"I only pray you never leave me behind
Because good music can be so hard to find
I take your hand and pull it close to mine
Thought love was dead but now you're changing my mind."
--Stereo heart--
Semburat merah di kedua pipi Freya
semakin tercetak dengan jelas. Ia tidak bisa menutupi itu. Dan membuat seorang Miko tertawa terbahak."Aduh! Blusshing, lo lucu tau nggak?" Ia berhenti tertawa. "Tapi, gue enggak bohong."
Gadis itu menerawang ke arah langit yang cerah, secerah hatinya. Ia tidak tahu harus menjawab apa pernyataan Miko barusan. Jadi, ia lebih memilih untuk berpura-pura tidak mengerti.
"Kalo gue bilang gue cinta sama lo, lo bakal jawab apa?"
Pertanyaan Miko membuat jantungnya yang sudah normal menjadi berdebar lagi. Maksudnya berdebar berlebihan. Perut Freya di landa sensasi mulas lagi. Semburat merah yang kian memudar malah muncul lagi. Bagaimana ia harus menjawab. Bahkan cinta saja ia tidak tahu. Memangnya apa itu cinta? Nadia tidak pernah bercerita mengenai cinta seorang cowok kepada cewek. Pengalaman tentang cintanya adalah sebatas novel dan drama korea. Itupun ia sulit memahaminya.
"Emangnya cinta itu apa, sih?" tanya Freya. Gadis itu memberanikan diri untuk menatap Miko. "Menurut lo aja, deh?"
Cowok itu menghela napas panjang, "Cinta itu... tentang perbedaan. Tapi dari perbedaan itu kita belajar untuk saling melengkapi." Ia memberi jeda sebentar, melihat ekspresi Freya. "Lo beda dari gue. Makanya gue pengen melengkapi bagian lo yang hilang itu."
Freya menernyitkan kening. Ia menunduk takut-takut. Jari telunjuknya saling bertaut. "Gitu, ya? Emang gue bisa melengkapi lo? Gue kan enggak sempurna, Ko."
Melihat Freya menunduk dan jarinya saling bertaut. Miko menarik tangan Freya lembut dan menggenggamnya. Ia menatap lurus manik mata Freya. "Kita semua enggak ada yang sempurna, Frey."
Freya bergeming. Apakah seperti ini rasanya di sayangi? Bahkan ia lupa rasanya.
"Freya. Gue tanya. Lo mau nggak jadi pacar gue?" Miko begitu to the point. Ia awalnya hanya memberikan kode. Tapi, sekarang Miko malah menyatakan perasaannya.
Sedangkan, Freya. Keringat dingin sudah luruh dari dahinya. Ia tidak berani menjawab. Jika memang Miko mencintai Freya, maka gadis itu tidak ingin menyakiti hati Miko. Ia saja tidak tahu sampai kapan tubuhnya akan bertahan--melakukan cuci darah-- sedangkan pendonor ginjal yang di nanti-nanti Freya tidak kunjung datang. Ia juga berusaha menghemat uangnya agar bisa di gunakan untuk cuci darahnya itu.
Tapi apa salahnya bahagia? Bisa saja minggu depan ia sudah berada enam kaki di bawah tanah. Bisa saja lusa atau bahkan besok. Jika cinta Miko terlalu dalam padanya, maka semua itu akan berisiko buruk terhadap Miko.
Kemudian, Freya melepas tangannya dari genggaman Miko. Ia menunduk. "Maaf... tapi... gue... enggak bisa..." desisnya sambil menggeleng lemah. "Untuk saat ini, gue enggak bisa terima lo, Miko. Maaf..." Ia menatap Miko yang masih terbungkam.
Ia mengatupkan mulutnya. Lalu ia menghela napas. "Oke, enggak apa-apa. Kalo untuk saat ini lo nggak bisa, gue bisa nunggu lo sampai kapan pun lo bisa." Bahkan di saat seperti ini cowok itu masih bisa tersenyum. "Tapi kita masih teman, kan?"
Gadis itu menghela napas lega. Lalu mengangguk, "Tentu."
***
"Aku tadi nembak Freya, Kak."
Mata Sarah mebelalak. "Hah!" teriaknya kaget.
Miko mendengus sebal karena Sarah berteriak. Ini sudah malam, jadi teriakan Sarah akan menimbulkan potensi; orangtuanya akan ke sini dan memaksa Miko untuk bercerita di depan mereka bertiga. "Aduh... enggak usah teriak juga kenapa, sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble Maker [COMPLETED]
Ficțiune adolescenți"Semua orang menjauh dari ku. Tak ada yang mau berteman denganku." [Aldara Freya Puspitaloka] "Aku ingin melihat senyumnya yang indah. Aku ingin melihatnya tertawa dan ceria lagi sepanjang hari." [Anatha Miko Sartorius] ---------- "Lo itu PEMBUNUH...