"Aku dan kamu sama-sama pembohong, tapi ternyata aku tidak sebodoh dirimu," - Naaila
***
"Ahhh aku kira kau selingkuhannya," katanya sambil tersenyum.
Aku ingin sekali menjawab 'wahh ternyata kamu langsung tau,' tapi sayangnya aku masih mencintai nyawaku.
"Tidak mungkin, Kalingga sangat mencintaimu," balasku sambil tertawa kecil, tawaku sangat palsu.
"Aku tau itu, lalu ada apa sahabat Wonwoo mengajakku bertemu??" Tanyanya, lembut.
"Emmm, hanya ingin tau kenapa kamu selalu sibuk," jelasku lalu menyeruput sisa caramel machiato milikku.
"Sibuk?? Oh, itu karena kuliahku," aku mengangguk mengerti, tapi kurasa telingaku masih belum puas dengan penjelasannya.
"Kau bisa memesan kopi atau yang lainnya," tawarku padanya.
Dia tersenyum lalu memanggil pelayan yang sedang berjaga-jaga di dekat kasir. Ia memesan satu gelas americano dan aku bisa menyimpulkan bahwa kami sangat bertolak belakang. Dari fisik maupun kesukaan.
"Tahun keberapa??" tanyaku setelah pelayan pergi dari meja kami.
"Tahun pertengahan," berarti aku dan dia satu angkatan. Tapi, kenapa dia sesibuk itu??
"Aku rasa tahun pertengahan tidak sesibuk itu, sampai tidak bisa menemani Kalingga," sindirku. Dia terlihat tidak nyaman dengan nada bicaraku.
Ia menghela nafas pelan. "Sebenarnya, papaku selalu memberi tugas ke luar negeri dan aku tidak bisa melakukan apa-apa selain menurut,"
Mendengar itu membuatku nengerutkan kening, apakah Remi berasal dari keluarga yang sangat berkecukupan hingga ia harus pergi ke luar negeri terus - terusan?
"Tugas apa kalau aku boleh tau??"
Aku seperti menginterogasinya.
"Papaku punya industri barang di luar negeri, ya semacam ekspor impor dan aku mengurus salah satu perusahaan ayahku di luar negeri," jelasnya dan aku baru saja terpaku karena aku yakin dia sangat kaya.
Aku hanya ber-oh ria, kemudian kembali melanjutkan ucapanku.
"Sebenarnya belakangan ini Kalingga selalu bercerita tentang dirimu. Ia begitu merindukan sosok pacar yang selalu menemaninya dan dia merindukan waktu-waktu saat bersamamu," kenapa hatiku sakit saat berkata itu pada Remi, ditambah melihat semburat merah yang menghiasi pipinya.
"Haha, maafkan aku. Sebenarnya aku sudah berkata padanya untuk mencari wanita lain atau semacamnya," ujarnya sambil tertawa kecil.
Aku ikut tersenyum mendengarnya, yah, sebenarnya ia sudah mendapatkannya.
"Tidak mungkin, dia sangat mencintaimu jadi tidak akan mungkin dia mencari wanita lain atau berpaling darimu," setelah itu aku tertawa, entah menertawakan bakatku dalam berbohong atau menertawakan Remi yang telah dibodohi oleh Kalingga.
Aku rasa keduanya.
"Yah, aku harap begitu," ujarnya lalu meminum americano yang sudah menunggu di sentuh oleh Remi sejak beberapa menit yang lalu.
"Dia merindukanmu, datanglah kembali padanya, aku membenci dia yang selalu bersedih dan menempel padaku untuk mencurahkan isi hatinya,"
Bohong! Jangan kembali padanya.
"Terima kasih, aku akan kembali padanya. Lagipun aku memang tidak pernah kemana - mana." Ujarnya.
Aku menggenggam erat cangkirku.
Sungguh air mata sudah berkumpul di mataku, tinggal menunggu kedipan dariku maka ia akan jatuh.
Apakah aku harus bersiap karena sebentar lagi akan kehilangan Kalingga?? Apa secepat ini jalan cerita kami?? Kuharap tidak. Kuharap ini akan lebih panjang dari yang aku pikirkan.
"Halo, sayang," aku mendongak mendengar Remi menyebut kata sayang.
"Iya... Aku ada di cafe... bersama sahabatmu... Iya... Belum... Tidak usah... Ayahku yang jemput... Sebentar lagi... Ya kamu juga,"
"Kalingga ya??" tanyaku setelah Remi mematikan telfonnya, ternyata Kalingga menghubunginya saat aku sibuk menahan air mataku tadi.
"Iya hehe,"
"Dia ngomong apa??" tanyaku.
"Tadi nawarin jemputan," aku ber-oh ria padahal jawabannya begitu menyakitkan.
Satu kalimat yang cukup membuktikan kalau Kalingga masih perduli pada Remi. Jelas saja peduli, Remi itu pacarnya.
"Kalingga saja masih peduli denganmu, jadi bisa lah kalian berbaikan," kataku sembari menaik turunkan alisku, menggodanya.
"Iya aku usahain untuk ada terus dihidup Kalingga,"
'Kumohon jangan berusaha sekeras diriku mencoba untuk membuat Kalingga mencintaiku,' dan aku ingin menangis sambil berkata ini. Tapi, aku tidak ingin terlihat jahat.
"Jadi, dijemput Kalingga??" tanyaku sambil mengangkat alis.
"Tidak, ayah yang menjemputku, jadi aku tidak bisa," mendengar itu aku tersenyum lega.
"Kamu sendiri, sudah lama sahabatan sama Kalingga?? Soalnya aku baru tau kamu," sambungnya lagi.
"Baru beberapa bulan yang lalu mungkin, ah aku lupa," terdengar keraguan dalam nada bicaraku.
"Ohhh, kamu sedekat itu dengan Kalingga??"
'Dekattt sekali, bahkan lebih dekat dari dirimu dan dirinya,' aku tidak tau apa yang hatiku katakan benar atau tidak. Tapi itu yang aku rasakan.
Aku berusaha tenang. "Lumayan lah, tapi hanya sebatas sahabat,"
Saat aku berucap, ia hanya mengangguk. Ia melihat ke arah jam tangannya, lalu beralih melihat ponselnya. "Emm baiklah aku mengerti, sepertinya aku tidak bisa berlama - lama. Kalau begitu aku pulang dulu, dahh," dia melambaikan tangannya padaku sambil melangkah meninggalkan cafe.
Ia tidak menunggu jawabanku sama sekali, terlihat sombong.
Saat kulihat ia masuk ke dalam mobil seseorang, disitulah air mata yang sejak tadi kutahan lolos dari mataku. Aku menunduk, meletakkan kepalaku di atas tumpukan tanganku.
Aku masih mengingat percakapan barusan, benar-benar bukan diriku. Aku tidak tau jika aku harus berbohong sebanyak ini dan aku tidak tau kalau obrolannya akan sesakit ini.
Apa yang sudah kulakukan, mereka saling cinta, mereka hanya butuh sedikit waktu maka mereka akan kembali. Harusnya aku tidak menjadi orang ketiga yang datang tiba-tiba di hubungan mereka berdua.
Tapi bagaimana jika aku diundang?? Bagaimana jika aku sudah terlanjur jatuh pada Kalingga?? Haruskah aku melepaskan Kalingga pada cinta yang seharusnya atau mempertahankannya??
Aku hanya sebatas selingkuhannya dan tidak lebih. Aku bisa pergi jika aku tidak lagi dibutuhkan oleh Kalingga. Aku tidak bisa jika harus memaksakan Kalingga untuk memutuskan Remi dan pacaran denganku.
Aku tidak ingin menghancurkan hubungan mereka. Apa yang harus aku lakukan?? Aku tidak mengerti situasi seperti ini.
Kalingga, aku mencintaimu tapi aku tidak ingin merusak hubunganmu dengan Remi. Jadi, haruskah aku membuat kalian bersatu kembali dan melepaskanmu??
KAMU SEDANG MEMBACA
The Third Woman
ChickLitKehidupan seorang Naaila yang berubah setelah kehadiran lelaki berparas tampan di hadapannya, mengajaknya menjadi orang ketiga dalam hubungannya. Bodohnya, Naaila menerima ajakannya. Ia ingin tahu bagaimana rasanya menjadi orang ketiga dan bodohnya...