DUA PULUH TUJUH :: Dan Dia di Sana

3.9K 198 3
                                    

Dan dia di sana.
Terbaring lemah tak berdaya.
Wajahnya pucat.
Bibirnya pun pucat.
Ku harap dia terus bertahan.

Miko dan Beni kaget sesaat. Apalagi Miko. Mulutnya menganga tak percaya. Apa yang dilihatnya sekarang benar-benar membuatnya sedih.

Gadis itu, terbaring lemah di atas ranjang dengan berbagai alat medis yang menempel di tubuhnya. Suara monoton itu memasuki rongga pendengaran ketiga orang tersebut saat memasuki ruang ICU yang dingin ini. Terus menggema hingga sekarang.

Miko melangkah mendekat ke arah Freya. Wajah Freya lebih pucat di banding dengan saat terakhir kali Miko melihatnya. Hatinya terasa tercubit. Benarkah Freya menyembunyikan penyakitnya ini dari semua orang?

Cowok itu merasa bodoh karena tidak tahu bahwa Freya sakit. Sakit yang tidak main-main. Bahkan bisa mengambil nyawa gadis itu kapan saja.

Tangan Miko tergerak menyentuh punggung tangan kiri Freya yang bebas dari infus.

Dingin.

Tangan Freya begitu dingin, seperti tak ada tanda kehidupan didalam sana. Hatinya bergetar melihat tubuh Freya yang lebih kurus dari yang terakhir kali ia lihat.

Sedangkan, Beni mencoba mendekati Miko. Beni menyentuh bahu teman sekelasnya itu. Ia pun merasa iba kepada Freya.

Terdengar helaan napas dari dokter Siska. Lalu, dokter Siska mendekat ke arah dua cowok itu. “Salah satu ginjal Freya sudah tudak berfungsi lagi.”

Kedua cowok itu terdiam. Menyimak penjelasan dari Dokter Siska. “Sudah setahun belakangan ini dia melakukan cuci darah. Selama itu dan belum ada ginjal yang cocok untuk dia. Saya sudah menyuruhnya untuk bilang kepada keluarganya atau orang terdekatnya. Tapi, ia selalu menolak. Ia memutuskan untuk merahasiakan ini semua.”

Miko menghela napas. Seharusnya ia tahu. Melihat dari Freya yang selalu pucat. Melihat Freya yang setiap hari mengonsumsi obat—entah obat apa itu. Seharusnya ia tahu penyebab dari Freya yang terkadang datang terlambat ke sekolah. Semua ini karena gagal ginjalnya ini. Seharusnya ia menanyakan lebih saat itu.

“Lantas bagaimana keadaanya sekarang, Tante?” Beni bertanya.

Dokter Siska menghela napas. Ia tidak tahu harus menjelaskan semuanya yang terlalu rumit ini kepada dua remaja di depannya. “Satu ginjal Freya yang masih berfungsi terancam rusak juga. Ini semua karena ia tidak melakukan cuci darah akhir minggu ini. Di tambah lagi kegiatannya yang berlebihan. Membuat satu ginjal yang normal itu bekerja sendiri dan membuatnya lelah.”

Jauh di lubuk hatinya, Miko menangis. Ingin ia membahagiakan Freya. Tapi entah dengan cara yang bagaimana.

Katakan bahwa ia memang cengeng. Ia memang tidak gentle.

Katakan pula bahwa ia memang bodoh.

Ia tidak tahu harus apa.

***

Miko bersandar pada pembatas balkon kafe. Tangan kanannya memegang sebuah minuman sedangkan tangan kirinya ia masukkan ke dalam saku celananya. Ia menatap beberapa kursi yang di penuhi oleh pengunjung kafe di depannya.

Cowok itu menghela napas. Pikirannya melayang pada Freya. Sesekali ia menyesap minumnya.

Pusing. Bagaimana caranya ia mendapat dua pendonor ginjal sekaligus dengan waktu singkat, dan harus cocok dengan tubuh Freya.

Trouble Maker [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang