Part 5

2.4K 173 0
                                    

sebelum baca vote dulu yuk! :*

*

*

*

"Everybody loves the things you do

From the way you talk

To the way you move..."

Lagu Adele yang berasal dari telepon genggam menggema di ruang rapat yang sunyi ini. Suara telepon genggam memecah kesunyian ruang rapat kali ini.

Jingga yang tersadar bahwa suara tersebut berasal dari telepon genggamnnya yang mengindikasikan panggilan masuk mengumpat dalam hati. Jingga mengutuk siapapun yang meleponnya saat ini disaat rapat bulanan sedang berlangsung dan dalam suasana yang mencekam.

Jingga mengangkat tangannya dan izin keluar untuk mengangkat teleponnya yang disambut anggukan tanpa senyuman oleh kepala direksinya. "Permisi pak..." dilanjutkan oleh suara berdecit bangku yang ditimbulkan oleh pergerakan Jingga.

Jingga yang sudah berada diluar ruang rapat melihat layar telepon genggamnya untuk mengetahui siapa orang yang tak tahu diri meneleponnya disaat rapat sedang berlangsung. Namun disana hanya terdapat barisan noor tanpa nama.

"Hallo..." Jingga mengeluarkan suara dengan hati-hati, bisa saja yang meneleponnya saat ini ialah modus penipu ulung untuk menguras rekening bank-nya.

"Jingga..." Balasan yang Jingga dapat justru suara berat khas laki-laki yang membuat hatinya berdesir. Tak berapa lama hatinya berdesir, Jingga lalu tersadar bahwa pemilih suara tersebut ialah Langit.

"Kamu ngapain telepon aku jam segini?! Kamu ga tau aku lagi rapat?! Kalau gak penting-penting amat gak usah telepon aku di jam-jam kantor seperti ini. Aku jadi nyesel udah ninggalin rapat cuma untuk ngangkat telepon dari kamu!" Jingga menumpahkan kekesalannya, dan mengucapkannya tanpa pikir panjang.

"Udah keselnya?"

"Udah!"

"Aku mau ngajak kamu..." Belum sempat Langit melanjutkan kalimatnya, Jingga sudah memotongnya. "Gak! Aku gak punya waktu! Bye." Jingga segera memutus sambungan telepon dan bergegas kembali ke ruang rapat.

*

Jingga menghela nafasnya dibalik kubikel kerjanya. Rapat yang menegangkan baru saja berakhir. Pengalaman meninggalkan ruang rapat untuk panggilan yang tidak penting-penting banget baru sekali dilakukannya. Dan yang tidak Jingga sukai ialah saat kembali keruang rapat dan mendapat tatapan ingin tahu dari seluruh peserta rapat.

Jingga sendiri merupakan bagian dari perusahaan yang bergerak dibidang properti. Menyangkut desain interior, perencanaan tata kota, desain bangunan, dan arsitektur lansekap serta juga proyek konstruksi dalam skala kecil. Ia berada pada tim desain, biasanya Jingga akan mendesain bagian interior sebuah rumah atau kondominium tapi tak jarang ia juga ikut mendesain struktur bangunan, untuk sekedar menambah pengalaman. Walaupun saat mendesain struktur bangunan tak seluruhnya idenya dipakai tapi ia cukup senang apabila sarannya dapat memunculkan ide baru bagi orang lain.

Perusahaannya baru saja menekan kontrak dengan pengembang kondominium baru di kota-nya. Kondominium tersebut rencananya akan terdiri dari beberapa tipe, dimulai dari tipe sederhana yaitu simple single dengan satu kamar tidur hingga tipe mewah yaitu suit family yang dilengkapi dengan kolam renang pribadi, jacuzzi dan terdiri dari dua tingkat. Perusahaannya akan mendesain seluruh lansekap kondominium tersebut dan interior setiap tipe kondominium. Karena proyek kali ini cukup besar maka perusahaan harus mempertimbangkan SDM yang ada agar semuanya berjalan dengan tepat dan efisien.

Dalam hasil rapat yang membahas proyek kondominium tersebut Jingga bertugas untuk mendesain seluruh interior untuk tipe sederhana yang tersedia dalam 40 unit bersama dengan tim baru-nya yaitu Ria dan Gege. Dan kali ini Jingga akan bertanggung jawab langsung untuk tim-nya. Maka dari itu ketika ada telepon yang mengganggu jalannya rapat, Jingga sangat kesal karena harus meninggalkan ruang rapat secara tiba-tiba. Bagaimana pun juga Jingga harus menampilkan kesan baik karena ini pertama kalinya Jingga memimpin sebuah tim desain.

Jingga membereskan meja di kubikelnya karena jam kantor sudah menunjukkan pukul 5.00 yang berarti waktu karyawan untuk bekerja telah usai. Ia lalu mengambil tas kerjanya dan segera meninggalkan kubikelnya dengan senyum termanisnya karena baru saja meniciptakan sejarah dalam kehidupannya di dunia.

Belum jauh langkah kakinya pergi, Jingga kembali dikagetkan dengan dering ponselnya yang mengalunkan lagu Adele dengan sangat merdu. Jingga mendesah dalam hati dan segera mengaduk isi tasnya untuk menemukan benda kecil tersebut. Jingga melihat nomor panggilan yang lagi-lagi tak berada dalam kontak teleponnya. Dan seketika ia langsung teringat Langit. Ingatkan Jingga kalau benar Langit yang meneleponnya ia akan menambahkan nomor Langit ke kontak teleponnya dengan nama 'Pengganggu.'

Jingga menempelkan telepon genggam ke telinganya. "Jingga...." ucap suara disebrang sana. Jingga yang langung mengetahui bahwa sang penelepon adalah orang yang sama dengan orang yang mengganggu rapatnya tadi berdecak dengan lirih dan membalas sapaan orang itu dengan ketus, "Kamu gak punya kerjaan lain selain gangguin aku ya?"

Mendapat balasan sapaan dari Jingga yang tak diharapkannya mau tak mau membuat Langit ikut terbawa emosi juga. Namun Langit ingat akan tujuan awalnya ia menelepon Jingga. "Kamu nanti malam free? Aku mau ajak kamu dinner?"

Jingga yang tak menyangka akan ajakan Langit lalu mengernyitkan dahinya. "Hmm...." tak ada kata yang sempat ia ucapkan karena permintaan Langit yang begitu tiba-tiba lalu tersadar oleh ucapan Langit lagi, "Jingga? Jadi free malam ini tidak?" ucap Langit mempertegas pertanyaan sebelumnya.

Jingga yang sebenarnya malas bertemu Langit pun sempat meragu. Karena hari ini ia sedang dalam suasana hati yang cukup baik karena mendapat kepercayaan menjadi penanggung jawab tim dan dengan segera dapat melupakan kejadian telepon pengganggu di ruang rapat, tak ada salahnya ia memberi reward untuk dirinya sendiri. Dan sepertinya makan malam diluar dengan menu kesukaannya cukup untuk rewardnya kali ini.

Jingga memikirkan menu di restoran Gwenivere dan membayangkan lezatnya pizza bertabur keju dengan garlic bread sebagai makanan pembuka menggugah cacing-cacing diperutnya. "Jam 7 di Gwenivere. Ok?" ucap Jingga memutuskan restoran tempat mereka akan bertemu yang dibalas dengan Langit diseberang sana dengan, "Oke Jingga."

Jingga kembali berjalan ke kubikelnya, membuka laci tempat penyimpanan barang-barang miliknya dan mengambil sabun muka serta alat make up-nya. Bukan karena ingin bertemu Langit ia jadi seperti ini, ini semua murni karena ia tak mau tampil bak itik buruk rupa ke sebuah restoran dimana ia akan bertemu orang banyak yang mungkin saja salah satu dari sekian banyak orang merupakan klien-nya.

Setelah mencuci mukanya dengan sabun pencuci muka, Jingga menyapukan bedak tipis-tipis pada wajahnya dan terakhir pulasan lipgloss yang sengaja dipakainya agar tampak lebih berseri-seri. Lalu ia berjalan ke pelataran lapangan parkir kantornya dan bersiap mengendarai mobil memecah kemacetan pada jam pulang kerja. 

*

*

*

Setelah baca jangan lupa komennya yaaww

Enjoy my story! hug and kisses :*

Langit Jingga (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang