Aku membanting pintu apart dengan sangat keras. Aku melempar tasku ke sembarang arah, kupejamkan mataku sambil menyandarkan kepalaku di balik pintu.
Aku menahan sekuat tenaga untuk tidak membiarkan air mataku jatuh karena Kalingga, entah kenapa rasanya tidak adil.
Sungguh tidak adil. Harusnya aku tau akan jadi seperti ini, kenapa aku sangat bodoh mau menerimanya, mempercayainya begitu saja, dan jatuh ke dalam pelukannya. Seketika aku mengingat niatku sebelumnya, bodohnya aku kenapa harus aku yang menyesal seperti ini.
Entah kenapa aku menjadi benar-benar sensitif dengan masalah seperti ini. Hatiku sesak begitu saja, bingung apa yang harus aku lakukan.
Kunyalakan layar ponselku, fuck! Bahkan tidak ada satu pesan pun darinya. Ck! Pacar macam apa itu??
Aku memejamkan mataku, pacar?? Bahkan aku tidak yakin kalau kemarin dia benar-benar tulus padaku.
Dddrtt
DddrttAku melihat layar ponselku, tertulis disana nama Raja memanggil. Rasanya air mataku semakin mencuah ingin keluar. Bagaimana bisa aku mendapatkan telfon dari Raja sedangan Kalingga saja tidak perduli sama sekali dengan diriku.
Aku memutuskan untuk tidak mengangkatnya, sampai panggilan itu mati sendiri. Dan Raja kembali menelfon, aku tidak tau ada urusan penting apa Raja menelfonku berulang kali.
Dengan penuh rasa penasaran aku mengangkat telfonnya.
"Halo..." ucapku lirih.
"Naai! Kamu dimana?" suaranya terdengar sangat panik.
"Aku dirumah, kenapa??"
"Aku kesana ya," aku sontak kaget mendengarnya.
"B-buat apa!? Gak usah!"
"Aku tau kamu butuh aku, tunggu aku disana,"
Lalu ia matikan telfonnya. Aku menghela nafas kasar, bagaimana ini bisa terjadi padaku?? Bagaimana bisa orang lain lebih perduli daripada pacarku sendiri. Ini mengerikan, aku membenci Kalingga. Sangat, sangat membencinya.
Tidak sampai beberapa lamanya, aku sudah mendengar bel apartemenku berbunyi.
Dingdong
Aku kaget, sontak aku berdiri dan membetulkan pakaianku yang bahkan tidak berantakan. Harusnya aku memperbaiki wajahku saat ini.
Aku membuka pintu dan voila Raja berdiri disana dengan wajah cemasnya. Aku begitu tersentak saat dia tiba-tiba memelukku.
"E - eh, kamu kenapa??" tanyaku gugup. Karena sepertinya ia terlihat lebih sedih daripada diriku.
"Kamu gapapa??" dia balas bertanya padaku, aku hanya mengangguk.
Dia melihat mataku, tangannya yang panjang itu menyentuh wajahku, mengusap pipiku pelan. Aku benar benar tidak bisa berkata apa apa lagi.
"Sudah kubilang, pergi dari laki-laki itu dan ayo bersamaku,"
Aku menunduk, aku berpikir keras kalau baru awal saja dia sudah tega menyakitiku seperti ini, apa kabar nanti?? Mungkin jika aku bertahan dengannya akan lebih parah lagi tingkah laki - laki itu.
"Aku butuh waktu," ujarku lirih tanpa menatap matanya.
Ia memegang pipiku, aku merasakan ia mengecupku dengan lembut pas di puncak kepalaku. Itu berhasil membuatku memeluknya, mungkin aku memang harus bersamanya. Mari kita lihat bagaimana kabar Kalingga dan Remi setelah ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Third Woman
Chick-LitKehidupan seorang Naaila yang berubah setelah kehadiran lelaki berparas tampan di hadapannya, mengajaknya menjadi orang ketiga dalam hubungannya. Bodohnya, Naaila menerima ajakannya. Ia ingin tahu bagaimana rasanya menjadi orang ketiga dan bodohnya...