06 || Panggilan di malam hari

73 15 17
                                    

"Dilihat dari depan... Kau begitu mempesona dan siapa saja pasti jatuh padamu, tapi dilihat dari belakang... Kebusukanmu begitu menumpuk di sana," - Naaila

***

Mani gidaryeotji i'm so sorry
Na ije gyeolsim haetji are you ready
Kkwaena gireotji naui--

"Halo, kenapa May??" aku melepaskan pelukanku pada Kalingga, kemudian mengangkat telefonku yang berdering.

'Kamu dimana?? Ada tugas, kamu lupa??' aku langsung menepuk jidatku. Aku lupa memberi kabar pada sahabatku.

"Aku tadi pingsan, maaf," kataku melas.

'Pingsan?? Ri, katanya Naaila pingsan... Kamu tau??... Kenapa tidak bilang??... Digendong Lingga??... La kamu bener di gendong Lingga??'

"Iyaa, memangnya kenapa??"

'Dibawa kemana sama dia??'  nada bicara Maya seperti polisi yang sedang mengintrogasi penjahat.

"Kerumah dia,"

'Bagaimana bisa??' 

Aku menoleh ke arah Kalingga sebentar dan ternyata dia juga sedang menatapku. Aku tersenyum saat dia menaikkan kedua alisnya, sepertinya ia penasaran dengan obrolanku dengan Maya.

"It's a long story, nanti aku ceritakan, sekarang kalian dimana??"

'Aku dan Riana sudah di depan apart kamu,'

"Oke, tunggu aku!" aku mematikan telfon dan melirik Kalingga.

"Siapa??" tanyanya.

"Maya, sepertinya aku harus pulang dulu, ternyata hari ini aku ada kerja kelompok," aku berusaha untuk memelaskan wajahku.

Dia terlihat berpikir sejenak dan air mukanya berubah menjadi sendu, "berarti aku sendirian??"

Aku sebenarnya tidak tega meninggalkannya sendirian, apalagi dia memacariku karena dia merasa kesepian bukan? Tapi bagaimana lagi, kuliahku harus aku utamakan. Ia juga tidak bisa ikut aku kerja kelompok, karena kami bertiga ingin bergosip!

"Yah, lalu bagaimana?" tanyaku sambil memegang tangannya.

"Hm, tidak masalah, ya sudah kamu kerjain tugas kamu aja nanti kalau sudah langsung kabarin aku saja," dia mencium keningku dan itu sanggup membuat kupu-kupu diperutku seakan ingin pergi keluar.

Aku mengangguk lalu tersenyum dan aku segera berjalan keluar ditemani Kalingga. Aku juga tidak banyak berbicara karena memang tidak ada yang mau aku bicarakan. Dirinya juga hanya berjalan di belakangku seperti bodyguard.

"Kamu mau aku antar??" tanyanya sambil memegang lenganku.

"Engga usah, aku naik taksi aja," ujarku tersenyum, berusaha meyakinkan dirinya. Dia mengangguk dan memelukku sekali lagi.

Aku sangat bingung dengan sifatnya, dia bisa dingin dan hangat di waktu yang sama. Aku suka sifatnya yang hangat padaku, karena aku memang merindukan sentuhan kecil seperti ini.

Tapi sialnya perhatian kecil seperti ini akan membuatku lebih mudah untuk jatuh hati padanya.

Aku melepas pelukanku dan tersenyum sebelum meninggalkan pagar rumah Kalingga. Kebetulan ada taksi yang lewat, jadi aku langsung menyetopnya tanpa melirik lagi ke arah Kalingga. Setelah masuk ke dalam taksi, aku mengirim pesan pada Maya untuk menungguku sebentar lagi.

***

"Hai!!" aku melambaikan tangan pada Maya yang sedang bersandar di pintu dan Riana yang sedang duduk di dekat kaki Maya. Mereka langsung berdiri tegap saat mendengar sapaanku.

The Third WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang