TIGA BELAS :: Ex-pressed

4.3K 208 3
                                    

Di balik segala ujian ada kedewasaan pada tiap sisinya. Di balik sebuah kesedihan selalu ada kebahagiaan menanti di ujung penantian.



Freya mengambil napas panjang lalu mengeluarkannya. Ia mencoba setenang mungkin, untuk memulai ini semua. Meskipun Miko sudah bilang bahwa jika ia tak mau menceritakannya pun juga tidak apa-apa. Tapi, apa salahnya menceritakannya. Barangkali Miko akan percaya padanya. Dan semua orang juga akan mulai mempercayai cerita yang sebenarnya itu, bukan cerita mengada-ada yang beredar saat ini. Dan mungkin saja dia tidak akan di di bully lagi.

***

Freya sedang berada di dalam kamarnya. Ia tengah sibuk mewarnai lukisannya di kanvas dengan cat khusus. Hingga kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar.

"Masuk!" serunya yang masih sibuk dengan lukisan di depannya.

Kemudian, pintu terbuka dan ternyata itu adalah kakak perempuannya. Waktu itu kakaknya masih seumuran dengannya saat ini. Kakaknya masih kelas XI. Lalu, kakaknya duduk di pinggiran kasur milik Freya.

"Lagi ngapain, sih? Dari tadi enggak kelar-kelar. Kakak nungguin kamu di kamar?" Kakak Freya memandangi Freya yang masih sibuk.

Freya tersenyum kemudian ia menyudahi mengecat lukisannya itu. "hehe, ya maaf." Ia merapikan semua peralatan melukisnya.

Nabila tersenyum hangat menanggapi Freya yang saat itu masih duduk di kelas VIII SMP.

"Oh iya, kak. Soal kak Nabila yang mual-mual tiap pagi itu, gimana? Udah di cek ke dokter belum?" tanya Freya. Kemudian ia duduk di depan Nabila.

Nabila hanya diam. Ia tak menjawab pertanyaan dari adik semata wayangnya itu.

Freya mengerutkan dahinya saat mendapati Nabila tidak menjawab pertanyaannya. "Papa udah di kasih tahu, belum?" tanya Freya lagi.

Nabila menggeleng. "Papa enggak akan perduli sama kak Nabila. Papa sibuk sama kerjaannya sendiri, Freya."

Ia puas karena Nabila menjawab pertanyaanya. Tapi ia tidak puas mendengar jawaban itu di lontarkan dari mulut Nabila.

"Tapi 'kan papa juga harus tahu, kak." Freya sangat cemas dengan keadaan Nabila saat itu.

Nabila tersenyum getir. "Apapun yang kita lakukan saat ini, baik atau buruk papa juga enggak akan perduli sama kita, Dek."

Nabila membuang muka. Lagi-lagi ia tersenyum getir, kemudian berkata, "Nilai sekolah kakak yang turun aja Papa enggak perduli 'kan?"

Freya mengerutkan keningnya mendengar pengakuan Nabila barusan. Jadi, nilai kakaknya yang turun akhir-akhir ini karena di sengaja oleh kakaknya sendiri?

Nabila kemudian menatap adik perempuannya itu. Ia memegang kedua pundak Freya. "Dek, lukis kakak dong."

Freya kembali mengerutkan keningnya. Biasanya Nabila tidak akan pernah mau di lukis olehnya. Tapi ini kenapa tiba-tiba Nabila ingin sekali di lukis oleh Freya. Dengan bersemangat pula.

"Tumben, Kak? Biasanya kan enggak mau," kata Freya sambil berjalan untuk mengambil peralatan lukisnya kembali.

Nabila menghela napas. "Kamu enggak akan pernah bisa ngelukis kakak lagi setelah ini." kemudian ia tertawa hambar.

Freya memberhentikan aktivitasnya. Kemudian, ia mengalihkan pandangannya ke arah Nabila. "Kenapa? Aku masih bisa lukis kakak secara diem-diem kok." Freya berkata seperti itu dengan raut wajah sedih.

Trouble Maker [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang