09 || Nasihat yang tak dianggap

73 17 3
                                    

"Semuanya jadi lebih jelas, kalau apa yang kamu lakukan selama ini... Bukan hanya padaku" - Naaila

***

"Kakak, adek!" aku berteriak dan berlari saat menemukan kakak dan kedua adikku yang sedang duduk menunggu.

"Kakak!!" Ayya dan Jihan langsung ikut berlari dan berakhir dengan kami berpelukan di tengah keramaian bandara.

Ohhh, aku begitu merindukan kedua adikku.

"Kakak, kok lama banget sih??" Ayya mengerucutkan bibir dan memukul lenganku.

"Ya maaf habisnya kak Abila tuh, gak bilang dulu sama kakak," aku mengelus kedua rambut adikku.

"Eh kak itu siapa??" Jihan akhirnya menyadari keberadaan Kalinyga yang sedang berdiri di belakangku.

"Nanti kakak ceritain, tapi sekarang ayuk pulang," aku menarik tangan mereka bedua untuk pergi. Aku melirik ke arah Kalingga sebentar.

"Kalingga, bisa antarin kita??" aku tersenyum manis pada Kalingga dan ia mengangguk sebagai jawaban. Lagi pula dia tidak akan bisa menolak di depan saudariku.

***
A

ku masuk bersamaan dengan kakakku, disusul dengan kedua adikku dan Kalingga. Ayya dan Jihan langsung berhambur ke arah sofa, merebahkan diri mereka dan membiarkan Kalingga yang membawa seluruh tas milik mereka.

Kalingga sendiri tidak menolak, tapi terlihat dari wajahnya kalau dia tidak terlalu suka diperlakukan seperti itu.

"Taruh di situ aja," aku menunjuk tempat paling dekat dan Kalingga dengan sigap menjatuhkan tas-tas itu dari punggungnya.

"Kamu mau istirahat di sini dulu gak??" tanyaku lembut.

Dia meregangkan otot tangannya sebelum menjawab. "Aku langsung pulang aja, Naai."

"Loh, kenapa??"

"Ngga papa, kamu mending family time dulu aja sama mereka," Kalingga melihat ke arah kakak dan adikku, lalu tersenyum ke arahku.

"Iya juga ya, yaudah kamu hati hati di jalan, mau aku antar ke bawah??" tanyaku dan dijawab gelengan olehnya.

"Ngga perlu, kamu bantuin mereka aja, kasian itu," tambahnya sambil membelai rambutku.

Ahhhh, aku tidak bisa menolak pesonanya jika ia selalu bersikap manis padakuu.

"Oke, bai bai, hati-hati dijalan!" aku melambaikan tanganku beriringan dengan dirinya yang lambat laun hilang dari pintu apartku.

"Ekhemm," aku menoleh sesaat setelah aku menutup pintu apart.

"Kenapa??" tanyaku bingung.

"Jelasin siapa cowok tadi," ujar Jihan sambil menunjuk pintu, dimana beberapa saat lalu Kalingga pergi.

"Kakak suka sama dia," wajah Ayya dan Jihan langsung berubah sangat kegirangan mendengar jawabanku.

"Pacar kakak??" tanya Jihan.

"Pacar orang Han," jawabanku membuat kak Abila mengalihkan pandangannya dari kesibukannya.

"Maksudnya?? Tapi kok kakak tadi kayak orang pacaran sama dia," kali ini Ayya yang bertanya.

"Hm, kakak cuman pacar keduanya. Ya begitulah." jawabku enteng.

"Dek, kamu kok mau sih??" tanya kak Abila sinis.

"Niat awal aku itu mau buat dia nyesel gitu, eh malah aku yang baper duluan sama dia," jelasku sambil ikut duduk di sofa.

"Kakak sih, udah tau baperan ngapain coba pake acara sok sokan buat dia nyesel," aku langsung menyentil kepala Ayya saat ia berbicara seperti itu.

The Third WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang