15

33 5 0
                                    

PAGI ini giliranku berangkat ke Gunung Fuji. Tim liburan dari Kepresidenan sudah siap-siap. Sedangkan Nami sudah tiba di Kota Madrid. Tapi aku belum ada tanda-tanda akan berangkat.

Suasana di depan kamar masih sepi. Pak Tiyo yang sedang keliling pondok berpikir aku lupa bangun.

"Anak ini kenapa lagi. Jangan-jangan nakalnya kumat lagi. Jam segini belum bangun." Pak Tiyo lewat di depan kamarku.

Mobil yang menjemput sudah tiba. Segera berangkat ke Gunung Fuji. Tapi aku belum juga muncul dari dalam kamar.

Handphone Pak Tiyo berdering.

"Assalamualaikum. Dengan siapa?" Pak Tiyo menjawab telepon-nya.

Kelamun menanyakan kondisiku, "Saya Kelamun, temannya Embun. Pagi ini kami akan berangkat ke Gunung Fuji. Mobil yang menjemputnya ke bandara sudah tiba di pesantren. Tapi Embun nggak bisa dihubungi. Apa Embun ada disana, Pak?"

Pak Tiyo terus bicara dengan Kelamun. Tak lama kemudian, temanku datang menuju kamarku. Dia datang membangunkan aku setelah Pak Tiyo melewati kamarku. Tapi temanku itu sedang mendapat aku sedang berbaring sakit.

Dia langsung memberitahu Pak Tiyo, "Pak Tiyo, Embun sakit di kamarnya. Dia nggak bisa bicara. Sepertinya dia pingsan."

Pak Tiyo langsung masuk ke kamarku. Santri itu disuruh Pak Tiyo melapor ke tim kesehatan pondok. Santri tersebut langsung lari menuju kantor tim kesehatan.

Pak Tiyo memutuskan telepon-nya. Tapi Kelamun sempat mendengar kalau aku sakit. Pak Tiyo masuk ke kamar menghampiriku.

Dia melihat perlengkapan liburanku ke Gunung Fuji sudah rapi disusun. Tapi aku terlentang tak bergerak di atas tempat tidur. Aku pingsan tak kuat menahan penyakitku.

Tim kesehatan pondok langsung membawaku ke rumah sakit. Mereka tak mampu mengatasinya. Sementara mobil yang menjemput liburan langsung pulang. Karena aku sedang sakit. Tak mungkin dipaksakan untuk berangkat.

Aku diperiksa dokter di rumah sakit itu. Ternyata bekas operasiku yang kambuh. Karena itu, aku tak diperkenankan pulang oleh dokter. Meskipun aku sudah sadar.

Tak lama kemudian. Kelamun tiba di rumah sakit tempat aku dirawat. Keluargaku menyambutnya dengan terbuka. Dia langsung menuju ruang rawatku.

"Bagaimana kabar Embun, om? Di mana ruang rawatnya?" tanyanya pada bapak.

Bapak mengantar ke ruang rawatku. Kelamun datang dengan misterius. Tak ada yang memberitahu bahwa aku sakit. Juga dirawat di rumah sakit mana.

Anehnya, Kelamun serombongan dengan aku ke Gunung Fuji. Tapi karena aku sakit Kelamun membatalkan liburan. Aku tak tahu dia mendapat hadiah dari Presiden.

Paket liburannya sama dengan milikku. Saat penyerahan hadiah Kelamun sedang di luar negeri. Itu sebabnya dia tak bisa menghadiri Malam Puncak Anugerah KTT. Namanya memang tak disebut saat itu. Tetapi penyelenggara sudah menyiapkan semua bentuk penghargaan.

Kelamun masuk ke ruang rawatku, "Kamu sakit apa, Embun? Lihat apa yang saya bawa ini!"

Hari menunjukkan kue 'Dorayaki'. Kue itu sudah tak asing lagi bagiku. Apalagi bagi para pencinta kartun jepang. Yap, dorayaki yang merupakan kue favorit doraemon itu adalah kue tradisional khas jepang.

Aku tersenyum. Kue berbentuk bulat yang mengembung di tengah itu, dibuat dari dua tumpuk kue yang biasanya diberi isi kacang merah atau berbagai selai. Namun isi kacang merah dan selai pisang lah yang paling populer. Kue itu digemari karena rasanya yang manis dan bentuknya yang imut.

Aku menyubit Kelamun, "Kamu jahat, datang nggak bilang-bilang. Aku nggak sakit kok. Lihat ini!"

Aku berterimakasih pada Kelamun.

Pergi Yang Dirindukan (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang