04 || Perhatian pemikat

79 18 6
                                    

"Bukankah aku baik?? Aku tau semua kebusukanmu dan aku masih mencintaimu, kau tidak ingin bersyukur tentang itu??" - Naaila

***

Setelah mendengar ucapannya tentang itu aku merasakan badanku merinding. Bagaimana bisa lelaki mengajak wanita untuk berkencan di dalam rumahnya, mungkin bagi sebagian orang itu adalah hal yang wajar. Tapi tidak untukku!

"Kamu gila? Kenapa harus di rumahmu?" Tanyaku sedikit menaikkan nada suaraku.

"Memangnya kamu mau, kalau ada orang yang melihat kita berdua dan ternyata mereka tau kalau aku berpacaran dengan Remi?" Ia membalas pertanyaanku dengan sebuah pertanyaan, menyebalkan.

Tapi aku paham, aku juga tidak ingin di jambak hanya karena berpacaran dengan orang yang sudah memiliki pacar. Jadi aku cari aman saja.

Kurasakan ponselku bergetar beberapa saat kemudian, aku merogoh ponsel di sakuku kemudian melihat siapa yang menelfonku. Ternyata Maya. Aku segera mengangkatnya, tumben sekali dia menghubungiku.

"Kenapa??"

"Kamu sudah tau kalau mata kuliah pak Andi dimajukan?"

"Tidak tau, memangnya dimajukan kapan?"

"SEKARANG!"

Mendengar teriakan Maya membuatku membelalakkan mata kaget, sebenarnya kaget karena aku baru tahu info ini sekarang.

Aku segera menepuk pundak Kalingga lalu menggoyang-goyangkan badannya panik. "Cepat antar aku ke kampus! Ternyata ada satu mata kuliah yang dimajuin hari ini."

Tanpa berbasa-basi ria ia langsung melajukan mobilnya. Ia  juga tidak bertanya apapun, rasanya ia sama sekali tidak perduli dengan apapun, termasuk diriku.

Setelah sampai di depan gedung fakultasku dan baru saja aku ingin turun. Tiba tiba ia menjulurkan tangannya lalu mengelus suraiku dengan lembut.

"Turunlah dan tunggu aku nanti," ujarnya dan kali ini nada bicaranya tidak seperti tadi. Tidak ada unsur sombong, jutek, atau apapun itu.

Aku hanya mengangguk, kemudian turun dari mobilnya.

Saat turun aku langsung disambut oleh Maya dan Riana di depan gedung fakultas kami dan aku langsung mendapatkan tatapan aneh dari mereka.

"Naaila, sini!!" Riana berteriak memanggilku. Aku segera berlari ke arah mereka.

"Aku tidak telat kan??" tanyaku pada mereka, kemudian mereka menggeleng cepat. Kami langsung berjalan dengan terburu-buru takut jika kami terlambat.

"Gimana sama Lingga??"

Aku mendengus. "Astaga Riana, baru sehari juga. Ya tidak ada apa apa," raut wajah Riana mengatakan ia sangat tidak percaya dengan jawabanku.

"Tapi dia itu menyebalkan, cuek lagi. Rasanya ingin sekali aku cakar dan tendang wajahnya," aku meninju dan menendang udara kosong di depanku.

"Siapa yang mau ditendang??" pertanyaan dari orang dibelakangku membuat aku mematung.

Ahh, aku mengenal suara berat orang ini, dia Kalingga. Pasti!

Aku menoleh dan voila dia benar benar Kalingga.

Kenapa dia harus ada di belakangku saat ini?? Tatapan dinginnya membuat tubuhku kaku seketika, aku bahkan tidak bisa mengutarakan kekesalanku. Segera aku pasang wajah bodohku, lalu berkata dengan yakinnya. 

"Ah tidak ada, hehe," aku harap dia akan percaya dengan sikap bodohku sekarang.

Setelah mendengar itu ia langsung berlalu begitu saja, tanpa mengatakan apapun.

The Third WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang