berterimakasih dengan waktu yang diberikan Hari selama di Spanyol.

Lambaian tangan jadi pemisah mereka. Indah mata Nami yang berbinar-binar. Seolah-olah tak ingin meninggalkannya. Tapi senyuman Nami yang membuatnya lega. Ikhlas dengan kepulangan Nami

Nami meneteskan air mata. Dia melangkah pergi. Nami melambaikan tangan pada Hari dari dalam mobil yang menjemputnya. Air matanya tak terbendung. Tetapi dia tak ingin menunjukkan kesedihan.

Nami senyum sambil menangis, "Jika kita memang berjodoh. Belahan bumi mana pun tidak akan mampu menghalanginya. Kita sedang menunggu tempaan nama kita berdua pada ornamen Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah."

Nami semakin jauh dari pandangan. Hari tak bisa melihatnya dengan jelas. Karena cepatnya perjalanan kendaraannya. Detik demi detik, Nami semakin menghilang. Awalnya masih terlihat jelas, tapi lama kelamaan Hari kehilangan jejak dari pandangannya.

Jejak pun menghilang ditengah keramaian kota itu. Bayang-bayang sepi yang dirasakan Hari ditengah keramaian tempat itu. Masih terlihat para pengunjung menghabiskan malamnya. Ada yang mencurahkan kerinduan, dan kemesraan cintanya.    


Komen dan vote, guys?

Pergi Yang Dirindukan (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang