Tiga

2.3K 354 28
                                    

Toko satu lantai seluas lapangan sepak bola yang berdiri di pinggir pusat kota itu tampak ramai seperti biasa. Customer tak henti keluar masuk. Sebagian besar menenteng tas belanja, sebagian lain hanya cuci mata. Di bagian terdepan toko tersebut hingga separuh bagian dalamnya adalah supermarket yang menyediakan perlengkapan dan peralatan rumah tangga. Mulai dari bahan pokok dapur, makanan dan minuman ringan, buah-buahan hingga makanan siap saji. Selain itu ada juga peralatan dapur seperti kompor dan saudara-sudaranya serta furniture rumah tangga seperti tempat tidur atau lemari dan peralatan elektronik lainnya. Bisa dikatakan kalau toko tersebut tergolong lengkap.

Sedangkan di bagian tengah berjejer stand-stand fashion dari brand-brand ternama. Mulai dari baju, celana, hingga alas kaki. Di antara stand-stand itu, ada stand Jihoon yang sedang dikerumuni customer. Sedangkan tepat di sebelah kanan stand pemuda mungil itu ada stand karyawan terbaik toko yang juga sedang ramai dikerubungi customer---kebanyakan perempuan.

Jihoon melayani pertanyaan dan permintaan customer sambil sesekali melirik sinis Soonyoung yang sibuk di sebelahnya. Bibir Jihoon mengerucut, tak jarang umpatan juga keluar dari sana. Entah kenapa Jihoon muak melihat Soonyoung. Terutama pada senyum itu, seolah tidak pernah absen dari wajahnya. Juga kecentilan perempuan-perempuan itu. Diladeni jadi makin menjadi, yakan. Jihoon berdecak sebal.

"Mas, kalau yang ini berapaan?" tanya seorang Ibu seraya menyodorkan selembar kemeja motif bunga-bunga kecil. Jihoon sigap meraih kemeja itu dan melihat labelnya. Jihoon menyebut harga yang tertera di label kemudian melirik daftar harga di tangannya dan menyebutkan harga baju tersebut setelah kena diskon. Ibu yang bertanya mengeluh, "Masih mahal, Mas!" kemudian melenggang tanpa membeli pakaian yang ditanyakannya tadi.

Jihoon pasang muka datar. Sebal ditinggal begitu saja.

'Bilang saja gak punya duit!' sungut Jihoon, dalam hati. Seharian ini dia banyak mengeluarkan umpatan, keluhan, bahkan cibiran pada customer yang mirip-mirip seperti ibu-ibu tadi. Tapi cuma dalam hati.

Seperti biasa.

Hingga pukul tiga sore, waktu istirahat shift pagi berakhir giliran shift siang yang istirahat, customer di stand Jihoon tak juga surut. Namun, kebanyakan mereka hanya melihat-lihat saja, sebagian lain cuma sekadar bertanya tanpa niat membeli. Berbeda dengan counter Soonyoung. Pemuda bermata sipit itu tampak kewalahan karena selain harus melayani pertanyaan dan permintaan customer, dia juga harus menulis nota dan membawa pesanan customer ke bagian kasir. Habis itu, setengah berlari, dia kembali ke counter melayani customer lain.

Jihoon spontan mendengus kesal ketika melihat ibu-ibu yang tadi sempat mencoba pakaiannya dan pergi begitu saja setelah menanyakan harga, baru saja menerima nota dari Soonyoung. Itu berarti dia membeli sesuatu di sana. Ekor mata Jihoon melirik P.O.P yang terpajang di atas-tengah meja counter Soonyoung, di sana tertera angka 70% sama seperti yang tertera di P.O.P miliknya. Harganya pun tidak beda jauh. Jihoon sempat melihatnya tadi. Lantas, kenapa orang-orang lebih memilih belanja di sana? Jihoon bertanya-tanya dalam hati namun makin kedal sendiri lantaran tidak menenukan jawabannya.

"Hyung itu memang hebat!" Seseorang tiba-tiba saja sudah berdiri di sebelah kiri Jihoon. Kemunculannya sukses bikin Jihoon kaget bahkan tubuh mungilnya sempat terlonjak halus tadi. Untung saja costumer sudah tidak sebanyak tadi siang. Jihoon melirik sinis pemuda yang juga memakai setelan hitam-putih namun dasinya model kupu-kupu yang justru nyengir lebar. Bukannya minta maaf. Jihoon memutar bola matanya. Sebal. Tapi pemuda itu tidak peka juga. Dia makin asik cerita tentang seseorang yang terus dipanggilnya 'Hyung'. "Costumer itu tidak hanya dilayani seperlunya tapi harus dengan sepenuh hati. Begitu kata Hyung. Dia itu memang hebat!" imbuhnya, menutup ceritanya sendiri.

WORKING!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang