Langit memandang awan melalui jendela ruang kerjanya. Langit bekerja di salah satu perusahaan penerbitan yang cukup terpandang di negeri ini. Perusahaan penerbitannya sudah sering menerbitkan novel-novel laris dari penulis terkenal dan juga beberapa novel terjemahan yang sudah mendunia. Setelah Langit masuk ke dalam perusahaan tersebut, ia membuat perusahaan tersebut melebarkan bisnis penerbitannya melalui buku-buku anak-anak.
Langit sangat menyukai anak-anak. Dan menerbitkan buku-buku anak merupakan salah satu mimpi terbesarnya. Ia ingin seluruh anak-anak di negeri ini mendapatkan bacaan yang mendidik dan berkualitas sedari kecil. Sehingga, pesan yang terkandung dalam buku-buku anak haruslah bermakna agar dapat diingat terus hingga mereka dewasa.
Kringgggg. Suara dering telepon ruang kerjanya membuyarkan lamunanya.
"Ya...?"
"Bu Indira perwakilan dari komunitas Gemar Baca sudah datang Pak." Ucap Hani, sekertarisnya yang sudah mendapat gelar itu sejak ia pertama kali menginjakan kaki di kantor ini.
"Persilahkan masuk 5 menit lagi ya." Langit segera membereskan meja kerjanya dari kertas-kertas yang berserakan dan tumpukan dokumen yang belum sempat ia sentuh.
Suara pintu terbuka diikuti oleh suara hak sepatu yang bertumbuk dengan lantai ruangan membuat Langit mengarahkan pandangannya pada wanita cantik didepan matanya saat ini. Indira. Indira dengan segala pesonanya sebagai wanita dan sikap hangatnya pada semua orang mengulas seutas senyum kepada Langit.
"Jadi kerjaan kamu kalo jam segini tuh ngelamun ya?" Suara Indira yang tiba-tiba dan tuduhannya membuat Langit mengernyitkan dahinya.
"Sok tau kamu! Suuzon itu namanya."
"Loh itu buktinya. Tirai jendelanya kamu buka. Kamu kan biasa ngelamun sambil liat awan dan langit." Indira menunjuk Jendela ruangan Langit yang tirainya terbuka lebar.
"Sudah jangan ngurusin aku terus. Jadi apa?"
"Ck... kamu pasti tau kan tujuan aku datang kesini? Jadi gimana hasil penjualan buku-buku itu?"
"masih stagnan Dir, keuntungan sih sudah didapat, tapi belum dalam skala yang besar. Dalam minggu ini aku masih mau ningkatin promosi dan publikasi. Kalau hasilnya masih stagnan, ya kita bangun satu-satu dulu lah."
"aku yakin kamu bisa kok! Gak usah terburu-buru yang penting tujuan kita tercapai."
"Iya Dir."
"Tapi kamu udah dapat lokasinya kan?"
"Nah itu Dir, aku masih belum bisa membuat pemilik tanah setuju untuk menjual tanahnya."
"Kamu udah jelasin maksud dan tujuan kamu belum? Kalau kamu bisa jelasin dengan mendetail aku rasa sih jadi lebih mudah. Karena kegiatan kita kan bersifat charity."
"Gimana mau jelasin, dianya aja keras kepala!" bukan Cuma keras kepala tapi terkadang suka bikin aku salah fokus. Ucap Langit pada dirinya sendiri.
"Kok kamu senyum-senyum sendiri?"
"Siapa yang senyum-senyum?! Aku Cuma lagi bikin rencana aja."Ucap Langit meyakinkan Indira, yang hanya dibalas oleh tatapan menyelidik dari Indira.
"Udah deh... Gimana buat requitment-nya?" Langit mengalihkan pembicaraan.
"Beres deh. Kalau untuk stok pengajar kita gak bakal kehabisan. Banyak komunitas dan mahasiswa juga kok yang mau join, dan mereka udah daftar ke aku. Jadi, nanti mungkin aku selingin di hari libur aja. Pokoknya kalau masalah teknisnya udah diatur sama aku dan anak-anak lainnya."
"Hmm.. oke deh. Masalah publikasi doain aku aja semoga ada perubahan yang membuahkan hasil."
"Sip! Kalau gitu aku pulang dulu deh. Kamu kalau mau lanjut ngelamunnya juga boleh." Ucap Indira sambil mengedipkan sebelah matanya dan segera beranjak dari kursi yang ditempatinya dan langsung berlari menuju pintu.
Langit hanya bisa mendesis kesal "Sialan."
Indira merupak sosok perempuan yang bisa dibilang nyaris sempurna. Wajahnya lonjong dengan bibir tipis yang berwarna merah jambu alami. Matanya sipit seperti keturunan tionghoa pada umumnya. Rambutnya lurus dan dipotong sebahu yang memudahkan ia dalam bergerak kesana-kemari.
Indira merupakan sahabat Langit semasa kuliah. Mereka bertemu di organisasi kampus dan merasakan ada kecocokan visi dan misi dalam hidup. Mereka sama-sama menyukai anak kecil apalagi yang tidak bisa mendapat keberuntungan seperti mereka. Menurut Indira anak kecil dan membaca tak bisa dipisahkan. Dari gerakan anak membaca maka akan dilahirkan anak muda yang mempunyai mimpi. Dan semua sukses berawal dari mimpi.
Atas dasar itu mereka bedua mendirikan sebuah komunitas yang bergerak dibidang anak-anak. Komunitasnya dikhususkan untuk anak-anak yang kurang beruntung seperti pengamen jalanan, anak putus sekolah dan lain-lain. Komunitas ini akan melaksanakan kegiatan anak-anak seperti membaca buku, mendongeng, mewarnai dan menggambar yang akan dilaksanakan sekurang-kurangnya seminggu sekali.
Sudah cukup lama komunitasnya berkecimpung pada anak-anak marjinal maka kali ini Langit dan Indira membuat sebuah proyek charity. Dimana komunitas mereka akan bekerja sama dengan beberapa penulis buku anak-anak untuk menerbitkan buku-buku anak yang tentunya akan diterbitkan di perusahaan Langit bekerja yang hasil penjualan-nya akan disumbangan untuk membantu komunitas dalam pergerakannya.
Tidak sampai disitu saja, dengan uang hasil penjualan buku-buku tersebut Langit berencana membuat sebuah rumah baca bagi anak-anak yang berada di pelosok daerah. Ia dan komunitasnya berencana membangun sebuah rumah yang difungsikan sebagai perpustakaan dan juga kegiatan edukatif yang akan dilaksanakan miminal seminggu sekali.
Pembangunan rumah baca akan dimulai dari pelosok-pelosok yang terdekat. Diwilayah Jakarta saja masih terdapat wilayah yang agak sulit terjangkau seperti Kepulauan Seribu. Selanjutnya ia juga akan meng-ekspansi ke wilayah Jabodetabek, barulah ia akan memikirkan wilayah-wilayah lainnya. Itu pun juga kalau uang hasil penjualan memadai.
Pada proyek kecil-kecilan ini rencananya langit akan membangun 5 Rumah Baca sekaligus. Tiap Rumah Baca yang akan dibangun akan dipertanggung jawabkan oleh satu orang untuk urusan pencarian tanah, pembayaran, dan pembangunannya. Dan langit dengan senang hati memilih wilayah Bogor yang cukup membekas untuk masa kecilnya.
Dan permasalahan datang dari Jingga yang menurutnya mempersulit untuk mewujudkan proyek kecil-kecilannya. Padahal tanah yang dimilki Jingga sangatlah cocok. Mengingat keberadaannya yang sekitar 400 meter dari sekolah dasar dan disekelilingnya pun merupakan permukiman warga.
"Aku harus segera mendapatkan persetujuan untuk tanah itu." Ujar Langit dan segera mengambil telepon genggamnya yang berada pada laci mejanya dan mencari nomor telepon Jingga.
*
*
*
*
*
Enjoy my story guys! maaf ya kalau aneh nih cerita-_- vote dan komennya yaaww. Hug and kisses :*
Thank you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Jingga (Complete)
RomanceCerita tentang Langit dan Jingga yang bertemu pada ruang waktu yang sama. Langit selalu menanti sang fajar, karena ia tahu bahwa nanti akan bertemu Jingga Langit-Jingga mohon vote dan komennya ya :*