Dua Puluh Tiga

1.4K 97 10
                                    

Ify masih terisak meski Gabriel telah membawanya pergi meninggalkan pemakaman beberapa menit yang lalu. Gabriel melajukan mobilnya pelan sambil mengusap kepala Ify dengan sebelah tangannya.

"Aku kangen mama", ucap Ify di tengah tangisnya.

Gabriel tak berniat menjawab. Ia membiarkan adiknya itu mengungkapkan apa yang ia rasa. Ia hanya akan menjadi pendengar yang baik sampai Ify selesai bicara.

"Waktu Bang Iel pergi, gk ada yang nemenin aku ketemu mama. Aku selalu sendiri ke sana, bahkan tanpa papa"

Ada rasa sesak yang dirasakan Gabriel. Tenggorokannya terasa tercekat, hingga sulit untuk berkata-kata meski hanya berucap maaf.

"Awalnya aku juga nggak rela papa nikah lagi setelah dua tahun  kepergian mama. Tapi aku juga nggak punya pilihan selain berdamai sama keadaan. Waktu itu aku cuma anak umur 10 tahun yang nggak tau apa-apa, tapi Bang Iel malah pergi gitu aja"

Ify melepas tangan Gabriel dari kepalanya. Kini ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, menenggelamkan diri dalam tangis yang semakin tak bisa ditahan.

Gabriel menepikan mobilnya. Ia melepas safety belt-nya agar membuatnya lebih leluasa. Diraihnya kedua bahu Ify agar menghadap padanya.

Ify menggerakkan bahunya mencoba melepaskan tangan kakaknya itu. Gabriel meraih kedua tangan Ify yang masih menutupi wajahnya dan membukanya paksa. Ia menangkupkan kedua tangannya pada kedua pipi Ify.

"Denger Fy, ada hal yang perlu kamu tau tapi nggak sekarang. Nanti Bang Iel janji bakal ceritain. Kita udah mau sampai di rumah Oma. Udahan ya, jangan nangis terus.."

Ify tak menghiraukan ucapan Gabriel. Air matanya seolah tanpa komando tetap mengalir membasahi pipi.

Gabriel menarik napas panjang dan menghembuskannya
perlahan.

"Yaudah, lanjutin dulu deh nangisnya. Bang Iel tungguin sampai selesai"

Seketika Ify berhenti menangis. Kini ia malah menatap tajam Gabriel.

"Loh, udah selesai nangisnya?"

Ify mencebik. "Ngeselin banget sih!"

"Kenapa lagi coba?"

"Adiknya nangis bukannya dihibur kek, dicupcup, dipukpuk gitu, ini malah dibiarin"

Gabriel tak dapat menahan tawanya. Hal itu semakin membuat Ify memberengut kesal.

"Ya lagian, kamu kan makin dilarang makin dilakuin. Yaudah biarin aja, nanti juga berhenti sendiri"

"Jahat banget!"

"Iya, Bang Iel juga sayang banget sama Ify", Gabriel menepuk-nepuk puncak kepala Ify.

"Apa coba nggak nyambung"

Gabriel hanya menanggapinya dengan tawa.

"Eh, yang tadi...", ucap Ify menggantung.

Gabriel menautkan kedua alisnya.

"Bang Iel janji kan bakal ceritain?"

Gabriel mengangguk, "Iya, Bang Iel mah nggak pernah ingkar janji..."

Gabriel memberi jeda.

"Kecuali kalau khilaf", lanjutnya membuat Ify memukul lengannya.

***

Rio menghentikan motornya tepat di depan gerbang rumah Via. Setelah turun dari motor Rio, Via langsung melangkah hendak membuka gerbang tanpa mengatakan apa-apa. Namun, sebelum gerbang rumahnya sempat terbuka, lengannya ditahan oleh Rio. Via menoleh dan menatap Rio heran.

DEKAT (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang