"Hahahahaha!!!!! Bagus Tomino! Kau semakin mendekati keputusasaan yang sejati! Buatlah penglihatan yang kau telah lihat menjadi kenyataan!" Teriak Murcielago dengan girangnya.
Aku mendengar hentaman kaki yang berbunyi semakin keras di belakangku. Astrea yang baru bangun melewatiku dan menyerang Tomino dengan segenap kekuatannya.
"Dasar bocah! Berani-beraninya kau menghancurkan tembok itu! Bocah sialan!" Ujarnya sambil mengayun-ayunkan pedangnya ke arah Tomino yang sedang asyik menghindari serangan yang dilontarkan Astrea.
"Aku melakukan ini demi masa depan manusia nanti. Aku akan membunuh semua orang yang ada di sini dan aku akan memperbaiki dosa yang kalian telah lakukan sejak lama." Ujar Tomino sambil menghindari serangan Astrea.
"Kau sudah gila!" Kata Astrea sambil meninju wajah Tomino.
Tomino menerima tinju itu. Satu detik setelahnya, ia menendang Astrea tepat di dadanya. Keduanya sama-sama menerima sebuah serangan.
"Dasar bocah sial!"
Ikatan yang ada di leherku mulai kendur dan mulai terlihat. Rupanya, aku tercekik oleh sebuah perban berwarna hitam. Aku merobeknya dengan kedua tanganku dan aku langsung membantu Astrea.
Murcielago menjentikkan jarinya yang membuat tubuh kita tidak dapat bergerak. Sekeras apapun aku berusaha, hasilnya percuma. Aku tidak dapat bergerak.
"Jangan bertindak dengan gegabah, Tomino. Kau masih belum sempurna." Kata Murcielago dengan tegas.
Tomino membuang nafas dengan kesal. Sepertinya ia tidak ingin menuruti Murcielago namun ia tidak memiliki pilihan lain. Tomino mundur dan menghampiri Murcielago dengan sikap yang tidak ramah.
Perban hitam yang menutupi Tomino kian makin tebal. Seluruh tubuhnya kini ditutupi oleh perban kecuali kepalanya. Ia terlihat seperti mumi yang ada di sebuah bangunan bernama piramid.
Sebuah ledakan terdengar dari arah barat. Orang-orang mulai tewas. Ghoul-ghoul yang masuk ke kota seperti sedang bertamasya dengan bekal makan siang mereka yang berupa jiwa manusia.
"Adelicia, kelak kau akan mengerti. Kau akan mengerti apa yang aku rasakan. Menjadi lemah hanya akan membawa kematian. Lihat contoh tembok itu. Strukturnya yang lebih lemah dariku membuat kalian, para manusia hancur." Ujarnya dengan dingin.
"Ayo, Tomino." Ajak Murcielago.
Tomino mengangguk dengan patuh, sudah seperti anak buah komandan di militer. Namun, Murcielago sepertinya menjadi komandan yang bodoh. Tomino, anak buahnya sendiri dengan cepat menusuk dada Murcielago dengan tangan kanannya yang terlihat seperti tangan sebuah iblis.
Murcielago mengeluarkan banyak darah yang keluar dari mulutnya dan dari dadanya. Tomino mencabut tangan kanannya dari dada Murcielago dan menghempaskan darah yang ada di tangan kanannya dengan gaya yang memukau.
"Apa... yang kau lakukan?!" Tanya Murcielago sambil memegang dadanya yang bolong.
"Kau kira aku akan menurutimu?" tanya Tomino sambil tersenyum licik. "Salah besar!" Lanjutnya sambil tertawa.
"Huh, kau sangat arogan bocah! Kau pikir dengan kekuatan sekecil itu, kau dapat mengalahkanku?!" Tanyanya.
"Aku membenci kalian. Aku sudah tidak tahu mana yang benar, menurutku kalian itu adalah sama. Aku tidak akan menurutimu wahai makhluk angkuh. Aku akan menjalani hidupku sendirian."
Tomino menoleh ke arahku sambil memasang wajah ramahnya yang terakhir muncul sekitar 15 menit yang lalu.
"Adelicia, selamat tinggal." Ujarnya dengan sebuah senyuman yang hangat.
Tomino melompat dari atas gedung itu. Setelah tubuhku dapat bergerak, aku langsung berlari ke arah pembatas lalu mencari keberadaanya. Malangnya, aku tidak dapat menemukannya.
"Ah... sial."
Murcielago yang lemas tiba-tiba saja menghilang dan meninggalkan sebuah asap tipis yang menyelimuti lantai.
Aku melihat jauh ke arah lubang di tembok dengan ekspresi lemas tanpa semangat hidup. Semuanya terjadi dengan begitu cepat. Bahkan, aku tidak dibiarkan untuk berfikir lama. Kejamnya takdir membuatku kehilangan seorang sahabat. Seorang sahabat yang sangat aku cintai kini adalah sebuah target. Sebagai seorang geist, aku harus melakukan purrification kepadanya. Dan itu akan... membunuhnya.
"Adelicia." Panggil Astrea.
Aku menoleh ke arah belakang dan mendapati Astrea yang sedang menatap ke arah kota dengan ekspresi yang kosong. Ia mengenggam pedangnya dengan erat, namun aku dapat merasakan hawa negatif yang menyelubungi dirinya. Aku mulai cemas, namun... penduduk sedang dalam bahaya. Aku harus membantu mereka.
"Nanti saja, Astrea. Sekarang kita harus membantu penduduk!" Kataku.
Astrea melihat ke arahku dengan murung. Namun, dia mengangguk dan bersedia membantuku membersihkan kota.
***
"Toloongg!!!!!!!!!!"
Aku dan Astrea tiba di pusat kota yang sudah berantakan. Darah sudah menjadi hal yang menyatu di jalanan. Tubuh-tubuh berserakan dengan keadaan yang bermacam-macam. Ada yang hanya tergeletak, ada yang kehilangan tangan dan ada juga yang dalam kondisi terbakar.
"Kejam!" Kataku dengan emosi.
Ghoul-ghoul yang sedang asyik menyerap jiwa para penduduk mendadak memfokuskan perhatiannya kepadaku.
Raungan yang mirip dengan suara halilintar, langkah kaki yang terdengar berat, dan hawa lapar yang dapat aku rasakan. Kami seperti rusa yang dikepung oleh singa-singa yang kelaparan.
"Adelicia, biar aku yang urus." Ujar Astrea.
"Apa maksudmu? Kita harus bekerja sama!" Perintahku.
Astrea menancapkan pedang miliknya di atas tanah. Dengan ekpresi yang penuh dengan konsentrasi, ia meletakkan kedua telapak tangannya di atas pedang itu.
"Adelicia, kini aku sadar apa kelemahanku." Ujar Astrea sambil mengeluarkan api dari tubuhnya yang perlahan menjalar ke sekelilingnya. "Aku terlalu khawatir akan sesuatu. Harusnya, aku dapat mengalahkan Tomino dengan mudah. Namun, karena rasa khawatir... aku tidak berani untuk menggunakan seluruh kemampuanku kepadanya." Lanjutnya.
Aku merasa sama. Ketika aku hendak meninju Tomino, aku takut kalau dia akan kenapa-napa. Aku takut pada dirinya yang sekarang. Aku takut kalau aku akan gagal.
Aku bagaikan cahaya dan Tomino bagaikan kegelapan. Seperti barusan, kami adalah dua insan yang saling bertolak belakang sekarang. Aku adalah yang menyucikan, dan Tomino adalah yang merusak.
Meski begitu, aku yang masih terpukul karena kepergian Tomino tidak dapat menemukan semangatku. Seperti sebuah lampu, ketika kau mengambil sumber energinya, maka ia akan padam.
"Aku tidak akan khawatir, aku akan melaju. Aku akan menemukan bocah sialan itu, setelah itu... aku akan membuat wajahnya yang tampan menjadi yang paling jelek di dunia!" Katanya sambil tersenyum sedikit.
Astrea mencabut pedang itu dan dengan cepat, api yang telah menjalar ke arah ghoul-ghoul di sekeliling kami mendadak muncul dari bawah tanah layaknya air mancur yang muncul dari bawah ke atas.
Ghoul-ghoul tersebut meronta-ronta kepanasan karena tubuhnya yang diselimuti api yang maha panas. Astrea hanya berdiri di tempat sambil tersenyum puas layaknya orang yang telah berhasil memanjat gunung tertinggi tanpa istirahat.
"Astrea...." ujarku dengan pelan.
Di tengah-tengah banyaknya ghoul yang sedang terbakar, Astrea menyarungkan pedangnya sambil tersenyum manis ke arahku. Si rambut merah merapihkan poni rambut yang berantakan dengan gaya yang khas.
"Ayo Adelicia. Kita masih memiliki piket kebersihan yang tertunda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenebris
Fantasy(18+) Genre: Dark Fantasy, Romance, Psychological Emosi negatif adalah sebuah kutukan yang dilahirkan dari sisi tergelap manusia, semua orang memilikinya. Namun apa yang terjadi jika emosi itu dapat merubah seseorang menjadi makhluk keji yang tidak...