"Jadi seperti itu?" Tanya Tomino sambil tersenyum lembut.
"Iya, aku tidak merekayasa adegan dan perkataan apapun." Kataku sambil tersenyum dengan amat bahagia.
Tomino yang sedang duduk di atas ranjang rumah sakit hanya bisa tersenyum sambil melihat diriku dengan tatapan manisnya itu. Seakan berada di taman yang penuh akan bunga, hatiku terasa tentram dan damai.
"Kenapa kau melihatku dengan tatapan seperti itu? Aku terlalu tampan ya?" Tanyanya dengan jahil.
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dengan panik. Aku sedang salah tingkah. Hanya dengan mendengar suaranya yang gentle dan lembut, jantungku langsung berdebar dengan kencangnya. Sangat tidak adil, dia tampak tenang-tenang saja di hadapanku. Apa hanya aku saja yang merasakan hal ini?
"Aku senang. Aku senang dapat bertemu denganmu kembali, Adelicia. Aku kira aku akan mati di luar sana." Ujar si rambut putih. "Tapi ternyata tidak. Kau dan Astrea telah menyelamatkanku. Sungguh, sungguh tidak dapat dipercaya. Kau menjadi geist dan berhasil membunuh satu ghoul. Adelicia, kau memang penuh kejutan." Lanjutnya sambil tertawa kecil.
"Aku juga tidak percaya." Kataku sambil tertawa manis. "Aku masih menganggap ini semua adalah mimpi. Tapi, ketika aku melihatmu di sini, aku yakin ini adalah kenyataan." Lanjutku.
Tomino menggumam sambil menatapku dengan tatapan khas miliknya seperti dia sedang melihat jauh kedalam hatiku yang sepertinya mudah ditebak olehnya.
"Adelicia, aku ingin bertanya tentang sesuatu." Kata si rambut putih.
"Ada apa?" tanyaku sambil mengangkat alisku.
"Murcielago. Seperti apa dia?" Tanyanya dengan serius.
Aku mendeskripsikan Murcielago secara rinci, lengkap dengan sikap dan fakta kalau dia telah membunuh ayahku dan kakak dari Tomino. Mendengar hal ini, Tomino memasang ekspresi wajah yang penuh dendam. Aku merasakan perasaan yang tidak enak, seperti akan ada hal buruk yang segera terjadi.
"Murcielago. Setelah menunggu selama 10 tahun, aku dapat mengetahui indetitasmu." Gumamnya. "Dan Adelicia, kemungkinan besar dia adalah Corruption. Si penyebar yang sudah hidup selama 1500 tahun." Jelasnya.
Sempat terlintas di pikiranku hal yang seperti itu. Aku melipat kedua tanganku lalu memenjamkan mata sambil berfikir. Iya juga, aku selalu mengira kalau dia adalah Athlioth. Tapi, dengan hawa negatif sebesar itu...dia memang benar-benar sang penyebar.
"Ah, kau sepertinya sedang sibuk berfikir ya." Ujar Tomino.
Aku membuka mataku sambil mengeluarkan nafas dari mulutku. Rasa penasaran masih saja lekat di otakku. Bahkan hingga hari ini, setelah 2 hari aku berhasil menyelamatkan Tomino, aku masih saja kepikiran dengan Murcielago.
"Adelicia, mau kah kau menemaniku keluar?" Tanya Tomino.
"Keluar?" Tanyaku dengan kaget.
"Ya, keluar. Hei, kau masih memikirkan hal itu?" Tanya Tomino.
"Iya... apakah kau tidak terganggu? Maksudku... kakakmu---"
"Tidak apa-apa." Potongnya. "Ayo ke lantai atas, mungkin pemandangan di siang hari ini akan membuat pikiran kita segar." Ujarnya.
Tiba-tiba saja, Astrea datang sambil membawakan sebuah apel segar. Aku melihat dia dengan tatapan yang menusuk. Baru saja ingin berdua dengan Tomino, dasar Astrea!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenebris
Fantasy(18+) Genre: Dark Fantasy, Romance, Psychological Emosi negatif adalah sebuah kutukan yang dilahirkan dari sisi tergelap manusia, semua orang memilikinya. Namun apa yang terjadi jika emosi itu dapat merubah seseorang menjadi makhluk keji yang tidak...