Entah sudah berapa kali aku menghela napas.
Tapi rasa tidak nyaman yang penuh sesak dalam dadaku belum juga berkurang. Justru semakin menjadi saja.
Apalagi tiap kali mengingat ke mana tujuan kami hari ini; toko tempat magang Lee Jihoon.
Sekali lagi, aku menghela napas. Kali ini lebih berat. Jaraknya sudah semakin dekat.
"Hyung, kenapa menghela napas terus?" Jisoo yang duduk di belakang, terapit Wonwoo dan Minghao, menatap dari spion depan.
"Iya, Hyung." Wonwoo ikut menimpali. Tatapannya ikut terhubung oleh spion depan. "Dari tadi kuperhatikan sepertinya kau sangat gelisah." lanjutnya.
Terlihat jelas kalau mereka berdua sangat penasaran. Hanya Minghao yang terlihat asik sendiri menatap keluar jendela. Telinganya disumpal headset.
Seungkwan? Jangan ditanya. Dia sudah terlelap bahkan sejak beberapa menit lalu.
Aku mendesah pelan. Memperbaiki posisi duduk kemudian menggeleng pelan sambil tersenyum. "Gwaenchanha. Aku hanya waswas jika sampai ada fans mengenali Jihoon di sana," ujarku, tentu saja berdusta.
Eh, tidak juga.
Aku juga khawatir untuk itu. Tapi, apa kata mereka kalau aku benar-benar berkata jujur gelisah begini karena beberapa waktu lalu keceplosan menyatakan perasaan pada Lee Jihoon dan berakhir dengan hadirnya kecanggungan di antara kami? Yang ada mereka bakal tertawa atau menatap aneh.
Jadi, aku memilih menjawab begitu saja.
Mereka berdua mengangguk-angguk. Kemudian lanjut berbincang berdua. Aku kembali fokus mengemudi.
Sekitar dua meter dari pintu masuk toko tempat Jihoon magang, aku melihat dua orang berboncengan motor keluar area toko. Salah satu dari dua orang itu memiliki ciri-ciri seperti Jihoon.
Maka aku memutuskan untuk mengikuti dua orang itu. Tidak jadi berbelok masuk ke area toko.
Wonwoo sempat kebingungan. Jisoo bahkan bertanya kenapa. Namun, aku mengabaikan mereka berdua dan memilih fokus mengikuti motor tadi.
working!
Sial!
Aku merutuk, bahkan spontan memukul stir mobil hingga suara lengkingan klaksonnya memekak dan mengejutkan gendang telinga para member yang kini memasang wajah kebingungan, saat tahu siapa pemuda yang tadi membonceng Jihoon; orang itu.
Orang yang diamati diam-diam oleh Jihoon saat di rumah sakit waktu itu.
Orang yang membuatku takut akan kehilangan sosok yang kusukai hingga aku memutuskan untuk menyatakan perasaanku dan justru berakhir membuahkan kecanggungan di antara kami.
Aku kembali menghela napas kasar. Tanpa sadar membanting pintu mobil setelah memastikan parkirnya tepat. Kemudian melangkah lebar-lebar menelusup di keramaian alun-alun, menyapu sekitar, mencari sesosok pemuda mungil yang tadi kuikuti; Lee Jihoon.
Setelah berlari dan menabrak beberapa orang, akhirnya, aku berhasil menemukan Jihoon.
Dia tampak berjongkok, seperti sedang memunguti sesuatu yang tercecer di bawah sana. Entah apa. Aku tidak peduli. Rasanya ingin segera kurengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukan dan mengecup lembut bibirnya yang merona seperti plum. Lantas membisikkan deretan kata maaf karena kebodohanku telah menciptakan tembok kecanggungan di antara kami.
Namun, tepat di saat telapak tangan kiriku telah berhasil mendarat di pundak kanan Jihoon, seseorang juga sedang mencekal erat sebelah lenganku yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
WORKING!!!
Fanfic[FINE!] - [Soonhoon] - [BXB] Lee Jihoon, si jenius dalam musik, disuruh jadi SPB (Sales Promotion Boy) untuk merebut gelar karyawan terbaik di toko ayahnya yang dipegang oleh seseorang yang memiliki kepribadian berbanding terbalik dengan dirinya. M...