SEMBILAN :: Meet Him

4.8K 224 7
                                    

Aku pernah berpikir tentang hidupku tanpa ada dirimu, dapatkah lebih indah dari yang kujalani sampai kini.
-Surat Cinta untuk Starla-






🍃

Miko sedang berada di balkon kamarnya. Ia sedang memandangi langit Jakarta yang sedang mendung sore ini. Ia masih memikirkan Freya yang sedikit atau mungkin memang aneh, hari ini. Freya, cewek yang sangat misterius. Ia mencoba tak berpikiran aneh tentang gadis itu, tapi tidak bisa.

Di mulai dari Freya yang berangkat kesiangan tanpa di curigai oleh guru. Dan juga, gadis itu yang terlihat sedang tak enak badan, namun, tidak ada yang menyuruhnya untuk pulang atau sekedar ke UKS. Seakan-akan semua orang benar-benar tidak peduli dengan keberadaan dan keadaan Freya. Ya, itu memang aneh. Tak adakah yang tahu penyakit Freya selama ini. Dan Miko benar-benar ingin mengetahuinya.

"Hei! Kok ngelamun, sih? Ngelamunin apaan nih. Btw?" kata kakak perempuan Miko sambil menaik turunkan alisnya.

Miko menghela napas. "Kakak ngagetin tahu nggak?" jawabnya sambil berjalan ke dalam kamarnya.

Kakak perempuan Miko menaikan satu alisnya dan berkata, "dih, gitu aja ngambek?" Ia mengikuti langkah adiknya itu memasuki kamar.

Miko membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Sedangkan kakaknya ia memilih duduk di depan meja belajar milik adiknya.

"Kalau ada masalah cerita aja sama kakak. Siapa aja kakak bisa bantuin cari jalan keluar." Saran kakak perempuan Miko, sambil membuka laptop milik adik satu-satunya.

Miko berdecak. "Ah! Nanti kak Sarah ngeledekin aku pasti kalau aku ceritain!" ucapnya sinis sambil melirik Sarah, kakak perempuannya.

Sarahpun membalikan kursi dan badannya menghadap ke arah Miko. "Cerita aja, deh. Nggak bakal kakak ledekin kok."

"Ck! Kak Sarah kan resek orangnya!" tukas Miko sambil menatap langit-langit kamarnya.

Sarah memutar bola matanya. Ia mencoba tersenyum menanggapi celotehan adik laki-lakinya ini. "Apasih susahnya cerita ke kakak?"

Miko melirik kakak satu-satunya itu. Bukannya tidak mau. Akan tetapi, Miko malu jika harus menceritakan ini kepada kakaknya. Apalagi kakak yang menurutnya resek ini suka menceritakan kembali rahasia Miko yang tidak di ketahui oleh siapapun kepada ibunya. Apalagi ini mengenai masalah Freya. Mau di sindir seperti apa lagi Miko, jika menceritakannya kepada Sarah.

Sebenarnya, ia juga membutuhkan saran dari kakaknya. Karena Sarah sering memberikan saran yang cocok untuk Miko. Saran itu selalu di jalankan oleh Miko dan seringkali berhasil. Mungkin saja Sarah bisa memberikan saran yang tepat untuk masalahnya kali ini.

Miko menghela napas. "Oke. Tapi kak Sarah janji ya, nggak akan bilang ke siapa-siapa."

Sarah mengangguk.

"Kakak ingat kan. Aku pernah minta penjepit rambut kakak yang udah nggak kepake itu? Yang mau aku kasih ke seseorang. Ini tentang cewek itu, Kak," kata Miko. Cowok itu membenarkan posisi duduknya menghadap ke arah Sarah.

Dan Miko pun menceritakan semuanya. Dari awal dirinya bertemu dengan Freya hingga hari ini. Juga keingin tahuannya untuk mencari tahu semuanya tentang gadis itu. Miko menceritakan semuanya.

Sarah menunjukkan ekspresi yang berbeda-beda. Semua yang di ceritakan oleh Miko terlihat menarik baginya. Apalagi tentang panggilan 'Trouble Maker' itu karena Freya yang di tuduh membunuh anggota keluarganya sendiri.

Kemudian, cewek berambut coklat kehitaman itu memberi saran kepada adik semata wayangnya. "Saran kakak sih, kamu cari tahu aja dulu gimana kakaknya si Freya ini bisa terbunuh."

Miko menyernyitkan dahinya.

Sarah menggaruk pangkal hidungnya. "Ya, kan rada nggak masuk akal gitu. Kalau Freya bener-bener bunuh kakaknya sendiri. Karena Freyanya sendiri sama kamu aja baik 'kan? Kenyataannya dia enggak ngapa-ngapain kamu 'kan?"

Miko pun menganggukan kepalanya, "aku juga berpikiran kayak gitu sih, Kak. Maksudnya, mereka yang bilang Freya 'pembunuh' enggak ada bukti yang pasti 'kan? Mereka asal tuduh aja."

Sarah mengangguk setuju. "Tapi, emang kamu suka sama dia ya?" tanya Sarah penuh selidik.

Miko menggaruk tengkuknya, kemudian mengangkat kedua bahunya tanda tak mengerti.

Sarah membuangkan napasnya kasar. "Ya udah, kamu cari tahu aja kenapa kakaknya bisa meninggal. Dengan begitu kamu pasti bakalan dapatin clue yang lebih banyak."

"Caranya?" tanya Miko.

Sarah mendengus sebal. Ia gemas dengan adik laki-laki nya yang sedang dalam masa pubertas ini. "Aduh, Dek masa gitu aja enggak ngerti, sih?"

Miko mengangkat kedua bahunya beberapa kali tanda tidak mengerti.

Sarah menepuk dahinya sendiri. "Kamu 'kan ada tugas kelompok sama dia. Nah, nanti kamu minta aja buat ngerjain di rumahnya cewek itu!"

Miko mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian, terukir senyum lebar di bibirnya. "Ide bagus tuh, Kak!"

Sarah mencibir adiknya. Kemudian, cewek berusia 19 tahun itu berdiri dari duduknya dan melangkahkan kaki untuk keluar dari kamar Miko.

"Makasih kakak ku tercinta, tersayang, pokoknya semua deh!" ucap Miko senang.

Sarah hanya mengangguk tanpa menoleh ke arah Miko, ia terus berjalan ke arah pintu dan keluar dari kamar Miko.

***

Cahaya dari matahari pagi saat ini sudah menyengat. Tetapi, Freya masih berada di luar sekolah. Seperti biasanya, cewek berkulit putih itu berangkat saat bel sekolah -tanda jam pelajaran pertama- hampir berbunyi. Mungkin, 10 menit lagi bel itu akan berbunyi.

Freya terus berjalan, menyusuri trotoar yang mengarah ke sekolahnya. Ia terus menundukan kepala. Ia tidak peduli dengan keadaan sekitarnya, tidak peduli jika ada orang yang sedang berjalan di depannya, toh orang itu akan menghindar dengan sendirinya tanpa Freya yang harus menghindar.

Rambutnya tergerai, sesekali angin bertiup dan membuat rambut indah milik Freya tersapu ke belakang dan memperlihatkan wajahnya. Ia terus berjalan walau beberapa kali orang-orang yang lewat di sebelahnya memandangnya aneh. Hingga beberapa saat kemudian seorang cowok yang sedang asyik memainkan ponsel menabraknya.

Bugh!

"Aduh!" pekik cowok itu.

Cowok itu terjatuh, begitupun dengan Freya. Kemudian, Freya mencoba bangun dan mengusap-usap tangannya yang kotor karena terjatuh. Cewek itu mengerjapkan mata memandang cowok itu.

Sedangkan, cowok yang menabraknya tadi sedang terfokus memunguti bagian ponselnya yang terlepas dan berceceran. Cowok itu terlihat se-umuran dengannya. Dan Freya juga seperti mengenalinya. Freya terus mengamatinya.

Setelah selesai memasang bagian-bagian telepon genggamnya ia berdiri dan menatap gadis yang menabraknya tadi. Dan betapa terkejutnya cowok itu.

Cowok itu membelalakan matanya. "Freya?"

Sedangkan, Freya menyipitkan matanya. "Ba...Bastian?"

Bastian menghela napas, kemudian ia tersenyum lebar ke arah Freya. "Apa kabar, Frey?!"

Freya ikut tersenyum, kemudian ia melangkah maju mendekati Bastian dan ia reflek memeluk cowok itu.

Bastian berjengit kaget. Ia kaget akan sikap Freya yang langsung memeluknya erat.

"Gue baik!" tukas Freya. Kemudian, ia melepaskan pelukannya dari Bastian. " Lo pindah ke mana sih? Kok enggak bilang-bilang?"

Bastian tersenyum miris. "Ah, lo enggak perlu tahu, Frey."

Freya mengerutkan keningnya. "Kenapa gue 'enggak perlu tahu'?" []

***

Trouble Maker [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang