05 || Alergi ikan

81 20 4
                                    

"Aku masih cukup baik untuk tidak membongkar semua kebusukanmu," - Naaila

***

Oh begitukah?? Entah kenapa perasaanku begitu sakit jika ia mengucapkan nama Remi. Walaupun aku sering mengucapkan nama itu. Tapi lebih sakit jika nama itu keluar dari bibirnya.

Aku hanya bisa tersenyum saat dia minta maaf padaku. Aku sedikit tidak terima jika dia mengingatku sebagai orang lain.

"Kamu mau makan??" tanyanya.

"Tidak usah," jawabku sambil tersenyum. Aku berusaha untuk tidak terlihat sakit hati.

Sakit hati?? Sebenarnya aku juga tidak terlalu yakin.

"Kalau begitu aku juga tidak,"

"Kamu sudah makan??" tanyaku memastikan.

"Belum,"

"Sejak kapan??"

"Sejak kemarin sore," jawabanya santai.

Jawabannya membuatku kesal. Astaga bolehkah aku mengumpat padanya??

"Kamu harus makan Lingga, kamu tidak bisa tidak makan hanya karena aku tidak makan, aku tau kamu lapar, jadi sekarang makanlah," aku bangun dari tempat tidur dan menunjuk pada pintu.

"Aku malas," jawabnya kemudian menatapku dengan tatapan kosong.

Aku paham dia orang kaya tapi setidaknya dia harus tetap makan walaupun tidak lapar bukan??

"Orang tuamu kemana??"

"Aku tidak tinggal dengan orang tuaku,"

"Lalu bagaimana kau makan setiap harinya?"

"Aku delivery,"

Setelah pertanyaan beruntut yang aku tanyakan, aku menepuk jidatku. "Kenapa tidak masak??"

"Sebenarnya ada makanan di bawah hanya saja, aku malas," dia menunduk dan berlari ke arah kasur, detik selanjutnya ia mengerucutkan bibirnya.

Aku menutup mulutku saat dia bertingkah seperti itu. Antara gemas dan sebal, aku tidak ingin terlihat seperti orang yang sedang terpana dengan pasangannya.

"Aku akan mengambilkannya untukmu," baru saja aku ingin bangun, ia langsung menahan tanganku.

"Tidak usah, kamu istirahat saja. Kamu itu sedang sakit." Terselip nada khawatir di ucapannya.

Aku terkekeh kemudian menatapnya, "tenang saja aku sudah sembuh. Sekarang kamu beri tahu aku dimana dapurnya, akan aku ambilkan makanan."

Saat ia ingin memprotes ucapanku, aku langsung menutup mulutnya. Ah lebih baik aku saja yang mencarinya sendiri. Aku langsung berlari mencari dapur di rumah yang menurutku lumayan besar.

Aku menoleh mencari pintu yang mehubungkanku dengan dapur. Sampai aku melihat ada meja makan yang besar berisi lima kursi. Aku heran, kalau dia tinggal sendiri bagaimana bisa ada lima kursi di sini??

Aku membuka tudung saji berwarna merah mengkilat, di sana ada ikan, nasi, dan telur. Wahh sesimple inikah makanan di rumahnya??

Seperkian detik aku berpikir siapa yang memasakkan masakan ini kalau dia sendirian di rumah ini?

Ya sudahlah, aku segera mengambil piring yang terletak di pojok ruangan dan menyendokkan satu centong nasi, satu ekor ikan beserta telurnya. Setelah itu aku segera kembali menuju kamar Kalingga.

"Lingga, ayo makanlah,"

Apa cuman diriku yang merasa seperti sedang memanggil anakku untuk makan?? Masa bodoh lah. Aku melihat dia sedang bermain ponsel di pinggir tempat tidurnya.

The Third WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang