15 || Harapan baru (2)

41 6 0
                                    

Baru beberapa saat aku menikmati pemandangan di luar sana, aku dikejutkan oleh ucapannya yang mendadak.

"Hari ini bahagia sama aku ya?" ujarnya.

Aku tersedak, berusaha untuk tidak terlalu percaya diri dengan kalimat yang ia ucapkan barusan. Tapi, apa maksudnya? Otakku tidak mengerti. Haruskah aku bertanya?

"Maksudmu?" tanyaku ragu.

Kulontarkan pertanyaan itu dengan hati yang lumayan berguncang. Aku mengumpat dalam hati, sedang mengutuk rasa baperku yang berlebihan.

"Katanya lagi bete?? Yaudah ini aku ajak jalan biar kamu gak bete lagi," ujarnya sambil tersenyum, dia juga melihat ke arahku.

Aku mengangguk, mengiyakan perkataannya. Ia tersenyum lagi, aku bisa melihatnya lewat ekor mataku. Sangat manis, itu dua kata yang bisa mewakilkan senyumnya sekarang.

Aku tersadar satu hal, Kalingga. Sontak aku langsung membuka ponsel, hanya sekedar melihat pesan darinya. Rasa kecewa menjalar di tubuhku, tidak ada satupun pesan darinya.

Kutaruh kembali ponselku ke dalam tas, aku menyandarkan kepala pada sandaran mobil, baru saja aku menutup mataku dia kembali bersuara.

"Ada apa??" tanyanya pelan.

Ingin aku tidak membalasnya, tapi itu namanya tidak menghargai dan aku tidak suka itu.

Dengan sangat berat bibirku berkata, "gak ada apa-apa,"

"Apa memang semua wanita selalu begitu ya?" pertanyaannya yang satu ini membuatku membuka mata, melihat dirinya dengan kening berkerut.

"Maksudmu?"

"Ya, setiap ditanya selalu menjawab tidak ada apa-apa, memangnya kenapa tidak mau menjelaskan??" tanyanya lagi. Aku melihat ke depan, bingung juga kalau harus menjawab ini.

"Kalau dalam kasusku sih, aku cuman tidak ingin ada orang yang memikirkan masalahku saja. Ya ini masalahku,  kenapa orang lain harus repot-repot memikirkan masalahku," jawabku, semoga saja kalimatku bisa memuaskan pertanyaannya.

Ah, ditambah lagi aku dan Raja masih bisa dibilang sangat asing.

"Kalau aku bisa bantu, memangnya tidak boleh?" suasana canggung itu hilang, malah rasanya aku ingin bercerita dengannya.

"Ya boleh saja sih..." baru saja aku ingin melanjutkan dia sudah memotong pembicaraanku, "kalau gitu cerita," katanya.

Aku menatap Raja yang sedang menyetir, jujur saja dalam lubuk hati paling terdalam yang aku miliki, aku benar-benar ingin bercerita padanya. Aku jadi tidak perduli kalau dia orang baru dihidupku, tapi aku sungguh ingin menceritakannya. Tapi akan tetap kutahan dulu.

"Ini bukan hal baik, tidak pantas jika aku ceritakan," ucapku pelan berharap dia akan bungkam dan tidak bertanya lagi.

Tapi kurasa dia tidak bisa untuk tidak menyahut lagi.

"Hal baik atau hal buruk gak bikin aku jauh dari kamu Naai," ujarnya santai.

Iya, dia begitu santai berkata seperti itu, sedangkan aku sedang menahan hatiku untuk tidak melayang terlalu tinggi.

"Namanya Kalingga," kataku pelan.

"Siapa?" tanyanya yang membuatku aneh.

"Iya dia Kalingga," ujarku lagi.

"Maksudnya, siapa dia dihidup kamu?" akhirnya ia bertanya dengan jelas.

Lalu, aku mulai bimbang siapa dia? Maksudnya aku harus menjelaskan bagaimana tentang dia dihidupku? Atau lebih tepatnya aku bingung bagaimama cara menjelaskan tentang aku dihidupnya.

The Third WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang