Ayah, aku hanya ingin bersamamu, sekali ini saja. Tanpa ada pengganggu, hanya kita berdua kau dan anak mu ini.
I love you, Daddy."Papa." Freya baru saja membuka pintu rumahnya dari depan. Mencari keberadaan orang yang paling di sayangnya itu.
Gadis itu mencari ke ruang kerja Rudi dan menemukan papanya sedang berkutat dengan sesuatu di layar komputernya. "Papa," panggilnya sekali lagi.
Rudi menoleh dan menemukan anak gadisnya itu dalam keadaan yang hampir membuatnya menangis. Pria itu langsung berhambur memeluk Freya erat. Menumpahkan semua kekhawatirannya disana. Menangis sejadinya, walaupun itu di depan putrinya sendiri. "Kamu kemana aja? Papa cari kamu kemana-mana."
"Maaf, Pa. Aku nggak bilang ke papa, maaf."
Keduanya merenggangkan pelukan itu. Rudi meneliti wajah Freya yang terlihat sangat pucat dari biasanya, matanya cekung.
"Kamu sakit, Sayang?" Pria itu membelai pipi Freya lembut.
"Pa," panggilnya lirih. "Hari ini aku minta papa temanin aku seharian penuh, ya?"
Rudi menghela napas, memaksakan senyuman itu terukir di wajahnya. Lalu, ia mengangguk dan berkata, "Apapun, Sayang."
"Pa, pertama kita ke makam mama dan kak Nadia, ya," pinta Freya.
Lagi-lagi Rudi mengangguk, mengiyakan permintaan putrinya.
Sebenarnya Freya sudah menyiapkan to do list hari ini bersama papanya. Dan ia tidak sabar akan melakukannya bersama papanya. Karena mungkin ... ini adalah yang terakhir.
Kegiatan pertama yang akan ia lakukan adalah pergi ke makam mama dan Nadia bersama papa. Beruntung papanya tidak mencecarnya dengan bertubi-tubi pertanyaan yang mungkin belum siap ia jawab. Dan Freya juga sudah menyiapkan to do list untuk besok bersama Miko.
"Ayo." Rudi berdiri di ambang pintu kamar Freya. Sekarang pintu itu sudah tidak terdapat tulisan; di larang masuk. Papanya sudah bebas untuk keluar masuk kamar Freya.
Freya tersenyum, lalu mereka berjalan menuruni tangga dan menuju ke depan. Ia berharap, semoga harinya akan menyenangkan bersama papanya hari ini.
***
"Memangnya Freya kemana, Dok?" tanya Miko begitu Dokter Siska bilang bahwa Freya sudah tidak di rawat lagi.
Seingatnya, Freya masih dalam kondisi lemah yang sewaktu-waktu bisa mengambil nyawanya kapan saja. Tapi kenapa sekarang gadis itu meninggalkan Rumah Sakit.
"Apa sudah ada pendonor yang pas, Dok?" Bastian membuka suaranya. Ia juga sedikit kaget atas kabar bahwa Freya meninggalkan Rumah Sakit tanpa sepengetahuan siapapun.
"Sampai sekarang belum ada ginjal yang cocok untuk Freya."
"Dok, saya mau mendonorkan ginjal saya untuk Freya," titah Bastian dengan nada mantap.
Miko menernyitkan keningnya mendengar permintaan Bastian.
***
Setelah mereka berdua ke pemakaman. Ayah dan anak itu menuju kedai es krim yang beberapa tahun yang lalu sering mereka kunjungi. Sudah beberapa tahun ini sejak kakaknya meninggal, Freya sudah tidak lagi datang dan membeli es krim di sini.
Seperti biasanya, ia membeli es krim dengan tiga varian yang berbeda. Freya memilih rasa mint, green tea, dan cokleat. Sedangkan Rudi memilih varian cokelat, vanilla, dan strawberry. Mereka berdua hanyut dalam perasaan senang dan bahagia. Apalagi Freya, yang tidak tahu sampai kapan dia akan bertahan. Tubuhnya sakit, tapi ia menahan semua itu di depan papanya. Sebisa mungkin ia tidak membuat papanya tidak khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble Maker [COMPLETED]
Teen Fiction"Semua orang menjauh dari ku. Tak ada yang mau berteman denganku." [Aldara Freya Puspitaloka] "Aku ingin melihat senyumnya yang indah. Aku ingin melihatnya tertawa dan ceria lagi sepanjang hari." [Anatha Miko Sartorius] ---------- "Lo itu PEMBUNUH...