Begitulah cinta. Memiliki dua sisi yang harus hati-hati dan bijak dalam memilah dan mimilih. Ada kalanya ia menjadi energi positif yang akan membawa kebaikan. Ada kalanya ia menjadi energi negatif yang siap menghancurkan.
Freya dan juga Miko masih berada di dalam kamar. Setelah bercerita panjang lebar, gadis itu langsung menangis. Meskipun tak di iringi dengan suara, hanya air matanya yang berlinang dengan deras mengenai pipinya.
Miko cukup tertegun dengan cerita Freya. Ia tidak mengerti, kenapa semua orang tidak mempercayai apa yang di bicarakan Freya. Bahkan itu faktanya. Jika yang membunuh Nabila--Kakak Freya-- bukanlah Freya. Melainkan karena bunuh diri yang di lakukan oleh Nabila.
Kemudian, cowok itu merengkuh tubuh Freya ke dalam dekapannya. Ia mencoba menenangkan Freya dengan mengusap pelan punggung Freya. Tetapi bukannya tenang, Freya malah semakin terguncang. Terbukti dengan suara sesenggukannya.
Miko menghela napas. "Udah ya. Jangan nangis lagi. Gue percaya kok sama lo." Miko mencoba menenangkan gadis di depannya dan di ikuti dengan lepasnya pelukkan itu.
Gadis di depannya itu menunduk, ia masih tidak percaya bahwa dirinya bisa menceritakan tentang itu kembali secara runtut. Dan ternyata ia benar-benar belum bisa melupakan semuanya. Sejak saat itu, ia sangat terpukul di tambah lagi Freya di jauhi oleh semua orang. Dapat di simpulkan bahwa semua itu yang membuatnya menjadi seorang yang introvet .
"Makasih," ucap Freya lirih.
Miko bangkit dari duduknya. Kemudian ia memperhatikan sebuah piano yang berada di dalam kamar itu. "Freya, lo suka main piano, ya?" tanyanya mencoba mengalihkan pembicaraan menyedihkan itu.
Gadis itupun mendongak. Kemudian, tersenyum sambil mengangguk.
Cowok itu manggut-manggut sambil terus menatap ke sekitar seolah belum puas karena sedari masuk tadi ia terus menyusuri pandangan ke penjuru kamar Freya. "Terus kalo itu?" Ia menunjuk ke arah pigura yang berjejer secara acak. "Kenapa lo pake pigura sebanyak itu? Kenapa enggak lo pake album photo aja? Lagian pigura kayu kan, harganya cukup menguras kantong kalo harus sebanyak itu."
Freya bangkit, kemudian, ia beralih duduk di tepi ranjang miliknya. "Biar gue bisa mandang photo-photo itu sepuasnya tanpa harus repot-repot buka album."
Miko menyeringai sambil bertepuk tangan kecil. "Wow! Pemikiran lo hebat juga ya, Frey. Gue jadi pengen nyoba juga di rumah."
Freya mengangguk. "Jadi kapan kita latihan?" tanyanya. Karena sedari tadi Miko hanya bertanya soal ini itu saja.
Tetapi, Miko menggeleng. "Gue kira enggak usah deh. Soalnya kan lo udah jago gitu kan. Tinggal gue yang rada enggak ngerti. Tapi gue bisa latihan sendiri nanti."
Cewek itu menyernyitkan keningnya, "Jadi tujuan lo ke sini buat nge-introgasi gue?" Tapi itu hanya di ungkapnya di hati saja. Jika benar-benar ia ucapkan mungkin Miko akan tersinggung.
***
Latihan hari ini bagi Freya bukan benar-benar latihan. Miko hanya membahas beberapa tentang latihan. Cowok itu hanya mengajaknya mengobrol tentang ini itu. Dan sepenuhnya ia membahas tentang kehidupan pribadi Freya.
Tapi, biar bagaimanapun juga Miko telah membuat kehidupannya sedikit berubah. Terutama di sekolah. Sejak ada Miko ia tidak lagi kesepian di kelas. Sejak ada Miko ia juga selalu mengerjakan tugasnya. Apalagi jika itu satu kelompok dengan Miko. Cowok itu selalu mengajak Freya bercanda di kala bosan karena pelajaran. Miko selalu mencoba mengajak ngobrol Freya, tentang apapun. Dan itu membuat Freya sedikit lebih banyak bicara saat di sekolah. Terkadang ungkapan Miko bisa membuat jantungnya bekerja lebih cepat. Terkadang senyuman tulus Miko bisa membuat hatinya berdesir tak karuan.
Freya tahu, ini memang aneh. Tapi siapa sangka, bahkan sebuah dekapan hangat dari cowok itu mampu membuat perasaan Freya campur aduk tak karuan. Ada sedikit rasa takut di benaknya. Bagaimana jika perasaannya ini salah? Jika perasaan itu benar, lalu bagaimana jika Miko tidak mempunyai perasaan yang sama dengannya?
Jujur saja, ia sedikit takut untuk... kecewa. Mengingat tentang itu, Freya jadi teringat juga soal Bastian. Apa kabar dengan cowok itu? Ia sudah menganggap Bastian sebagai kakaknya sendiri. Mengingat lelaki itu satu tahun lebih di atasnya. Dulu Bastian adalah satu-satunya orang yang menenangkan hatinya. Saat ia di kucilkan, di bully saat di sekolah. Saat itu ia pasti akan datang dan Bastian lah yang memberi dukungan sehingga Freya bisa bangkit lagi. Bastian yang memberinya semangat jika ia sedang drop.
Tapi itu dulu... sekarang semuanya berubah. Tak ada lagi sosok kakak laki-laki yang melindungi adiknya saat sedang terpuruk.
Baginya Miko adalah sosok malaikat yang di kirim tuhan untuk dirinya sebagai teman. Membuat Freya merasakan sedikit kebahagian saat berada di sekolah. Sedangkan Bastian adalah orang yang di kirim oleh tuhan untuk menjadi seorang teman sekaligus kakak yang men-support dirinya dan juga memberikannya nasehat.
Nabila pergi, kemudian Bastian datang menjadi penggantinya. Lalu Bastian pergi dan Miko yang menggantikannya. Lantas apakah Miko juga kan ikut meninggalkannya? Ia tak ingin itu terjadi.
Malam ini sudah terlalu larut, jam telah menunjukan pukul satu dini hari. Tetapi, Freya masih terjaga di atas tempat tidurnya. Ia mencoba memejamkan matanya namun selalu saja gagal. Ia mencoba merubah posisi, mencari posisi yang nyaman. Tapi nyatanya masih tidak bisa juga. Akhirnya ia menyerah, ia membiarkan matanya terbuka. Ia penasaran sampai kapan matanya akan bertahan. Dan ternyata matanya sudah tidak bisa lagi bertahan. Badannya sudah memprotes memintanya untuk beristirahat. Matanya perlahan tertutup dan gadis itu perlahan memasuki alam mimpinya.
***
Miko masih terjaga saat jam bekernya menunjukan pukul 01.00 dini hari. Ia masih belum bisa memejamkan mata. Mungkin ini karena efek dari kopi yang di minumnya. Sejak sore tadi ia menunggu Sarah pulang. Namun, kakak perempuannya itu tak kunjung pulang. Setelah--pulang sekitar pukul 20.00-- tapi katanya kakaknya itu sedang kecapean dan butuh istirahat.
Sebenarnya ia ingin bercerita kepada Sarah tentang Freya. Tapi, katanya besok saja. Dan setelah itu Miko malah di ajak begadang bersama ayahnya yang kebetulan tadi sedang kedatangan tamu. Jadi ia yang harus menemani tamu itu bersama ayahnya. Mereka mengobrol tentang banyak hal. Tapi, Miko tak berminat untuk nimbrug. Ia hanya diam mendengarkan percakapan yang menurutnya membosankan. Saat ia izin untuk tidur, ayahnya malah melarangnya. Katanya anak cowok sekali-kali juga boleh begadang, apalagi besok tanggal merah. Saat ia hampir saja tertidur di atas sofa, saat itu juga ayahnya membangunkannya dan menyuruhnya meminum kopi agar tidak mengantuk. Akhirnya, ia minum. Walaupun hanya satu gelas tapi efeknya begitu luar biasa baginya. Ia jadi menyesal menuruti ayahnya untuk minum kopi. Seharusnya ia menolak saja tadi. Tapi sudah terlambat, sekarang tubuhnya sungguh lelah, tapi matanya tidak mau di ajak kompromi.
Miko bergerak gelisah. Entah sampai kapan matanya bisa tertutup. Hingga jam bekernya menunjukan sekitar pukul 03.00 dini hari. Matanya perlahan terpejam. []
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble Maker [COMPLETED]
Fiksi Remaja"Semua orang menjauh dari ku. Tak ada yang mau berteman denganku." [Aldara Freya Puspitaloka] "Aku ingin melihat senyumnya yang indah. Aku ingin melihatnya tertawa dan ceria lagi sepanjang hari." [Anatha Miko Sartorius] ---------- "Lo itu PEMBUNUH...