XIX: Bestial Twilight

12 2 1
                                    

Aku mengambil inisiatif untuk menyerang Murcielago terlebih dahulu. Murcielago tersenyum dengan angkuh lalu ia melesat keaarahku. Aku dan Murcielago langung bertarung secara hebat. Ini pertama kalinya aku bertarung secara serius dari awal. Aku memang tidak bisa untuk bermain-main lagi, kali ini aku melawan sumbernya. Jika aku dapat mengalahkannya, aku dapat menyelamatkan dunia dan aku dapat membalas kematian kakak.

Murcielago menggunakan Falce Miseriae sebagai sabit besar, serangannya begitu cepat hingga aku nyaris tidak dapat mengikutinya.

Kalau Adelicia dapat memisahkanku saja...

Adelicia meninju wajah Murcielago dengan amat keras. Mendengar dentumannya saja aku ngeri setengah mati. Lain kali, aku tidak akan pernah membuatnya marah lagi, aku bersumpah.

Aku mundur dan mencoba untuk mengatur sebuah rencana. Sekarang, Adelicia sedang sibuk bertarung dengan Murcielago. Aku takjub akan kemampuan bertarungnya, ia dapat mengimbangi Murcielago dengan mudah.

Murcielago sepertinya sangat meremehkan kami. Pasti dia memiliki sebuah kelemahan yang besar. Jika aku dan Adelicia dapat mengetahuinya, kami menang.

Shannon tiba-tiba ikut membantu. Kali ini, 2 perempuan melawan sebuah monster. Kondisi ini sangat pas untuk memerhatikan titik kelemahan Murcielago.

Lalu, aku sadar akan sesuatu. Setiap Adelicia dan Shannon menyerang, ia selalu memancing mereka ke depan tubuhnya agar ia dapat melihat mereka berdua dengan jelas. Ah dasar, aku kira kau akan sangat berbahaya, ternyata... kau tidak punya pengalaman bertarung sama sekali.

Boommmm

Adelicia meninju wajah Murcielago hingga wajahnya mulai mengalami lebam. Shannon sibuk menyerang Murcielago dengan elemen-elemen seperti tanah dan angin.

"Sudah cukup! Aku muak!!!!"

Murcielago menangkap tinju Adelicia dengan tangan kirinya dan ia menangkap tendangan Shannon dengan tangan kananya. Ia melempar mereka berdua ke arahku.

Maaf, aku harus mengambil kesempatan ini!

Tanpa basa-basi, aku langsung melesat sambil mengepalkan tangan kananku. Aku membentuk sebuah pisau cekung dari api ungu untuk dijadikan sebuah senjata.

"Datang juga kau!" Katanya.

Aku melemparkan pisau itu ke arah si besar hitam ini. Dengan mudahnya, ia menangkis pisau itu. Namun, itu adalah rencanaku. Adelicia dan Shannon sudah mengambil inisiatif untuk menyerang Murcielago dari segala arah. Murcielago tampak kebingungan. Ia bingung siapa yang harus ia hadapi terlebih dahulu.

Secara logika, harusnya dia mengurusku karena aku yang paling kuat... kelihatannya.

"Kau tidak akan bisa menipuku!" Katanya.

Dia memutuskan untuk menyerangku terlebih dahulu yang nyatanya adalah kesalahan yang besar. Aku membuat 2 pisau yang sama dan melemparkannya ke arah Adelicia dan Shannon. Ketika aku sudah di dekat Murcielago, ia memukulku tepat di dada. Rasanya isi lambungku ingin keluar semua, aku terpental jauh hingga nyaris jatuh dari gedung. Beruntung, aku dapat menggenggam sebuah antena yang aku barus sadar ada di situ.

"AGH!!!!!"

Murcielago berteriak kesakitan. Ketika aku kembali ke posisi semula, Murcielago sudah terluka. Kedua tangannya berdarah. Darahnya mengalir dengan warna hitam.

"Adelicia! Lemparkan senjataku!" Perintahku.

"Ya!"

Adelicia mengambil sabit milikku dan melemparkannya kepadaku. Sabit itu berotasi dengan kecepatan yang tinggi. Namun, aku menangkapnya dengan mudah tanpa luka. Aku mengubah bentuk sabit ini menjadi panah dan aku langsung mengeker kepala Murcielago.

TenebrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang